Connect with us

Kabar

Latihan Kebencanaan, Tiru Jepang

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Hari kedua Rakornas Penanggulangan Bencana 2021, menghadirkan dua menteri: Menko Maritim dan Investasi, Luhur Binsar Panjaitan, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Banyak catatan penting yang seyogianya segera diturunkan menjadi program kerja, utamanya bagi para kepala daerah.

Salah satunya adalah ihwal latihan kebencanaan. Sebagai negara dengan letak geografis rawan bencana, maka sudah seharusnya semua pihak aware, peduli, dan selalu memikirkan keselamatan rakyat.

“Kita harus memperbanyak latihan mitigasi bencana. Contohnya Jepang. Di sana, latihan-latihan kebencanaan itu hal biasa, jadi jangan dipandang aneh kalau kita juga mengadakan latihan-latihan kebencanaan. Tiru Jepang. Di sana, masyarakatnya dilatih sigap dan tanggap bencana bahkan sejak anak-anak. Kalau ada peringatan sirine seperti ini, mereka harus lari ke mana. Ada sirine begitu, apa yang harus mereka lakukan,” papar Luhut.

Gerakan mitigasi harus dilakukan semua pihak, mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. “Kalau ada perintah penataan wilayah atas nama mitigasi bencana, maka semua harus patuh. Pejabatnya patuh, rakyatnya patuh, pengusahanya patuh, supaya kelak tidak ada korban jika terjadi musibah,” kata Luhut.

Ia memberi contoh peristiwa gempa disusul tsunami dan likuifaksi di Palu. Sesuai penelitian, Sebagian wilayah di sana rawan bencana. Jadi, jangan ngotot membangun.

“Jangan pula bilang, sudah sepuluh tahun aman-aman saja. Jangan! Sebab, kita tidak pernah tahu kapan bencana berulang itu terjadi. Jangan sampai ada pejabat abai dan ringan tangan mengeluarkan izin. Ingat, kalau sampai gara-gara izin itu kelak jatuh korban, maka pejabat pemberi izin akan diminta pertanggungjawaban dunia-akhirat,” tambah Luhut.

Pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 93 tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS). Pemerintah pusat termasuk semua kementerian dan lembaga harus bahu-membahu dengan pemerintah daerah untuk impementasi Perpres itu.

“Jangan sampai ada ego sektoral. Jangan punya pikiran ‘saya yang berkuasa’. Tanpa bantuan lembaga lain, Anda tidak akan paripurna dalam bekerja,” tegas Luhut.

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020 – 2024 tengang Peningkatan Ketahanan Bencana dan Iklim. Indikatornya persentase potensi kehilangan PDB akibat bencana menjadi 0,10 persen PDB pada tahun 2024.

“Kecepatan penyampaian informasi peringatan dini bencana kepada masyarakat harus turun dari lima menit di tahun 2019 menjadi tiga menit pada tahun 2024,” kata Luhut.

Keberhasilan penanggulangan bencana di Tanah Air hanya bisa dilakukan melalui Kerjasama Pentahelix. Kerja sama antara pemerintah (pusat dan daerah), para pakar/akademisi, pengusaha, komunitas/masyarakat, dan media.

“Jangan hanya berpikir membangun infrastruktur, tapi mengabaikan mitiagsi kebencanaan. Percuma infrastruktur dibangun, jika kelak runtuh diterjang bencana,” tandas Luhut.

Ke depan, sistem informasi kebencanaan harus disinergikan. Ini penting, kata Luhut, untuk kecepatan antisipasi oleh semua pihak. “Jangan tinggalkan kata integrasi. Harus holistik,” tegasnya.

Luhut juga menyitir sebuah kisah pembicaraannya dengan John Carrey, mantan Menlu AS yang sekarang menangani Climate Change di era kepemimpinan Presiden Joe Biden. “Saya sampaikan tentang vegetasi mangrove. Sebab, ini sudah proven. Jangan anggap enteng peran mangrove. Dan presiden juga sudah perintahkan itu,” katanya.

Tahun ini, kata Luhut, pemerintah akan melakukan penanaman mangrove di 150 hektare wilayah pesisir rawan bencana di seluruh Indonesia. Program ini harus berkesinambungan sehingga kelak, semua pantai rawan bencana terdapat hutan mangrove yang terbukti mampu mereduksi dampak tsunami. (rr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *