Connect with us

Feature

Gaza VS Israel: Pertikaian yang Sangat Berbahaya

Published

on

BEKASI – Pertikaian di perbatasan Gaza – Israel sudah berlangsung sejak awal Maret 2018 lalu, atau protes Pawai Besar untuk Pulang. Sejak saat itu, Palestina menyatakan sudah 157 orang tewas dan ribuan luka. Disisi lain, persenjataan yang terlibat juga makin berat, apalagi ditambah rangkaian ‘gencatan senjata’ runtuh bagai istana pasir tergerus ‘ombak kekerasan’ yang terus mendera.

Kekerasan di perbatasan Gaza – Israel juga makin menyulitkan upaya perbaikan penghidupan bagi sekitar 2 juta warga Gaza, yang berasal dari Israel dan terusir dari tanah mereka sejak 1948 lalu. Upaya PBB bersama Mesir untuk kembali menetapkan gencatan senjata telah memberi sinyal positif. PBB juga menyebutkan sudah tersedia dana ratusan juta dolar, yang akan segera dikucurkan untuk Gaza setelah ada kestabilan situasi. Dana ini diperuntukkan bagi pengembangan ekonomi di Gaza.

Namun, pertikaian di perbatasan juga merupakan upaya ‘diplomasi’ Israel lawan Hamas, penguasa Gaza, akan soal keamanan, ekonomi, dan juga pertukaran tawanan. Kekerasan jadi usaha kedua belah pihak untuk memaksa pihak lainnya memberi konsesi lebih.

Selain itu, pemerintahan PM Benyamin Nentanyahu dan Hamas juga tidak ingin mengulang perang besar tahun 2014 lalu. Saat itu, Israel mengelar operasi ‘Operation Protective Edge’, yang berhasil mengancurkan sebagian besar roket, sebanyak sekitar 12.000 roket, yang ditambakkan Hamas ke wilayah Israel Selatan. Gaza sendiri menderita serangan udara besar-besaran, yang menyebabkan banyak korban di pihak Palestina. Namun perang besar, seperti tahun 2014, itu dihindari oleh Israel karena beban ekonominya — miliaran dolar AS harus dikeluarkan berupa peralatan perang dan kerugian ekonomi lain. Di pihak Palestina sendiri, perang besar akan makin menghancurkan infrastruktur dan selalu ada kemungkinan Hamas jatuh dan kehilangan kekuasaan di Gaza.

Pertikaian makin meningkat dengan harapan pihak lawan akan mundur. Peningkatan kekerasan bersenjata terlihat pada saat militant Gaza mulai menggunakan bom layangan dan balon, yang ditujukan untuk membakar polisi Israel dan hutan pada bulan April lalu. Pada bulan Mei, mereka menembakkan 188 roket dan mortir ke Israel selatan, serangan roket terbesar sejak 2014 lalu. Kemudian di bulan Juni, bom-bom balon diterbangkan menuju Israel. Bulan Juli, sekitar 200 roket kembali diluncurkan Hamas hanya dalam satu hari dan penembak jitu berhasil membunuh satu tentara Israel di perbatasan.

Tentu saja respon Israel juga makin meningkat, Pertama-tama pihak militer ‘menjinakkan’ bom layangan dan balon dengan menerbangan drone, yang mencegat kedua jenis bom itu. Pada bulan Juni, Israel mulai memberikan tembakan peringatan kepada kelompok-kelompok pemrotes, yang melancarkan serangan bom layangan. Namun pada bulan Juli, tentara Israel langsung menembak pemrotes yang melancarkan serangan bom layangan dan balon, sehingga satu meninggal dan beberapa cedera. Ditambah dengan serangan udara, yang tercatat menjatuhkan sekitar 50 ton bom ke Gaza pada 14 Juli lalu. Sebelumnya, serangan udara hanya dilancarkan jika Hamas melepaskan roket, tapi sekarang serangan bom layangan-pun dibalas dengan serangan udara.

Retorika di kedua belah pihak juga semakin panas, Hamas, sejak minggu lalu, mengumumkan pasukannya sudah siaga penuh. Sementara Israel, salah satu menteri kabinetnya, menyatakan negeri Yahudi itu sudah menyiapkan militer untuk melakukan operasi besar. PM Netnyahu sendiri mengatakan situasi saat sekarang ini merupakan ‘uji nyali’.

Bagian penting dari konflik perbatasan Gaza dan Israel ini adalah ‘hilangnya kontrol’. Sangat terlihat Hamas berusaha keras untuk tidak meningkatkan konflik jadi perang terbuka.

Hamas sebagai penguasa Gaza mulai kehilangan kontrol terhadap sejumlah kelompok militant lainnya, seperti Jihad Islam. Pada Mei lalu, dilaporkan serangan roket sebenarnya dimulai oleh Jihad Islam dan barulah Hamas juga ikut meluncurkan serangan. Kemudian, gencatan senjata yang dimulai 21 July bubar pada tanggal 25 Juli akibat seorang tentara Israel cedera kena tembak anggota militant Palestina dari kelompok lain dan bukan Hamas. Kemudian Jihad Islam menumumkan gencatan senjata berakhir dan melancarkan serangan roket ke Israel.

Disisi perbatasan, Israel juga bisa kehilangan kontrol juga. Pernyataan-pernyataan dari menteri pendidikan yang mengatakan militer sudah siap melancarkan operasi militer makin memperkeruh situasi. Serangan udara, yan meleset, juga bisa memicu konflik jadi perang terbuka. Jika ada bom jatuh di wilayah penduduk padat di Gaza dan bukannya di bengkel roket Hamas atau Jihad Islam akan memicu konflik besar.

Mudah-mudahan baik Israel dan Hamas mulai menarik diri dan menurunkan tingkat kekerasan di perbatasan Gaza. Jika kekerasan terus berlanjut maka tinggal tunggu waktu saja, satu insiden saja, bisa memicu perang besar di kawasan itu — satu hal yang tidak kita inginkan bersama.

 

 

Sumber informasi: reuters.com

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *