Connect with us

Dongeng & Cerpen

Hase-Mime, Penyelamat Kaisar Jepang

Published

on

ALKISAH di Negeri Sakura, Jepang, tepatnya di kota Nara, ibukota Jepang kuno, hiduplah pangeran Toyonari Fujiwara bersama istrinya yang mempunyai akhlah mulia, baik, dan cantik bernama Putri Murasaki. Mereka hidup bahagia.

Belakangan mereka bersedih, karena sudah lama belum dikaruniai seorang anak. Atas nasihat para orang tua, mereka pun ziarah ke kuil Hase-no-Kwannon (Dewi Welas Asih di Hase). Masyarakat Jepang percaya, Dewi Welas Asih di Hase akan mewujudkan setiap doa manusia terutama apa yang paling didamba. Mereka berharap mempunyai anak yang baik hati. Suami istri tersebut melakukan peribadatan dengan sangat bersungguh-sungguh. Tak lama kemudian doa mereka dikabulkan, istrinya mengandung.

Akhirnya tibalah waktunya seorang anak perempuan lahir dari putri Murasaki. Mereka pun bahagia. Anak perempuan yang baru lahir, diberinya nama Hase-Hime, atau putri Hase, karena ia adalah karunia dewi Kwannon di tempat itu. Anak tersebut tumbuh dalam kasih sayang orang tuanya, diasuh dalam kehangatan dan kecintaan.

Malang tak dapat ditolak, gadis kecil tersebut mendapati ibunya sakit parah. Para tabib dan ahli pengobatan tidak dapat menyelamatkannya. Sebelum menghembuskan napas terakhir ia memanggil putrinya, dengan lembut membelai kepalanya seraya berkata, “Nak, apakah Nanda tahu bahwa ibumu tidak bisa hidup lebih lama lagi? Jika nanti ibu meninggal, ibu ingin ananda tumbuh menjadi gadis yang baik. Lakukan yang terbaik agar tidak menimbulkan masalah. Mungkin setelah kepergian ibu, ayahmu akan menikah lagi dengan wanita lain dan kamu akan memiliki ibu baru. Maka jangan bersedih, anggaplah istri kedua ayahmu sebagai ibu sejati, patuh serta berbakti kepada mereka. Ingat ketika ananda sudah dewasa harus hormat kepada orang-orang yang lebih tua, dan untuk bersikap baik kepada semua orang yang berada di bawah nanda. Jangan lupakan ini. Ibu pergi dengan harapan nanda akan tumbuh sebagai wanita teladan.”

Hase-Hime mendengarkan dengan sangat khidmat, dan berjanji mematuhi semua nasihat ibunya. Hase-Hime tumbuh menjadi putri kecil yang baik dan patuh, meskipun dia sekarang terlalu muda untuk memahami bagaimana sulitnya kehilangan seorang ibu. Tidak lama setelah kematian istri pertamanya, Pangeran Toyonari menikah lagi dengan wanita bangsawan bernama Putri Terute.

Putri Terute memiliki perbedaan yang besar dengan karakter ibu kandung Hase Hime, Putri Murasaki atau istri pertama pangeran Toyonari yang baik dan bijaksana. Ibu Tirinya adalah seorang wanita yang kejam dan buruk hati. Dia sama sekali tidak menyayangi anak tirinya, dan sangat egois. Tapi Hase-Hime tetap sabar dan masih berbhakti kepada ibu tirinya, karena dia telah dilatih oleh ibunya, sehingga Putri Terute tidak punya keluhan terhadap dirinya.

Putri kecil Hase Hime ini sangat rajin. Bermain musik adalah kegemarannya. Seorang guru didatangkan untuk mengajarinya memainkan koto (kecapi Jepang). Selain itu, Hase Hime juga belajar melukis surat dan menulis puisi. Ketika ia berumur 12 tahun dia bisa bermain koto dengan begitu indah, hingga pada suatu hari ia dan ibu tirinya dipanggil ke istana untuk bermain di hadapan Kaisar.

Saat Festival Bunga Sakura, ada pesta besar di istana. Kaisar pun merasa terhanyut dan menikmati keindahan musim semi, dan memerintahkan Putri Hase memainkan Koto, ditemani ibu tirinya Putri Terute yang bermain suling. Kaisar berada di atas mimbar yang tinggi, dengan ditutupi anyaman pagar dari bambu sehingga kaisar bisa melihat semua orang tetapi tidak bisa dilihat, karena tidak ada siapa pun yang boleh memandang wajah sucinya.

Meskipun masih muda, Hase-Hime adalah musisi yang terampil, gurunya pun sering terpesona atas kemahiran dan bakatnya bermain musik. Pada perayaan ini ia bermain dengan sangat baik. Berbeda dengan ibu tirinya yang bermain sangat jelek karena ia malas berlatih. Tak ayal sang kaisar pun banyak memberikan hadiah kepada Hase Hime dan Ibu tirinya pun iri hati.

Tak lama kemudian, Putri Terute memiliki anak. Sekarang ada alasan lain bagi Putri Terute untuk membenci Hase Mime, sang anak tiri. Setiap hari ia berkata dalam hati, “Kalau saja Hase-Hime tidak ada di sini, anakku akan memiliki semua cinta ayahnya.” Ia membiarkan pikiran jahat ini tumbuh menjadi keinginan yang mengerikan untuk menyingkirkan kehidupan putri tirinya.

Tercetuslah pikiran jahat untuk meracun Hase-Mime. Ia masukkan anggur beracun ke dalam botol anggur dan memasukkan anggur yang tidak beracun kedalam botol lain. Saat itu adalah festival kelima, di mana Hase-Hime dan adik laki-lakinya sedang bermain musik bersama. Dua anak beda ibu itu bersenang-senang dan tertawa riang bersama pelayan ketika ibunya masuk dengan dua botol anggur dan beberapa kue lezat. “Kalian pasti lelah, ini ibu bawakan minuman dan kue untuk kalian,” kata sang ibu jahat itu sambil menuangkan minuman kedalam dua gelas dari dua botol yang berbeda.

Hase-Hime, sama sekali tidak membayangkan kelakuan kejam dari ibu tirinya yang sedang berakting. Wanita jahat tersebut dengan hati-hati menandai botol beracun. Ia masuk ke dalam ruangan dengan gugup, dan secara tidak sadar menuangkan anggur beracun ke cangkir anaknya.

Ia sadar ketika setelah meminum anggur tidak ada efek yang terjadi kepada Hase Hime. Lalu tiba-tiba anak lelakinya menjerit dan terjerembab di lantai, terbungkuk kesakitan. Ibunya merasa kebingungan lalu membalikkan posisi botol supaya tidak ketahuan dan langsung memangku anak laki-lakinya dan memanggil tabib. Apa daya, racun mematikan itu dengan cepat merenggut nyawa si anak.

Bukannya sadar dan menyesal, Putri Terute malah makin membenci Hasa Mime. Hari berganti hari tak terasa Hase-Hime sekarang sudah berusia 13 tahun. Dia banyak mendapatkan penghargaan tanda jasa dan menjadi penyair terkenal. Suatu hari terjadilah banjir besar di Nara, sungai-sungai tak mampu menampung curah air hujan yang deras. Tentu saja hal ini membuat sang kaisar tidak bisa tidur dan akhirnya terserang berbagai macam penyakit syaraf. Sang kaisar memberi maklumat kepada seluruh biksu di seluruh kuil di Nara untuk memanjatkan do’a guna menolak bala yang ada saat ini yaitu banjir. Kemudian sang raja ingat bahwa Hase-Hime adalah seorang gadis yang piawai dakam bersyair.

Zaman dahulu, seorang gadis cantik yang piawai dalam bersyair dan berpuisi bisa menggerakkan Surga dengan berdoa dalam puisi kemudian membawa turun hujan di tanah kekeringan dan kelaparan, demikian dikatakan penulis biografi kuno dari penyair wanita Ono-no-Komachi. Jika Putri Hase menulis puisi dan membawakannya dalam doa, mungkin hal itu dapat menghentikan suara sungai yang menderu dan menghilangkan penyebab penyakit Kaisar.

Apa kata pejabat akhirnya sampai ke telinga Kaisar, dan mengirimkan perintah kepada menteri Pangeran Toyonari. Ketakutan Hase-Hime sangat besar dan kaget ketika ayahnya menemuinya dan menceritakan apa yang dibutuhkan dari dia. Tugas berat yang diletakkan di bahu mudanya-menyelamatkan kehidupan Kaisar oleh ayat puisinya.

Pada hari terakhir puisinya telah selesai. Puisi ditulis di atas kertas tebal berwarna dan ditulis dengan tinta emas. Bersama ayah, pembantu dan beberapa pejabat istana, dia berjalan ke tepi sungai dan mempersembahkan hatinya untuk Surga, ia membaca puisi yang telah disusun, mempersembahkan di kedua tangannya. Keanehan terjadi, tampak semua hening. Air berhenti mederu, dan sungai menjadi tenang langsung menjawab doanya. Kaisar segera pulih kesehatannya. Yang Mulia sangat senang, memberi dia Istana dan dianugrahi pangkat wanita Chinjo-yaitu Letnan Jenderal.

Sejak saat itu ia dipanggil Chinjo-Hime, atau Letnan Jenderal Putri, dihormati dan dicintai oleh semua. Hanya ada satu orang yang tidak senang, yaitu ibu tirinya. Terus-menerus menyesal atas kematian anaknya sendiri yang telah tewas ketika mencoba meracuni putri tirinya, ia sangat tersiksa melihat putri tirinya memperoleh kekuasaan dan kehormatan. Iri dan cemburu membakar di dalam hatinya seperti api. Banyak dusta disampaikan ke suaminya tentang Hase-Hime, tapi semua tidak mempan. Suaminya mengatakan dengan jelas, bahwa dia yang telah keliru menilai Hase-Mime. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *