Feature
Andong Kosong, Bengong
MALIOBORO jantung Yogyakarta. Andong penghiasnya. Jenis angkutan ini, setiap hari bisa kita dapati berjejer di sisi kanan Jalan Malioboro. Saat weekend atau bertepatan hari libur nasional, lebih-lebih saat Lebaran, jarang sekali kita dapati andong di Malioboro. Peminat wisata andong, harus rela antre.
Beda dengan hari biasa. Seperti saat jayakartanews berkunjung ke Yogyakarta baru-baru ini. Tampak banyak kusir andong duduk bengong karena seharian andong kosong. Rakidi, sais delman berusia 69 tahun dan sudah 48 tahun menarik andong, termasuk satu yang sedang bengong. “Dari jam 9 pagi sampai siang ini saya belum dapat penumpang. Sepiii…” ujarnya. Padahal sekitar tiga jam lagi, dia sudah harus pulang. “Saya di sini sampe jam empat sore. Kadang-kadang, pulang tidak bawa apa-apa,” kisah kakek delapan cucu ini.
Dulu, mereka selain mengangkut wisatawan, ada kalanya memang disewa sebagai angkutan untuk berpindah dari satu tempat ke tujuan yang lain. “Sekarang, praktis kami hanya mengandalkan turis. Dan peminat andong tidak sebanyak dulu,” keluh Rakidi.
Hal senada diungkapkan Tjipto Sudarmo. Lelaki 79 tahun ini bahkan sudah “berkarier” sebagai penarik andong selama 52 tahun, dan belum ada cita-cita pensiun. Kakek tiga orang cucu ini dengan suara pelan mengatakan, “Kadang narik, kadang tidak. Sekarang ini saja masih kosong,” bisik Pak Tjipto sambil tersenyum.
“Sekarang ini memang sulit mendapatkan penumpang, bu…” celetuk seorang kusir yang terlihat muda, Mariono (43). Menurut sais junior ini, sekarang peminat andong paling-paling 1:10. “Tidak semua orang suka delman,” tandas Mariono sambil menjelaskan, “ Mereka suka bilang bau kalau naik dokar. Bau…bau…katanya,” cerita Mariono sambil memperagakan gaya menutup hidung. “Namanya hewan, ya bau tho,” kata Mariono disambut tertawa kedua seniornya, Rakidi dan Tjipto.
Menurunnya animo penunggang delman, memang bisa jadi karena faktor aroma tak sedap. Tapi boleh jadi karena tarif yang mereka patok Rp 80.000 hingga Rp 100.000 untuk keliling jalan Malioboro, memutar kiri ke Gondomanan, belok kiri lagi ke arah Perwakilan, dan nanti masuk lagi ke Jalan Malioboro lewat Hotel Garuda.
Di hari biasa, bisa dua atau tiga kali keliling saja, mereka sudah sangat bersyukur. “Sudah berkah itu bu,” ujar Rakidi yang disetujui kedua temannya itu. “Tapi nganti saiki isih kosong, ha…ha…ha…,” celetuk Mardiono yang disambut tawa kedua seniornya itu….***
iyet
February 21, 2017 at 6:59 pm
KASIHAN YAAA. MENURUT AKU BUKAN KARENA BAU TAPI KEMAHALAN KALEE