Connect with us

Feature

Batik ‘Acakadut’ Anto Gondrong Diburu Penggemar Batik

Published

on


Dibanding  motif batik pada umumnya yang dibuat berdasarkan pakem, batik Anto Gondrong ‘terkesan’ aneh. Tapi justru karena ‘keanehan’ itulah maka karya Anto Gondrong digemari para kolektor batik.

“Orang bilang batik saya nyeleneh, acakadut alias berantakan. Di Jawa, orang menyebut batik saya tidak jelas lantaran memang keluar dari pakem batik. Ada juga yang bilang karya saya batik nggak genah..hahahha. Biar saja orang menyebut apa, tapi ini lah karya saya batik lukisan kotemporer,” ungkap Anto Gondrong tentang motif batiknya yang banyak menimbulkan pertanyaan orang lantaran dianggap tidak biasa.

Dibanding  batik Jawa yang dibuat berdasarkan pakem, papar Anto, batiknya memang terlihat aneh dan terkesan ‘nyeleneh’. Batik Jawa, tambahnya, soft, lembut, dan  teratur. Beda dengan batiknya, yang menampilkan warna-warna yang ‘kuat’ dan tegas. “Orang yang mampir ke mari bilang batik khas Tarakan karya saya,  beda, baik dari motif maupun warna. Katanya perbedaannya sangat mencolok,” ujarnya. “Batik ‘nyeleneh’ tapi mereka (customer) ternyata banyak yang suka,” tambahnya.

Menurut Anto awalnya ia adalah pelukis sebagaimana umumnya yakni melukis dengan media kanvas. Namun menjual lukisan tidak lah mudah.

“Kalau bisa terjual satu lukisan dalam satu bulan, itu sudah bagus,” ungkap Anto menggambarkan betapa tidak mudahnya menjual lukisan. Meski sulit, ucap Anto, dia tidak ingin meninggalkan hobi yang telah ditekuninya sejak kecil.

“Ini adalah bakat saya, dan saya sangat menyukainya. Jadi saya berpikir bagaimana caranya agar hobi melukis saya dapat tersalurkan namun juga memiliki nilai jual atau disukai orang,” tuturnya. Maka lahirlah ide membatik atau batik painting.

“Saya belajar dasar-dasar membatik, pakem-pakem membatik termasuk pewarnaan batik di Yogjakarta. Setelah bisa, saya pun membuat batik dengan gaya saya, juga pewarnaan kreasi sendiri. Saya tidak memakai pakem-pakem batik Yogja yang saya pelajari. Orang bilang batik saya menyeleweng dari pakem…hahahha,” katanya tertawa lebar.

Tapi katanya lagi, justru itulah yang akhirnya menjadi kekhasan produknya. Dan memang sejak dia beralih menjadi pelukis batik di mana hasil lukisannya itu bisa dijadikan baju, sarung, dan produk lainnya seperti tas, dompet, dll, orang pun mulai melirik produknya.

Perlahan tapi pasti, bisnisnya makin berkembang. “Beda dengan menjual lukisan kanvas, kain batik saya yang bermotif kekhasan budaya Kalimantan, dapat terjual 100-150 lembar sebulan. Itu belum termasuk produk pernak-pernik lainnya,” ungkap Anto yang melabeli produknya dengan ‘Batik Pakis Asia’, Khas Tarakan.

Sebenarnya, kata Anto, bisnis batik painting ini  baru ditekuninya selama empat tahun terakhir, namun di luar dugaan perkembangannya sudah begitu pesat. Padahal tambahnya, awal dia menekuni batik, banyak orang mencemoohnya, memandang remeh karyanya.

“Mereka bilang ngapain ikut-ikutan bikin batik, Kalimantan kok dibikin batik. Saya jadi bahan cemooh orang. Kata mereka, kalau orang ingin batik kan ada batik Jawa yang memang sudah terkenal, jadi kita di Kalimantan tidak perlu ikut-ikutan. “

“Tapi saya tidak peduli. Saya terus berkarya sembari terus mengedukasi masyarakat bahwa kita perlu batik untuk bisa menjadi media melestarikan budaya Kalimantan. Kita bisa membuat batik dengan memasukkan unsur-unsur khas Kalimantan,” paparnya.

Dan pada akhirnya kini masyarakat sudah bisa menerimanya. Apalagi ketika melihat bisnis ini berkembang dan banyak orang menyukai batik khas motif Kalimantan. Jadi lewat batik kekhasan budaya Kalimantan bisa dilihat di mana-mana, tidak harus di Kalimantan saja. “Batik khas Kalimantan diaplikasikan di kain, misalnya dijadikan baju atau pada produk lainnya seperti tas, dll, itu semua bisa dibawa ke mana-mana,” ujarnya.

Menariknya, Anto meski di daerahnya dikenal sebagai penggiat budaya setempat, namun sesungguhnya dia bukanlah orang asli Kalimantan. “Saya ini perantau, tapi saya sudah 32 tahun di Kalimantan. Jadi Kalimantan itu sudah menjadi ‘tanah’ saya dimana saya ikut melestarikan budayanya yang saya aplikasikan ke  batik,” ucap peraih penghargaan pelestari budaya dari Konsulat Jenderal RI di Kinabalu, Malaysia.***

 

 

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *