Connect with us

Kabar

Perubahan Bentuk Dalam Keris

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Dua seniman hari ini, Kamis (23/9/2021) tampil pada webinar keris seri ke-2. Kedua seniman itu adalah Ki Godod Sutejo (Seniman, Tim PP Keris DIY), dan Yuswantoro Adi (Seniman). Webinar dipandu moderator Ki Budi Kajena (Tim PP Keris DIY). Tema webinar keris seri ke-2 adalah “Dhapur Keris Dalam Estetika Seni Rupa”.

Webinar dimulai hari ini pukul 13.00 WIB. Peminat bisa mengakses melalui Zoom Meeting dengan ID: 9109341754 dengan passcode: keris. Atau bisa mengikuti streaming YouTube di akun tasteofjogjadisbuddiy.

Ki Godod dalam paper singkatnya menyebutkan, tidak menutup kemungkinan perlu ada perubahan dhapur atau membuat dhapur keris dengan desain yang lebih memenuhi selera, dengan tujuan untuk bisa mengenalkan keris ke generasi muda atau kalangan awam.

Nah, lewat seni rupa, perupa akan membuat atau mencipta dhapur sampai dengan proses pengerjaannya tentang keris, sehingga akan hadir seniman-seniman keris. Dengan demikian, ke depan akan ada empu-empu baru.

Selama ini, menurut Ki Godod, sudah sering dilakukan pembahasan mengenai keris, tetapi masih sedikit yang diterapkan sebagai strategi kebudayaan. Keris, sebagai karya budaya benda bersifat material, memiliki sejarah dan riwayat panjang yang mencakup ilmu bahan, ilmu proses penuh pengetahuan dan teknologi, ilmu pengelolaan dan perawatan, ilmu perlambang dan makna, spiritualitas pelaku dan penggunanya, bahkan ilmu pemanfaatan fungsinya sebagai pusaka dan kelengkapan busana. Tosan aji lan ageman.

Pekerisan, segala sesuatu yang berhubungan dengan hal ikhwal keris yang mencakup segi-segi material dan nonmaterial, benda dan takbenda, merupakan wilayah perbincangan yang lebih luas dan mendalam. Dunia perkerisan memiliki keruwetan dan kerumitan karena kompleksitas pengetahuan yang terkandung di dalamnya. Termasuk, pengetahuan pekerisan yang sudah turun-temurun lintas generasi yang kebanyakan tersampaikan melalui tuturan lisan. Suatu pengetahuan duniawi bersifat material yang dibungkus dengan pengetahuan nonmaterial yang memerlukan pemahaman mendalam melalui penguasaan aspek-aspek material dan nonmaterialnya.

Pekerisan menjadi sumber pengetahuan yang berasal dari kekuatan budaya lokal atas kemampuan teknologi olah logam menjadi pusaka bermakna secara spiritual dengan jangkauan dimensi pengatahuan dan pemikiran yang kompleks. Perkerisan masuk dalam suatu sistem pengetahuan, sistem kebudayaan, bahkan sistem peradaban suatu masyarakat berbudaya maju. Keberadaan keris dan perkerisan menjadi salah satu tanda tingkat pencapaian kebudayaan tinggi masyarakat.

Ki Godod menambahkan, dari zaman ke zaman, keris dan perkerisan telah mengalami perubahan. Sebagai karya budaya, keris dan perkerisan tentu mengalami proses transformasi atau perubahan yang sering disebut dengan terjadinya proses alih. Wujudnya berupa alih bentuk, alih rupa, alih bahan, alih warna, alih proses, alih fungsi, alih makna, dan seterusnya. Tentu, ada proses alih yang diterima, ada pula proses alih yang ditolak. Namun demikian, proses perubahan itu tidak bisa dihindari dan ditolak. Yang diperlukan adalah, suatu proses peralihan yang mendasar, cukup, mencakup, dan menjawab tantangan dan tuntutan zaman, kebutuhan masyarakat terkini.

Selain kenyataan adanya transformasi, keris dan perkerisan perlu terjadinya proses transgenerasi atau alih generasi sebagai keharusan proses budaya. Regenerasi adalah keharusan budaya. Regenerasi meliputi regenerasi pelaku dan regenerasi penikmat atau penggunanya. Regenerasi pelaku meliputi para pelaku seluruh proses pengadaan, perawatan, perbaikan, pengelolaan, pelengkapan, dan perdagangan keris, serta peneliti, pengamat, peminat, dan organisasi perkerisan.

Regenerasi penikmat meliputi alih gernerasi apresian atau pengguna keris di kalangan masyarakat. Transformasi keris dan perkerisan harus disertai dengan tindakan transgerenasi atau alih generasi.

Alih generasi keris dan perkerisan harus menjadi upaya strategis secara kebudayaan karena dengan kuatnya arus regenerasi pelaku dan pengguna keris akan menyebabkan keris dan perkerisan makin inklusif, wilayah pengetahuan terbuka untuk semua kalangan masyarakat. Keris dan perkerisan menjadi pengetahuan publik, baik dalam praktik pengadaan dan transaksinya maupuan dalam pengetahuan dan wacana budayanya.

Regenerasi keris dan perkerisan, sebagai paket strategi kebudayaan, perlu didesain. Mungkin malah bisa dalam wujud “rencana induk pengembangan keris”, yang fokusnya pada proses regenerasi multidimensional atas pelaku dan apresian. Tentu saja bisa dilaksanakan melalui kerja-kerja sederhana melalui gerakan regenerasi pelaku dan apresian keris dan perkerisan.

Contoh, adanya gerakan alih bentuk keris melalui kompetisi terbuka desain keris yang melibatkan generasi terkini, diteruskan alihgenerasi teknik proses pewujudan dari desain pemenang kompetisi.

Proses pembuatan desain pemenang di besalen melibatkan generasi terkini dengan bimbingan generasi berpengalaman. Tentu saja, bisa dipadukan dengan gerakan alih yang lain, tidak sebatas alih bentuk. Bahkan kalau perlu dipikirkan pula gerakan alih prasyarat pembuatan keris dari dimensi spiritualitas mistis menjadi kesiapan batin yang bersifat psikologis.

Jadi, menurut Godod, dunia keris dan perkerisan, butuh integrasi beragam proses transformasi dan beragam proses transgenerasi. Suatu gerakan perubahan dengan desain perencanaan yang utuh dan matang sebagai strategi kebudayaan. Tanpa tindakan transformasi dan transgeranasi, keris dan perkerisan hanya akan berputar-putar pada keterulangan wacana mapan warisan masa lalu.

Diharapkan para seniman ataupun yang peduli dengan keris turut serta menanamkan rasa cinta dan peduli dengan keris untuk generasi penerus kita.

Tentang Godod Sutejo

Godod Sutejo adalah pelukis dan pemerhati keris yang tinggal di Yogyakarta. Godod Sutejo lahir tanggal 12 Januari 1953 pada pukul 06.45, 26 ‘ Bakda Mulud, Wuku Madangkungan, tahun Ehe 1884, Mangsa Kapitu di Dusun Tameng, Kelurahan Girikikis, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah.

Pendidikan, SD hingga SMA di Wonogiri, Jawa Tengah. Tahun 1972 – 1977 mengenyam pendidikan di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta dan lulus Sarjana Muda (BA). Lanjut tahun 1979 – 1982 Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (Institut Seni Indonesia), lulus Sarjana (Drs).

Tahun 1975 sampai dengan 1991 menjadi penghuni Pasar Seni Jaya Ancol Jakarta, 15 kali pameran tunggal dan ratusan kali pameran bersama. Aktif berkesenian dan nguri-uri upacara adat, di antaranya Kembul Sewu Dulur di Bendung Kayangan Pedoworejo Kulon Progo, bersama Bpk. Mahyar membuat acara Beber Seni selama 13 tahun di Yogyakarta, Jambore Seni Rupa di Ancol Jakarta selama 4 kali, serta pernah menjadi panitia FKY seksi Pasar Seni (Bursa Seni) dan seksi Pameran Seni Rupa. (PR)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *