Connect with us

Kabar

Wan M Saad Sang Pelukis Realis Kota Medan

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Wan. M. Saad, nama seorang pelukis realis, sekaligus guru seni lukis di Kota Medan. Saat ini kegiatan kesehariannya mengajar seni lukis mulai dari anak-anak, remaja bahkan ada yang purnabakti. 

“Saya mengajar melukis sejak 1982, karena saat itu sudah menjadi pelukis. Selain memiliki bakat alam, saya belajar sama para senior di Simpassri (Simpaian Seniman Senirupa Indonesia) di jalan Suprapto No. 1. Kota Medan,”ujar Wan di Sanggar Seni Rupa Taman Budaya Medan beberapa hari lalu.

Simpassri itu perhimpunan para pelukis yang telah memiliki reputasi dan karya-karyanya telah diakui oleh masyarakat pecinta seni lukis. Aktivitas perhimpunan ini menyelenggarakan pameran lukisan dan membina pelukis pemula.

“Untuk karya lukisan saya aliran realis, artinya aliran seni lukis yang melukiskan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari seperti aslinya dan tampak nyata dan tidak mengubah bentuk wujud aslinya, sambil menunjukkan lukisan senjata tradisional dari beberapa propinsi,” jelas pria kurus dengan rambut gondrong yang selalu dikuncir itu.

Lukisan aneka senjata tradisional karya Wan, M. Saad. (Foto Monang Sitohang)

Lalu Wan menceritakan arti dari lukisan yang ditunjuk tadi, “Ini lukisan belum selesai, jadi ini ada beberapa senjata tradisional, mulai dari Aceh, Jawa, Melayu Bugis, Banten dan lainnya. Artinya ramai-ramai jadi Indonesia itulah judul nya lukisan ini. Jadi jangan hanya Aceh saja Indonesia. Indonesia satu terdiri dari keragaman suku bangsa, budaya, dan bahasa,,”

Lukisan-lukisan saya juga sudah pernah ikut pameran ke luar provinsi, misalnya NTT, Bandung dan lainnya. Kemudian ketika ditanya harga lukisannya pernah berapa terjual, 

Wan menjawab,” Sebenarnya malu bilangnya. Karena untuk menjual pedang nya yang punya kerja bukan saya. Pernah juga saat lelang terjual sebesar 30 juta. Kebetulan yang membeli saat itu bekas Kasdam yang lama namanya Asril Hamzah Tanjung, lukisan bunga anggrek hutan pada saat pameran lukisan di Medan Club,”.

Mengajar Seni Lukis

Saat ini hari-hari Wan ada di Taman Budaya Medan untuk mendidik anak-anak sampai orang dewasa, ada sekitar 20 orang yang belajar melukis. Wan sepenuhnya menjadikan pelukis profesi sebagai ladang penghidupan. 

Foto: Monang Sitohang

Tahapan yang diajarkan, yaitu pertama latihan membuat garis, arsiran kemudian gradasi itu untuk semua umur, Setelah menguasai ke tiga tahapan tadi baru memasuki ke kanvas. 

Hanya saja anak-anak belajarnya cuman ke drawing (menggambar) yang menggunakan kertas, karena belum tahu juga bakatnya ini mau diteruskan apa tidak, maka tidak perlu harus buru-buru ke kanvas.

“Maka sangat jelaslah bedanya lukisan dan drawing itu, kalau drawing hanya di kertas saja sedangkan lukisan mainnya di kanvas, Nah, seperti ini, sambil menunjukkan ke dua anak remaja, sedang mewarnai sebuah lukisan di kanvas”ujar Wan.

Jadi semua menggambar pertama adalah skate dasarnya. Jika skate nya saja gagal maka gambar itu pun akan gagal. Maka perlu skate itu harus kuat. Setelah skate kuat baru masuk ke melukis.

“Sedangkan yang saya perhatikan untuk belajar melukis ini bagi anak-anak pertama itu saat membuat skate. Karena sering tidak didasari dengan latihan menggaris dulu. Kalau latihan menggarisnya ia sempurna atau dikuasai maka saat memasuki skate akan mudah,”jelas Bapak dari 8 anak itu.

Itu pun semua harus dilandasi dengan kemauan, kalau hanya mengandalkan bakat saja tanpa kemauan kuat itu bisa gagal, karena bakat bisa dibuat atau ditempa. Kalau kemauan gak ada bakat nya kuat juga tidak jadi, tapi bakat tidak ada kemauan keras itu bisa jadi. Yang lebih baik lagi sudah ada bakat ada kemauan itu lebih jadi. 

Kemudian Wan melanjutkan dengan memberikan trik bahwa gambar ini tidak lari dari kaidah-kaidah rupa sedangkan kaidah-kaidah rupa itu ada beberapa persyaratan kalau landscape dimulai dari yang jauh, mana yang lebih jauh. 

Setelah yang jauh, mundur-mundur ke belakang yang paling dekatkan ini. Dan ini belakangan dibuat sudah selesai ini tanah-tanah nya ini baru ada lagi simbahan – simbahan air ke atas.

Misalnya ini yang lebih jauh sambil menunjukkan sebuah lukisan Mercu suar di tepi pantai, disebelahnya ada rumah dinas para pemandu kapal dan pepohonan, dan lukisan itu sedang diwarnai oleh salah seorang muridnya. 

“Bagi saya inilah (ilmu) yang bisa saya berikan kepada khalayak, harta gak ada, uang tidak banyak jadi ilmu lah yang bisa saya bagikan dan itu merupakan panggilan hati saya,”tutup Wan. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *