Ekonomi & Bisnis
Program Cetak Sawah Baru Harus Cermat
JAYAKARTA NEWS – Program cetak sawah baru seluas tiga juta hektare (ha) yang direncana pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mesti dilakukan secara cermat. Karena upaya ini berpotensi kerugian ratusan triliun jika gagal.
“Cetak sawah baru 3 juta hektare lahan di Indonesia timur memang menjanjikan untuk bisa menghasilkan jutaan ton beras. Namun jika gagal akan kehilangan puluhan bahkan ratusan triliun,” ujar anggota Komisi IV DPR RI Riyono dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Riyono mengakui, jika program cetak sawah berhasil maka berpotensi menghasilkan jutaan ton beras, sehingga bisa membantu mengurangi alokasi impor Indonesia.
Pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), kata Riyono, direncanakan cetak sawah/lahan 1 juta ha di wilayah Timur Indonesia. Namun hanya terealisasi 500 ribu ha. “Itu pun menghabiskan biaya triliunan rupiah,” tukasnya.
Sebagai pertimbangan, lanjut Riyono, rencana anggaran biaya (RAB) konstruksi cetak sawah pada tahun 2016 untuk 138 kabupaten sebesar Rp16 juta/ha. Sedangkan khusus untuk daerah Maluku dan Papua sebesar Rp19 juta/ha.
Adapun untuk cetak 600.000 hektar sawah baru membutuhkan biaya rata-rata di luar Jawa Rp17 juta/ha, sehingga minimal butuh anggaran Rp10 triliun lebih. Asumsinya, kata Riyono, jika 3 juta ha tentu membutuhkan triliunan yang harus disiapkan.
Menurut Riyono, Kementan harus bisa menyiasati anggaranya yang ada. “Jangan sampai mengulang kegagalan yang pernah terjadi,” tandas Politisi Fraksi PKS ini.
Riyono menilai, keberhasilan cetak sawah baru terletak di pengelolanya. Salah satunya petani muda. Untuk itu pemerintah perlu melibatkan para sarjana pertanian untuk menjadi petani sukses dan bersama cetak sawah baru.
Berdasarkan data Badan Penyuluhan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) 2020 Kementan, jumlah petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. Jumlah itu hanya sekitar 8 persen dari total petani kita 33,4 juta orang. Sisanya lebih dari 90 persen masuk petani kolonial, atau petani yang sudah tua. (YR)