Entertainment
Kembalikan FFI ke Wartawan
JAYAKARTA NEWS – Seusai masa kepengurusan Lukman Sardi sebagai Ketua Komite Seleksi Festival Film Indonesia (FFI) 2018-2020, banyak suara dan pengamat film yang mengimbau agar FFI dikembalikan ke khittah-nya, yaitu wartawan.
“Wartawan itu founder FFI. Wartawan sebagai pelaku, bukan pelengkap ” ujar Wina Armada Sukardi SH, pengamat dan kritikus film dalam pertemuan ramah tamah dengan Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru (PMMB), Ahmad Mahendra di kantornya, Kemdikbud, Jakarta, Selasa (23/2).
Dikatakan Wina Armada yang mantan Ketua Dewan Pers dan PWI Jaya ini, dalam sejarahnya wartawan yang bikin FFI. Sejak 1955, FFI pertama terselenggara berkat perjuangan Usmar Ismail, wartawan Star News dan Bapak Perfilman Indonesia.
“Sejak FFI ditangani Badan Perfilman Indonesia (BPI) yang kini demisioner, enggak bersahabat dengan wartawan. Bahkan, wartawan enggak pernah dilibatkan sebagai kepanitiaan, juga menjadi juri,” beber Wina Armada.
BPI memang ada di UU Perfilman, dan anggotanya diangkat oleh Keppres. Masalahnya, badan hukum BPI dalam Undang Undang tidak jelas dan kontroversial. “Mereka hanya swasta mandiri, tapi badan hukumnya diubah. Dan dijadikan perkumpulan oleh mereka. Turunannya hibah dari negara hanya boleh sekali. Karena BPI berbadan hukum perkumpulan. Bisa kena korupsi kalau menerima bantuan,” imbuhnya.
Di sisi lain, kewenangan BPI mengadakan FFI dan membuat film sendiri. Ihwal membuat FFI bukan lantas mencaplok FFI, seharusnya BPI membuat festival film sendiri dan memasarkan film Indonesia ke luar negeri. Mereka malah tidak lakukan.
“Dua tahun lalu kita para wartawan akan memboikot dan menggugat, tapi urung,” urai Wina lagi. Sekali lagi Wina juga mengingatkan banyak problem hukum yang membahayakan pihak pemberi dana dan itu harus segera diselesaikan.
“Kita enggak anti dan sentimen sama BPI, tapi BPI menjadi benalu dalam otoritas film Indonesia. Kalau inspektorat jeli dan orang Kejaksaan Agung meneliti, bisa bahaya BPI,” tegas Wina.
Kritikus film ini juga menekankan bahwa arogansi BPI luar biasa. Sebagai perkumpulan yang demisioner, tidak boleh ambil keputusan. Sejak ada BPI, pergerakan film Indonesia menjadi stagnan. “Kita bukan pengemis yang minta dilibatkan. Bayangkan, FFI diklaim milik asosiasi. Silakan bawa ke muka hukum, kita sanggup hadapi. Biar hukum yang memutuskan, siapa selama ini yang keliru atau benar,” tandas Wina Armada menyudahi pertemuan ini.
Dalam pertemuan tersebut, selain Wina Armada, juga ikut hadir 7 wartawan senior yang tergabung dalam Tim 7. Pertemuan dan pertemuan lagi akan digelar untuk menindaklanjuti pertemuan pertama. Semoga pertemuan membawa kesan dan menjadi sejarah bahwa kiprah wartawan dalam membangkitkan perfilman nasional sangat besar. (pik)