Kesehatan
Harapan Baru Bagi Penderita HIV/AIDS
SEBUAH penelitian yang dilakukan Universitas Bristol, Inggris, memberi harapan baru bagi mereka yang terinveksi virus HIV/AIDS. Selama ini, virus HIV seolah menjadi kabar mau bagi mereka yang terinveksi.
Banyak ragam sebab atau aktivitas yang menyebabkan seseorang terinvensi HIV. Memang, pada umumnya penderita HIV/AIDS adalah mereka yang berkiblat pada perilaku seks bebas tanpa menggunakan pengaman saat berhubungan seks. Seks bebas dapat berarti berhubungan seks dengan lawan jenis, namun sering berganti pasangan.
Kelompok yang berisiko tinggi adalah pekerja seks dan laki-laki beristri yang “demen” jajan. Dari laki-laki yang suka jajan ini, berpotensi menularkan HIV/AIDS kepada istrinya yang setia menjaga hubungan baik dengan pasangan resminya itu, juga pada janin yang dikandung si istri yang dikhianati tersebut.
Kelompok berisiko lainnya adalah pemakai narkoba, terutama yang menggunakan jarum suntik. Kecerobohan pemakai narkoba membuang jarum, bisa menyebabkan keluarga mereka atau orang lain yang tidak bersalah, terinveksi HIV, bila mana tertusuk jarum yang membawa virus HIV dari pemakai narkoba. Situasi seperti ini, bukan tidak mungkin terjadi, dan memang kasus semacam ini pernah terjadi di Jakarta.
Riset yang dilakukan oleh Universitas Bristol, memberi harapan hidup yang lebih lama bagi penderita AIDS/HIV. Hasil riset tersebut menggambarkan, orang dewasa muda usia dan positif terinveksi HIV, punya haarapan hidup yang lebih panjang 10 tahun. Catatannya, mungkin karena riset ini dipusatkan di negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat, maka “bonus” panjang umur itu berkenaan dengan wilahan tersebut pula. Terapi antiretroviral akan memberi peluang penderita HIV berumur 10 tahun lebih panjang dari dugaan sebelumnya.
Dengan demikian, harapan hidup penderita HIV sama halnya dengan mereka yang tidak terkena virus tersebut, demikian informasi yang ditulis di Jurnal kedokteran, The Lancet. Para ahli mengatakan, kemungkinan adanya perbaikan tersebut, karena terjadi lebih sedikit peralihan ke kombinasi obat yang beracun, dengan lebih banyak pilihan obat untuk orang yang terinfesi turunan virus HIV yang resisten terhadap obat, dan lebih tingginya tingkat kepatuhan untuk menjalani perawatan.
“Penelitian kami menggambarkan sebuah kisah keberhasilan bagaimana perawatan HIV yang lebih baik digabungkan dengan penyaringan, pencegahan, dan perawatan masalah kesehatan yang diasosiasikan dengan infeksi HIV dapat memperpanjang usia,” tutur Adam Trickey, pemimpin proyek penelitian tersebut.
Antiretroviral (ART) digunakan pertama kali secara massal pada pertengahan dekade 1990-an. Terapi ini memadukan tiga obat atau lebih, yang dimaksudkan untuk mencegah replikasi virus HIV. Riset memperlihatkan, dengan terapi seperti itu, maka penderita dapat dibantu bagaimana sistem tubuhnya dapat mencegah dan memperbaiki kerusakan pada sistem kekebalan tubuh akibat intervensi virus HIV. Terapi ini juga memungkinkan untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut ke masa mendatang.
Tidak salah kalau WHO merekomendasikan terapi ART , untuk segera diberikan begitu ada laporan seseorang telah didiagnosa positif terinfeksi HIV.
Dalam risetnya, para peneliti menganalisis studi di 18 negara Eropa dan Amerika Utara, dengan melibatkan 88.504 orang dengan HIV. Mereka mulai menjalani terapi ART semenjak tahun 1996 hingga tahun 2000.
Berdasarkan hasil riset tersebut, diketahui bahwa tingkat kematian di antara orang yang menjalani perawatan tersebut lebih rendah selama tiga tahun pertama masa perawatan, dibandingkan dengan mereka yang menjalani perawatan antara tahun 1996 dan 2007.
Trickey mengungkapkan, ketika tim riset ini mengamati kematian, khususnya yang disebabkan oleh AIDS, tingkat kematian selama masa perawatan antara tahun 1996 dan 2010 menurun. Hal ini diduga karena lebih banyak obat yang lebih efektif yang dipakai untuk pengobatan tersebut dalam upaya memperbaiki sistem kekebalan tubuh yang digerogoti HIV.
Para peneliti menyebutkan, antara tahun 1996 dan 2013, angka harapan hidup dari orang dewasa yang berusia 20-tahunan yang mendapat perawatan. Hal itu karena penyebaran HIV meningkat sembilan tahun untuk wanita dan 10 tahun untuk pria di negara-negara anggota Uni Eropa dan Amerika Utara.
Dengan demikian, angka harapan hidup mereka yang berusia 20-tahunan, yang mengawali terapi ART dari tahun 2008 dan seterusnya , dan memberikan respon yang baik terhadap terapi itu, akan memiliki angka harapan hidup mendekati angka harapan hidup populasi secara umum, yaitu 78 tahun.
Peneliti juga mengingatkan, bahwa tidak semua pasien mendapatkan manfaat. Sayangnya, angka peningkatan harapan hidup tersebut tidak tampak pada seluru orang yang terinveksi HIV. Melihat kenyataan seperti itu, Trickey menekankan pentingnya pencegahan, sementara untuk usaha perawatan, difokuskan pada kelompok-kelompok yang berisiko tinggi. ***