Feature
Belajar Menjadi Tua

JAYAKARTA NEWS – Radio Pensiunan, tanggal 3 Januari 2025 usianya genap dua tahun. Masih ”balita”, bawah tiga tahun. Namun pendengarnya sudah mendunia. Jumlanya saat hari Ultah, berdasarkan catatan Google Analityc, adalah 296.432 pendengar dari berbagai dunia. Terbesar pendengar Indonesia, 290.013 dan 74 persennya usia pensiunan selebihnya calon pensiunan.
Era internet memunculkan radio siaran berbasis internet. Radio konsep ini memudahkan masyarakat mendengarkan karena dapat didengar melalui ponsel kita, dimanapun dan kapan pun. Nama Radio Pensiunan sangat familiar di telinga, dan pas untuk kalangan yang disasar. Golongan pensiunan dan mereka yang mendekati purna-tugas. Di atas lima puluh tahun hingga lansia.
Purna tugas tentu bukan hanya mereka yang pernah menjadi karyawan, baik negeri maupun swasta. Purna tugas yang kita maksud adalah berhenti dari pekerjaan rutin yang dikerjakan sehari-hari yang tidak lagi dipertanggungjawabkan kepada atasan, pimpinan, atau pemilik usaha. Namun dalam beraktivitas, sebagai wira usaha misalnya, petani, atau apapun jenis usahanya, orientasi utama bukan materi tapi ada nilai-nilai lain yang ingin tetap diraih. Setidaknya bisa bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya. Ingin hidupnya tetap berguna, tidak bergantung pada orang lain, dan tetap sehat serta menjaga semangat.
Radio Pensiunan
Namanya sangat sahaja. Sesuai segmen pendengar yang dituju. Kelompok Berumur. Tampak mudah dimaknai, apa yang hendak digarap. Kehadirannya bak sebuah wadah yang membuat kelompok usia pensiunan langsung menemukan tempat. Bukan sekadar tempat sebenarnya, tapi lebih mendapati dunianya. Dunia orang-orang berumur.

Seperti bejana bagi gagasan-gagasan yang menampung/ menghimpun keinginannya, kecenderungannya, informasi yang diperlukan, dan suka dukanya, serta ketidaktahuannya tentang seluk-beluk dunianya. Karena dunia yang mulai dirambahnya ketika daya fisik berkurang bahkan makin menurun. Pikiran dan perasaannya pun banyak berubah.
Lantas siapa saja mereka. Dan bagaimana menjalani hidup di hari tua, menjadi lansia? Pemahaman umum, lansia itu titik tolaknya 60 tahun. Menurut WHO, kelompok usia pertengahan antara 45-59 tahun, lanjut usia 60-74 tahun, dan lanjut usia tua (old) 75—90 tahun. Radio Pensiunan, tampaknya diakses kelompok usia tersebut. Indikasi visualnya tampak ketika pendengarnya berinisiatif kumpul atau istilah mereka ”kopi darat” atau Temu Pendengar, seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Depok, Purwakarta dan berbagai kota lainnya. Termasuk di Studio Radio Pensiunan, Tangerang Selatan saat halal bilhalal, April 2024.

Para pensiunan dan yang akan pensiun, mereka adalah tergolong manusia-manusia yang cukup makan asam garam kehidupan. Pahit manisnya perjuangan hidup, sesuai jalan karier, profesi dan pilihan-pilihan pelbagai bidang, hobi, dan kecenderungan-kecenderungannya. Kalau pengalaman-pengalaman itu bisa dikisahkan, tentu akan menjadi sangat berharga bagi pendengar. Bukankah setiap insan memiliki pengalaman yang unik, yang beda dan tentu ada hikmah yang bisa dipetik.
Dalam meraih cita-citanya, atau upaya mencapai apa yang diinginkan, tentu tak selalu mulus. Pasti ketemu jalan berliku, naik turun seperti pasang surutnya laut. Begitu pun tantangan yang dihadapi. Barangkali dahsyat dan berat, seperti diterpa badai, dan mungkin sempat menabrak karang dan nyaris tenggelam. Namun semua pengalaman getir, pahit, dan dramatik itu pasti membentuk ketangguhan. Bahkan mungkin meningkatkan spiritualnya. Karena itu tak sekadar menambah dewasa pemikiran, dan pandangan-pandangannya, namun titah kearifannya bisa naik maqom, sehingga jadi panutan.
Menjadi tua ternyata perlu belajar. Belajar menjadi tua. Kita kadang kaget menghadapi reaksi diri sendiri . Misalnya perubahan fisik yang mencolok. Sangat kontras dengan kenyataan sekarang saat melihat foto puluhan tahun silam. Saat kanak-kanak, remaja dan dewasa. Ketika membandingkan wajah kita yang masih ranum dengan raut muka kita saat ini. Ah, betapa waktu mengubah segalanya. Menggilas yang pernah kita miliki.

Ada sebuah puisi yang melukiskan the old man ini, atau nenek yang tak berani menatap wajahnya di cermin. Ia seperti takut melihat wajahnya di cermin. Kaget dengan keriput di wajah, atau kecantikan yang tiada lagi, entahlah
Sering pula panggilan orang lain kepada kita juga menggetarkan sensitif kita. Meski di rumah sudah biasa dipanggil uti (mbah putri) oleh cucu, atau eyang, oma, namun jika tiba-tiba orang lain yang tak dikenal memanggil “mbah” , rasanya terkesiap juga kita. “Jalan-jalan mbah?!” Mau kemana mbah ?”. Sapaan ramah dan bersahabat itu ternyata menggores juga.
Wajah kita, terutama mata, tak bisa dibohongi bahwa kita tidak muda lagi. Pandangan yang mulai layu dan kerut-kerut di kulit mempertegas usia kita. Lalu bagaimana kita menjadi tua? Seperti judul tulisan ini, kita perlu belajar menjadi tua. Informasi yang terkait dengan kehidupan kita di hari tua, tentang kedirian kita, kesehatan, menyikapi persoalan, komunikasi dengan anak-cucu, dan lain-lain.
Maka tak heran jika di grup whats app, alumni sekolah kita, komunitas sebaya, yang di-share, di-posting adalah informasi seputar dunia lansia atau kaum dewasa lanjut. Itu sangat bermanfaat. Dan Radio Pensiunan punya peran “menggarap” dan menyampaikan kepada pendengarnya. Jadi tak hanya menghibur dengan lagu-lagu nostalgia, tapi ada pesan yang mengesankan.

Radio Pensiunan, jika disimak, siarannya menyajikan lagu-lagu nostalgia yang membangkitkan kenangan pendengarnya pada era mereka muda penuh semangat. Haru, tentu. Tetapi semangat harus tetap ada dan dijaga pada manusia di usia pensiun. Lagu mampu membantu menghidupkan semangat itu.
Selamat ulang tahun Radio Pensiunan! *** (Iswati, Pasuruan: Penerima Adinegoro 2018)