Connect with us

Buku & Sastra

Puluhan Penyair “Pulang ke Kampung Nenek”

Published

on

Dr Sutoro Eko, Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta dan buku antologi puisi "Pulang ke Kampung Nenek".

YOGYAKARTA, JAYAKARTA NEWS – Tak kurang dari 66 penyair berbagai kota di Indonesia, menulis puisi dengan tema desa. Kumpulan puisi itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul “Pulang ke Kampung Nenek”.

Antologi puisi itulah yang menjadi tema sentral Sastra Bulan Purnama edisi ke-146, pada hari Sabtu, 18 November 2023. Acara digelar mulai pukul 15.00 di Kampus STPMD “APMD”, Jl. Timoho, Baciro, Yogyakarta. Tajuk acaranya “Bulan Purnama di Desa Timoho”.

Dr Sutoro Eko, Ketua STPMD “APMD” mengatakan, para sahabat penyair bukan hanya membentuk masyarakat puisi yang selalu hidup, tetapi juga melakukan perjumpaan dengan desa dan kampus. Utamanya Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”.

Perjumpaan adalah bentuk connecting people yang penting untuk merajut dan mempertahankan tradisi agung masyarakat (society), di tengah arus kuasa modernisme, digitalisme, dan milenialisme. Sebuah nilai dan tatanan baru yang ada kalanya membentuk kolonisasi ruang publik sekaligus menciptakan kabut tebal kedaulatan. 

“Perjumpaan antara puisi dan desa pasti menghadirkan kesan romantisme yang menampilkan keindahan desa. Berbeda dengan frasa ‘kebodohan kehidupan desa’ yang ditulis Karl Marx, untuk menandai moda produksi Asiatik. Frasa keindahan desa adalah ekspresi tradisi Asia, sebagaimana dihadirkan oleh Kaisar Meiji ketika dia melancarkan restorasi Jepang yang mengambil kembali budaya, tradisi dan nilai dari desa,” papar Sutoro Eko yang pernah menjadi salah satu Tim Ahli pembentukan UU Desa itu.

Rini Intama (Tangerang), Nia Samsihono (Jakarta), Sri Surya Widati (Yogyakarta).

Para Penyair

Nama-nama penyair kondang akan hadir. Tak hanya hadir, tetapi juga membacakan puisi. Mereka antara lain Nia Samsihono (Jakarta), Rini Intama (Tangerang), dan Bambang Widiatmoko (Bekasi).

Berikutnya, ada nama penyair Yonas Suharyono (Cilacap), Gunoto Sapari (Semarang), Selsa (Temanggung), Wicahyanti (Magelang), Dimas Indiana Senja (Purwokerto), dan Sus S. Harjono (Sragen). Dari Jawa Timur ada nama-nama seperti Arieyoko (Bojonegoro), Matroni Muserang (Sumenep), Tjahjono Widarmanto (Ngawi), dan Suyitno Ethex (Mojokerto).

Dari Yogyakarta, hadir penyair Afnan Malay, Sutirman Eka Ardhana, Masduki Atamimi, Marjuddin, Marwanto, Yuliani Kumudaswari, Mustowa W. Hasyim, Eko Winardi, Salama Elmie, Fauzi Absal (Yogyakarta), dan sejumlah nama lain.

Yuditeha, penyair dari Karanganyar akan menggarap puisinya menjadi lagu. Sementara puisi Joshua Igho akan dinyanyikan oleh Sashmytha Wulandari, diiringi permainan keybord oleh Joshua Igho.

Selain para penyair yang akan tampil, akan ada pembaca tamu Sri Surya Widati. Dia adalah Bupati Bantul Periode 2010-2015. Penampilannya akan diiringi permainan musik Doni Onfire bersama grupnya ‘Selamat Sampai Tujuan’.

Yang menarik, di antara nama penyair yang hadir, terdapat alumni STPMD “APMD”. Selain aktif sebagai penyair, ada yang berprofesi sebagai wartawan. Ada juga yang pernah menjadi anggota KPUD dan sekarang menjadi anggota Bawaslu daerah.

Sastra di Kampus

Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama menyebutkan, perguruan tinggi memang perlu membuka ruang untuk sastra, Menurutnya, karya sastra mengajak pembacanya untuk berpikir sekaligus mengasah rasa kemanusiaan.  

“STPMD yang memiliki perhatian pembangunan masyarkat desa mempunyai kepekaan untuk mengajak sinergi dengan para penyair. Lebih asyiknya lagi para penyair diminta menulis puisi dengan tema desa, sehingga terdapat banyak puisi yang mengeksplorasi desa,” ujar Ons Untoro.

Joshua Igho, seorang penyair dan sering menggubah puisi menjadi lagu, yang bertindak sebagai kurator mengatakan, beragam ekspresi telah ditorehkan oleh 66 penyair. Penyair, dalam kapasitasnya sebagai manusia otonom, yang terlibat dalam antologi puisi ini, mencoba mengisahkan kembali pengalaman batin mereka tentang desa. Termasuk kehidupan masyarakatnya, tradisi yang berpuluh-puluh tahun dijalani, gambaran lanskap pedesaan, cerita legenda yang beredar, bahkan mitos-mitos yang selama ini diyakini mampu memengaruhi kehidupan sosial masyarakatnya.

“Meski begitu, tak sedikit pula yang mencurahkan kerisauan akan adanya perubahan suasana desa terkini dibanding suasana semasa mereka kanak-kanak. Ada juga ungkapan cinta ala anak desa yang polos, yang belum begitu mendalami makna cinta dan kehidupan,” kata Joshua Igho. (rr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *