Kabar
Muffidha Alkatiri: Gedung Cyber harus Jadi Objek Vital Strategis Nasional, Perlu Pengamanan Ekstra Ketat
JAYAKARTA NEWS— Kebakaran pusat data digital di Gedung Cyber 1, Jakarta Kamis (2/12) memukul ekonomi digital yang saat ini sangat strategis menjadi pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu pemerintah perlu segera menetapkan gedung-gedung penyimpan server digital sebagai objek vital strategis nasional. Hal ini disampaikan konsultan digital dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), Muffidha Alkatiri kepada pers di Jakarta, Jumat (3/11).
“Presiden Jokowi berkali-kali mendorong kebangkitan ekonomi digital agar bisa bersaing di dunia global. Kebakaran Gedung Cyber adalah cermin kelemahan pengamanan terhadap penyimpanan data cyber Indonesia. Saatnya pak Jokowi menetapkan objek vital strategis pada gedung-gedung penyimpan server. Jangan terlambat. Jangan lagi ada kebakaran,” tegasnya.
Bahkan menurutnya server adalah urat nadi semua aspek kehidupan bukan hanya ekonomi tapi juga roda pemerintahan.
“Seharusnya gedung-gedung cyber semacam itu dibawah kewenangan TNI-Polri karena berhubungan langsung dengan pertahanan dan keamanan yang membutuhkam penjagaan ekstra ketat,” tegasnya.
Jadi sudah saatnya pemerintah menurutnya menyusun sebuah sistim pertahanan dan keamanan nasional yang strategis dan kuat bagi pengamanan gedung-gedung penyimpan server.
“Di negara-negara maju gedung penyimpan server berada dalam sistim pertahanan keamanan lengkap dengan alat pemadam kebakaran. Karena mereka sadar bahwa dunia digital adalah keniscayaan dimasa depan. Di Indonesia, kayaknya hanya pak Jokowi yang sadar hal ini, tapi bawahannya belum bisa mengimplementasikannya,” jelasnya.
Muffida juga mengingatkan bahwa dengan beberapa kejadian yang berurutan belakangan ini pemerintah perlu segera mengevaluasi sistim pengamanan objek vital stategis nasional.
“Semua kejadian berurut berdekatan dari kebakaran di kilang minyak Cilacap yang pasti memiliki pengamaman VVIP. Karena semua kilang migas statusnya objek vital. Kemarin Gedung Cyber dengan mudah terbakar. Jangan ada lagi deh. ” tegas.
Muffidha menghitung kerugian yang dialami akibat kebakaran gedung penyimpan data di Jakarta itu. Setidaknya semua perusahaan digital yang menyimpan server digedung itu mengalami stuck atau penundaan transaksi.
“Kerugian bisa meluas jika tidak segera diperbaiki. Bisa dibayangkan kalau sampai memukul semua unicorn dan decacorn Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan setidaknya terdapat tiga Anggota Bursa (AB) yang tidak dapat melakukan transaksi akibat kebakaran di Gedung Cyber 1 di Mampang, Jakarta Selatan.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Laksono Widodo, mengatakan broker tersebut terkendala perdagangannya akibat kebakaran tersebut.
“Ada dua broker yang terkendala karena kebakaran ini dan satu broker yang self suspend. Yang lain berjalan normal,” kata Laksono di Jakarta, Kamis (2/12/2021).
Akibat kebakaran ini, bursa juga telah memberikan peringatan kepada para broker untuk mengantisipasi hal yang bisa disebabkan oleh kebakaran tersebut.
Dalam pengumuman yang disampaikan BEI kepada broker, dijelaskan bahwa terjadi kebakaran di main site (area kerja) bursa, namun perdagangan masih tetap berlanjut dari main site bursa. Namun, BEI meminta para broker untuk memantau koneksi perdagangannya masing-masing.
“Bagi AB yang terdampak mohon melakukan aktifasi drc dan menginformasikan ke Bursa,” tulis pengumuman tersebut.
Dikabarkan juga beberapa perusahaan terdampak atas kebakaran tersebut seperti
Ajaib, Indo Premier Sekuritas (IPOT), Rumahweb Indonesia, Tix-ID dan MTix, Niagahoster, Shopee, Qword and Godenfast dan Bank Neo. ***/ebn