Connect with us

Kabar

PHK Massal 143 Karyawan PDJT Kota Bogor Efek Dominasi Kuasa Berlebihan

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Penyelesaian kasus gaji dan pesangon 39 karyawan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor yang belum dibayar memasuki babak akhir pada Sidang Penyelesaian sengketa upah dan pesangon di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Bandung, Rabu (3/5) hari ini.

Sidang yang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Jan Manoppo, SH MH memeriksa keterangan dua orang saksi. Sementara pihak penggugat dan tergugat masing-masing diwakili pengacaranya. Pihak penggugat adalah 39 orang karyawan PDJT Kota Bogor sedang pihak tergugat PDJT.

Dari pihak saksi yang dihadirkan masing-masing mantan Direktur Utama PDJT Tahun 2011-2015, Ir. Yonathan Nugraha serta mewakili karyawan dihadirkan pengemudi bus Wawan Hermawan. Menjawab pertanyaan Majelis Hakim, Wawan mengaku mengetahui semua karyawan diminta untuk mengambil dan mengisi formulir pengunduran diri.

Alasan Pelaksana Tugas Direktur PDJT saat itu, Dra Rahmawati untuk karyawan dapat mengambil Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Tenaga Kerja Bogor. Hasil dari uang dimaksud menurut pengakuannya dipakai untuk melunasi hutang karyawan di Bank Jabar Banten Bogor.

“Saya sedang tugas mengemudi tiba-tiba dapat telepon dari kantor untuk segera merapat. Saya diminta untuk mengundurkan diri. Ternyata teman-teman lainnya saya dengar sama juga,” keluh pengemudi yang sudah sembilan tahun bekerja di perusahaan daerah transportasi itu.

Anggota Majelis Hakim yang mewakili serikat pekerja Iman Firmansyah ketika mendengar jawaban soal hak karyawan yang diperoleh saat dipensiunkan, terlihat terperanjat seolah tidak percaya. “Jadi saksi dipensiunkan tidak terima apa-apa,” tanya ulang hakim ad hoc itu tampak penasaran.

Selama jalannya sidang yang berlangsung tidak lama, hanya sekitar satu jam itu, banyak pandangan dan pendapat diungkap. Dan yang paling mengejutkan Majelis Hakim adalah soal pengunduran diri serentak dan massal. Selain waktu dikeluarkannya sama, terkesan ada relasi kuasa dari pihak perusahaan. Tidak terlihat upaya perundingkan dengan karyawan.

“Ini menejemen ugal-ugalan dari direksi. Sangat tidak profesional,” tegas pengacara karyawan Roy Sianipar SH,MH kesal.

Selain tidak taat atas ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang ada, terkesan direksi dituding tidak paham soal ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Mestinya karyawan menyampaikan pengunduran diri secara tertulis kepada perusahaan minimal 30 hari sebelum SK diterbitkan. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 35 Tahun 2021 tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

Penasehat Hukum karyawan lainnya, Asep Rohman SH senada dengan Roy. Dia mempertanyakan keseragaman tanggal dan konsep surat yang sama persis bagi 143 karyawan. Pengacara asal Bandung itu melihat dominasi kuasa secara berlebihan atas karyawan.

Penasehat Hukum PDJT Suprapto SH dan Kusno SH lebih mencecar ke wakil karyawan. Mereka mencoba mempertanyakan sejauh mana pengetahuan Wawan soal adanya perintah pemutusan hubungan kerja sepihak.

Wawan memang sedikit terbawa suasana tegang, sehingga sering pertanyaan dari pihak tergugat dan majelis hakim terpaksa diulang-ulang.

Sebelum Majelis Hakim menutup sesi sidang, Ketua Majelis Hakim memberi jadwal sidang berikutnya dengan materi kesimpulan dari para pihak. Setelah itu, dilanjutkan pekan berikutnya dengan sidang putusan. (Gus/Nat)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *