Connect with us

Kolom

Menuju Wajah Ideal Transportasi Publik Jabodetabek 2029

Published

on

Oleh Djoko Setijowarno

Sebanyak 552 bus listrik dipesan Kementerian Perindustrian dari Program Insentif Kendaraan Listrik sebesar Rp 12,3 triliun. Bus itu diberikan untuk dioperasikan di 1.824 perumahan kelas menengah dan bawah di Kawasan Bodetabek guna mengisi kekosongan layanan angkutan umum di kawasan perumahan.

Terciptanya sistem transportasi perkotaan berbasis angkutan umum massal yang terintegrasi menjadi satu strategi utama meretas tantangan transportasi di Jabodetabek saat ini, yaitu tingginya penggunaan kendaraan pribadi, baik motor maupun mobil.

Integrasi layanan transportasi yang efektif, efisien, aman dan nyaman, serta terjangkau oleh masyarakat diharapkan mempu membuat pergerakan orang yang menggunakan angkutan umum massal di Jabodetabek mencapai 60 persen di akhir 2029 sesuai target Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).

Untuk mewujudkannya diperlukan fasilitas angkutan umum ke semua hunian di wilayah Jabodetabek yang berjumlah 2.010 kawasan perumahan. Harus diupayakan untuk menyediakan layanan berdasarkan tingkat keterjangkauan masyarakat yang dilihat dari harga tempat tinggal.

Adapun sasaran dalam jangka pendek Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) adalah perumahan kelas menengah ke atas yang jumlahnya 158 kawasan (harga per unit rumah di atas Rp 2 miliar). Layanan angkutan umum JRC (Jabodetabek Residence Connexion) baru ada di 23 perumahan kelas atas (19,7 persen).

Untuk perumahan kelas atas di DKI Jakarta, 30 perumahan tidak memerlukan penyediaan rute JRC dengan asumsi bahwa jaringan layanan angkutan umum di DKI Jakarta sudah sangat masif. Pasalnya layanan Transjakarta sudah dapat mengcover 88,2 persen wilayah Kota Jakarta. Di luar DKI Jakarta, terdapat 117 perumahan yang belum dilayani oleh rute JRC (80,3 persen), sehingga diperlukan upaya pengembangan rute baru.

Layanan Bus JR Connection bertarif Rp 20 ribu – Rp 25 ribu per orang tanpa subsidi. Bus JR Connection berangkat dari perumahan mewah menuju pusat aktivitas di Jakarta, seperti Kawasan Blok M, Kawasan Monas.

Jika menggunakan mobil pribadi, biaya yang dikeluarkan lebih mahal, sehingga memilih beralih ke Bus JR Connection. Sarana angkutan umum yang digunakan tidak berdesakan, tidak harus antre menunggu lama, berpendingin, tidak ada penumpang berdiri.

Masih ada 2.010 perumahan yang terdiri dari 268 perumahan kelas menengah (Rp 1 miliar – 2 miliar) dan 1.584 perumahan kelas bawah (kurang dari Rp 1 miliar). Di Jakarta terdapat 26 perumahan kelas menengah dan 2 perumahan kelas bawah. Jadi, tersisa 1.824 perumahan (242 perumahan kelas menengah dan 1.582 perumahan kelas bawah) yang harus dilayani angkutan umum.

Pergerakan Orang di Jabodetabek

BPTJ telah menetapkan quick win pengembangan rute angkutan umum berbasis jalan berdasarkan hasil analisis sketch planning atau rencana sketsa dari metode yang dikembangkan oleh World Bank.

Melalui quick win tidak hanya mengembangkan rute, akan tetapi juga feeder atau angkutan penghubung LRT Jabodebek dan Transjabodetabek. Quick win pengembangan rute angkutan umum merupakan salah satu upaya untuk mendukung program emisi dari sektor transportasi. Dalam mencapai target net zero emission tahun 2060 juga terus didorong pemanfaatan energi baru terbarukan.

Dalam Grand Desain Pengembangan Angkutan Umum Jabodetabek (2024), diperkirakan terdapat total lebih 75 juta pergerakan antar kecamatan di Jabodetabek setiap hari. Dari jumlah pergerakan yang masif tersebut, ada sembilan layanan angkutan umum berbasis jalan dan rel yang bersifat commuting dengan 6.583 simpul transportasi.

Bangkitan pergerakan (trip generation) terbesar berada di Kecamatan Kelapa Gading, Cengkareng, Cakung, Tambun Selatan, Duren Sawit, Kalideres dan Tanjung Priok. Sedangkan tarikan pergerakan (trip attraction) terbesar di Kecamatan Gambir, Menteng, Pademangan, Sawah Besar, Senen, Setia Budi, dan Tanah Abang.

Berdasarkan cakupan pelayanan transportasi publik sejauh 500 meter dari titik simpul, angkutan umum yang ada berpotensi melayani 7,97 juta atau 25,18 persen penduduk Jabodetabek. Dari 7,97 juta penduduk itu, 7,3 juta jiwa di antaranya atau lebih dari 65 persen penduduk DKI Jakarta berpotensi dilayani oleh angkutan umum massal di wilayah Jakarta.

Sementara untuk wilayah Bodetabek, hanya 656.000 jiwa atau kurang dari 5 persen penduduk Bodetabek yang berpotensi terlayani oleh angkutan umum massal. Upaya peningkatan layanan transportasi publik ini secara tidak langsung juga akan memperbaiki kualitas udara.

Tahun 2023, angkutan umum di Jabodetabek mengangkut sebanyak 2,454 juta penumpang per hari. Kecenderungan jumlah penumpang angkutan umum di Jabodetabek, jumlah penumpang Transjakarta mencapai 1,17 juta per hari.

Kemudian disusul KRL sebanyak 952.000 penumpang, MRT 278.955 penumpang, LRT Jabodebek 29.971 penumpang, LRT Jakarta 2.749 penumpang, Transjabodetabek 1.924 penumpang, JR Connection7.717 penumpang dan layanan Bus Trans Pakuan di Bogor 11.317 penumpang.

KRL Jabodetabek memiliki 5 koridor dengan panjang 231,83 km dan 81 stasiun. Selanjutnya, MRT Jakarta (1 koridor, 15,60 km dan 13 stasiun), LRT Jabodebek (2 koridor, 41,68 km dan 18 stasiun), LRT Jakarta (1 koridor, 5,77 km dan 6 stasiun).

BRT TransJakarta (39 koridor, 1.400,51 km dan 252 unit halte), feeder TranJakarta (64 koridor, 1.371,03 km , 5.872 halte/bus stop), TransJabodetabek (106 koridor, 4.632,41 km, 62 halte), Jabodetabek Residence Connection/JRC (59 koridor, 2.236,13 km dan 89 halte).

Jabodetabek Airport Connection/JAC (53 koridor, 2.577,21 km dan 53 halte), Trans Pakuan di Bogor (4 koridor, 98,70 km dan 136 halte) dan Kereta Cepat Whoosh (1 koridor, 142,30 km dan 1 stasiun).

Penguatan Kebijakan

Dalam membangun ekosistem transportasi publik, khususnya yang berbasis listrik atau baterai, pemerintah perlu menguatkan kebijakan dengan menetapkan transportasi publik sebagai prioritas wajib dan dasar pelayanan masyarakat.

Untuk itu, perlu ada revisi Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam revisi itu, perhubungan harus masuk kebutuhan dasar. Revisi perlu menyertakan penguatan peraturan daerah angkutan umum, yaitu 5 persen untuk angkutan umum. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri perlu memasukkan pedoman untuk mencari pembiayaan angkutan massal.

Seiring dengan penguatan kebijakan dasar pelayanan masyarakat, mau tak mau pemerintah daerah akan memprioritaskan pengadaan kendaraan hingga rute. Sarana dan prasarana yang terbangun ini akan membuat masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi massal

Dalam membangun ekosistem itu pula, pemerintah memang perlu melakukan kolaborasi lintas sektor, seperti dengan perbankan dan pengembang perumahan, khususnya di wilayah Bodetabek. Meski begitu, tetap transportasi publik harus disubsidi oleh pemerintah karena ini bagian dari kewajiban pemerintah.

Selain lintas sektor, agar terwujud ekosistem bertransportasi massal, perlu ada  kolaborasi dari tingkat kementerian. Kondisi transportasi publik masih buruk karena di level kementerian tidak sejalan akibat kepentingan atau ego sektoral.

Kemenperin justru melakukan kebijakan dengan kendaraan pribadi listrik, seharusnya yang diperluas dan diperbanyak kendaraan angkutan umumnya. Kemenperin justru mendorong untuk membeli motor listrik, padahal kebutuhannya adalah transportasi umum.

Jumlah kendaraan bermotor ini sudah sangat tinggi di Jabodetabek. Sementara populasi kendaraan umum makin berkurang dan usia produktif menurun.

Kementerian Perindustrian, memiliki program insentif kendaraan listrik sebesar Rp 12,3 triliun. Namun, program itu dinilai kurang jelas karena tidak merinci jenis kendaraannya. Lalu, Kemenperin menambah program dengan membeli bus dalam dua tahun anggaran 2023-2024 sebanyak 552 unit.

Pengadaan kendaraan itu pun menyisakan pertanyaan karena akan diberikan ke kota mana saja. Tidak adanya komunikasi terbuka dengan Kemenperin membuat pengadaan bus itu tidak jelas. Sebaiknya bus Listrik (552 unit) yang dipesan Kementerian Perindustrian dan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dapat dioperasikan di sejumlah perumahan kelas menengah dan bawah di Bodetabek.

Indonesia sudah dapat memproduksi bus Listrik dalam negeri oleh PT Inka. Pengadaan bus ini bisa melalui PT Inka. Produk PT Inka itu sudah digunakan saat G20 di Bali November 2022 lalu. Sudah semestinya pemerintah melalui kementerian-kementerian mendorong produksi dan pembelian bus listrik dalam negeri, bukan dari luar negeri.

Ini bukan membenturkan, tapi kita melihat ada krisis transportasi publik saat ini.

Angkutan umum di Jakarta sudah bagus, namun layanan angkutan umum di luar Jakarta masih sangat buruk sekali.  Diperlukan langkah strategis dan bermanfaat untuk mengatasi krisis ini agar masyarakat dapat menikmati layanan standar minimum transportasi umum. ***

Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *