Connect with us

Kabar

Menengok KAI yang Tetap Tangguh Selama Pandemi

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Naik kereta api (KA) jarak jauh ada suasana rekreasi. Betapa tidak, kita bisa melihat panorama lewat kaca jendela sepanjang perjalanan. Alam  pegunungan, dan hamparan sawah nan luas. Menembus hutan dan perbukitan. Ada juga  lansekap pantai, seperti saat  lewat Desa Plabuan, Batang, Jawa Tengah.

Itu suatu pesona. Lalu, banyak stasiun yang  mempertahankan arsitektur lama kendati terjadi renovasi yang masif.  Yang menarik pula dan dilestarikan, “bel stasiun”, menandai identitas daerah. Lagu/ instrumentalia Kicir-kicir  digaungkan untuk menyambut atau mengantar KA di stasiun Jakarta. Di Tepi Sungai Serayu – alunan bel stasiun Purwokerto, Sepasang Mata Bola – ciri khas stasiun Yogya. Dengan mata terpejam pun Anda kan tahu kereta sampai dimana. Jika Lagu Jembatan Merah berarti  kereta tiba di  Surabaya.

Itu yang eksternal. Yang internal pun menyenangkan. Dalam rangkaian KA semua kelas ber-AC. Bersih, baik eksekutif, bisnis maupun ekonomi. Bahkan penumpang makin dimanjakan dengan hadirnya kereta-kereta prioritas (priority class) dan juga luxury class dengan layanan prima.

Di masa pandemi Covid-19 pun, KA tetap menjadi andalan. Karena dianggap adaptif terhadap situasi. Jumlah penumpang dibatasi. Tidak hanya KA jarak jauh, jarak dekat pun seperti KRL Jabodetabek jauh berkurang.

Di laman Informasi Publik – kai.id–  disebutkan, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Virus Corona.  Satgas ini bertujuan untuk pencegahan penularan infeksi virus Corona di wilayah kerja perusahaan, stasiun, dan di atas kereta api. Satgas ini bertugas di Kantor Pusat dan seluruh wilayah operasional KAI di Pulau Jawa dan Sumatera.

Langkah antisipasi KAI menghadapi penyebaran virus Corona yang rutin adalah melakukan pengukuran suhu tubuh penumpang pada saat boarding. Untuk KRL pun ukur suhu tubuh tetap berlangsung hingga kini. Calon penumpang  yang memiliki suhu di atas 38 derajat celsius dilarang naik.

Selain itu, penyemprotan desinfektan setiap 30 menit sekali di lokasi yang sering dipegang oleh penumpang. Penyediaan hand sanitizer di titik yang mudah dijangkau oleh penumpang, serta peningkatan frekuensi pembersihan di area-area penumpang.

Protokol kesehatan cukup ketat diterapkan KAI. Menuju pintu masuk, calon penumpang diukur suhu tubuh. Di peron dan di dalam gerbong social distancing diterapkan, selain wajib bermasker. Dilarang ngobrol dengan sesama penumpang. Dilarang bicara via ponsel, karena dikhawatirkan percikan droplet ke area sekitar bisa berisiko.

Untuk perjalanan jarak jauh lebih komplit syaratnya. Semula diterapkan rapid tes bagi calon penumpang, lalu tes genose. Di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ganti “detektor”, harus rapid test antigen. Jika positif Covid, tak diberkenankan naik, dan uang tiket calon penumpang dikembalikan penuh. 

Menekan Pergerakan Orang

VP Public Relations KAI Joni Martinus mengemukakan, KAI secara konsisten menerapkan disiplin protokol kesehatan yang ketat sejak berada di stasiun maupun selama dalam perjalanan kereta api.

Pelanggan KA jarak jauh yang berusia 12 tahun ke atas, wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama dan hasil negatif tes RT-PCR dengan masa berlaku 2×24 jam atau rapid test antigen dengan masa berlaku 1×24 jam sebelum keberangkatan.

Layanan rapid test antigen di stasiun- Foto KAI

“KAI masih berpedoman pada regulasi SE No 17 Th 2021 Satgas Penanganan Covid-19 dimana salah satunya adalah pelanggan berusia di bawah usia 12 tahun untuk sementara waktu tidak diperkenankan melakukan perjalanan dengan KA jarak jauh, ” ujar Martinus melalui Siaran Pers KAI. (Jayakarta News, 18/8)

Bagi pelanggan dengan kondisi kesehatan khusus atau penyakit komorbid yang menyebabkan tidak dapat menerima vaksin, wajib melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah yang menyatakan bahwa yang bersangkutan belum dan atau tidak dapat mengikuti vaksinasi Covid-19.

Cara persuasif pun ditempuh. Ini tampak di stasiun-stasiun KRL; “Yuk Sayangi Keluarga.  Tetap di Rumah aja”, begitu tulisan  mencolok pada kertas yang mirip  baliho di pintu-pintu masuk stasiun. Pesan lanjutannya,  “Tetap di rumah aja, kurangi aktivitas yang tidak perlu di luar rumah.  Gunakan KRL hanya untuk kebutuhan mendesak. Jika terpaksa gunakan KRL di luar jam sibuk.

Pelbagai aturan itu intinya; KAI “menekan” pergerakan orang, agar  tidak melakukan perjalanan jika tidak ada keperluan penting. Demi memutus matarantai penularan Covid-19.

Semua penumpang wajib memakai masker. Suasana di KRL Bogor-Jakarta saat PPKM. Foto : jayakartanews/ iswati

Bahkan  Commuterline Indonesia tidak sekadar membatasi tetapi dengan pelbagai cara “menekan” agar masyarakat tidak bepergian. Yang diperbolehkan hanya mereka yang bekerja di sektor esensial dan kritikal yang disertai Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) dari Pemerintah Daerah setempat atau dari perusahaan.

Bagi sebagian orang, aturan itu dianggap ribet. Selain menambah biaya juga meluangkan waktu lebih awal ke stasiun untuk rapid test antigen (untuk KA jarak jauh). Namun, jika ingin mengurangi kecemasan akan keterpaparan Covid, tentu pilihannya  tetap  KA.

Pengguna KA Adi Pramono (50 tahun),  misalnya. Warga asal Krajan Wetan, Tanjungrejo, Wuluhan, Jember, Jatim itu memilih KA Gajayana ketika berangkat dari stasiun Malang menuju Jakarta awal Juli 2021.  Hasil rapid test antigen negatif sehingga lolos naik KA.

Dengan kereta api, alasannya,  mengurangi kekhawatiran karena  semua penumpang harus negatif Covid. Ini penting bagi Pramono yang akan berangkat ke Jerman dari Jakarta untuk kembali bekerja. Jika jelang penerbangan pekan depannya hasil tes PCR positif maka harus menunggu gelombang II, November mendatang  untuk bisa bekerja lagi.  Itu yang dihindari karena pelaut ini sudah genap setahun dirumahkan. 

Di Stasiun Malang Kota Baru, banyak perubahan setelah direovasi.  Keren penampakannya,  mirip bandara, katanya. Fasilitas lain cukup lengkap. Termasuk ruang rapid test antigen dengan jumlah petugas memadai sehingga sangat cepat mendapatkan hasilnya.

Sebenarnya yang banyak perubahan bukan hanya stasiun Malang Kota Baru.  Stasiun lainnya, pengamatan Jayakarta News, performance-nya bagus-bagus, tak terkecuali stasiun  KRL Jabodetabek,  semua direnovasi. Stasiun Cisauk jurusan Tanah Abang-Rangkasbitung, misalnya, juga tampak megah dan bersih. Padahal beberapa tahun sebelumnya biasa-biasa saja.

Stasiun-stasiun pada jalur kereta yang diaktivasi tak kalah apik. Pakar transportasi, pengajar Ilmu Tranportasi Jurusan Teknik Sipil Universitas Soegijapranata Semarang,   Djoko Setijowarno pun,  menyatakan kekagumannya ketika melihat stasiun Garut, Jawa Barat yang megah.  Jalur yang sudah diaktivasi  Cibatu –Garut itu dulu seperti belantara. Sekarang jauh berubah. “Dari Jakarta ke Garut kini dapat naik kereta, “ kata Djoko yang juga Kepala Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.

Perwajahan baru stasiun-stasiun KA di Jawa, Sumatera, memang bagian dari implementasi perubahan. Semua itu dibarengi pelayanan yang baik pula.

Kultur Kerja

Ibarat bangunan,  PT KAI telah memiliki pilar kokoh. Kultur kerja terbangun. Sistem pun terbentuk. Ini pondasi penting, kata Darmaningtyas, pengamat transportasi kepada Jayakarta News. Apabila terus didukung kreativitas dan inovasi-inovasi sesuai dinamika perkembangan masyarakat,  maka KA tidak hanya menjadi pilihan transportasi yang andal, melainkan juga mengakses kebutuhan  gaya hidup kekinian.

Suasana dalam kereta. Apik, bersih dan nyaman. Foto KAI

KAI  dinilai  piawai merespon aspirasi pelanggan. Keberadaan kereta wisata, kereta-kereta prioritas, bukti responsif KAI memenuhi keinginan calon penumpang “khusus”, kata Darmaningtyas. Kalangan khusus  yang dimaksud bukan hanya menengah atas yang kadang masih fobia naik pesawat. Tapi juga mereka yang pergi urusan tugas, bisnis,  dan lainnya namun tetap ingin menikmati kenyamanan perjalanan. 

“Eksekutif muda, anak-anak mileneal yang suka hal-hal baru, yang sensasi, senang naik kereta prioritas bahkanluxury, “ papar Darmaningtyas. Bagi yang berpikiran positif, naik kereta yang luks  dan nyaman  bukan sekadar sensasi, namun juga sebuah inspirasi dan cambuk untuk lebih semangat meraih hidup sukses.

Kepercayaan masyarakat yang sudah terbangun  atas kenyamanan  yang sudah diberikan PT KAI sekitar 10 tahun terakhir, tentu terus dipertahankan. KAI bahkan “berkorban” untuk itu, dengan mengurangi kapasitas angkut selama pandemi. Bagi KAI, keselamatan, keamanan dan kenyamanan sudah harga mati.

Selama masa pandemi Covid 19 sejak Maret tahun 2020,  kapasitas yang diberlakukan PT KAI di kisaran 50-70 persen. Untuk kelas eksekutif kapasitas 50 persen, dan ekonomi-bisnis 60-70 persen saja.

PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mencatat penurunan jumlah penumpang KRL Commuter Line Indonesia dalam dua tahun terakhir. Penyusutan penumpang mencapai 54% pada 2020. Dari 336,3 juta penumpang pada 2019 menjadi hanya 154,6 juta penumpang setahun setelahnya. Turunnya jumlah penumpang KRL sepanjang tahun lalu imbas dari pandemi Covid-19.

Untuk KA jarak jauh data BPS menyebutkan penurunannya  56,4 persen, atau sebanyak 426,88 juta penumpang  di tahun 2019 menjadi 186,13 juta orang di tahun 2020. Hal yang drastis terjadi saat PPKM.

Joni Martinus menyebutkan, jumlah pelanggan KA jarak jauh dan Lokal pada periode 10-17 Agustus sebanyak 140.358 orang, dengan rata-rata pelanggan harian sebanyak 17.545 orang. Sementara rata-rata pelanggan harian KA jarak jauh dan lokal  sebelum PPKM,  Juni 2021 sebanyak 86.514 pelanggan. Jadi dalam periode itu  turun 79,7%.

Reformasi

Penurunan penumpang, imbas pandemi Covid-19.  Namun masyarakat menilai  moda transportasi ini menjadi andalan. KAI melakukan revitalisasi menyeluruh. Kalau istilah Hermanto Dwiatmoko, PT KAI telah bermetamorfosis menjadi moda transportasi utama dan andalan untuk mendukung mobilitas manusia dan angkutan barang.      

“Metamorfosis kereta api di Indonesia telah menjadikan moda transportasi ini sebagai penunjang mobilitas masyarakat sehari-hari, dari pinggiran kota ke pusat kota, dari pusat kota ke bandara dan sebaliknya, “ kata Hermanto Ketua Badan Kejuruan Himpunan Teknologi Perkeretaapian Persatuan Insinyur Indonesai – PII  (detik.com, 4 Oktober 2018).

Apa yang dikatakan Hermanto Dwiatmoko, mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan  yang juga ketua Masyarakat Pecinta Kereta Api (Maska) 2016-2021  dua tahun lalu itu makin terbukti. Akses dari pusat kota ke bandara dengan KA makin diminati. Moda ini dipandang lebih cepat tanpa kemacetan. KA dari dan ke bandara di beberapa kota sudah beroperasi, seperti ke bandara Kualanamu-Medan, Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, dan Yogyakarta International Airport (YIA).

Apapun sebutannya, revitalisasi atau metamorfosis, realitasnya KAI telah melakukan reformasi total. Sejak kepemimpinan Ignasius Jonan sebagai Dirut PT KAI, pembenahan di sana-sini dan inovasi-inovasi terus berjalan hingga sekarang.

Dalam memperingati HUT KAI ke 75 tahun lalu,  KAI  menyuguhkan tagline kekinian, yakni Adaptif, Solutif, dan Kolaboratif untuk Indonesia.

Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo mengatakan, di tahun 2021 ini, PT KAI terus berupaya meningkatkan daya tahan perusahaan di masa pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah hingga saat ini. Berbagai langkah akan KAI lakukan meliputi transformasi digital, organisasi, dan proses bisnis.

“Di masa pandemi kita bekerja extraordinary, tidak seperti biasa. Kami optimis dapat bangkit dan terus bertumbuh di tahun ini dengan berbagai langkah yang Adaptif, Solutif, dan Kolaboratif untuk Indonesia,”  tegas Didiek Hartantyo seperti ditulis di kai.id, 26 Januari 2021.

Langkah Adaptif diwujudkan dengan terus berinovasi, cepat menyesuaikan diri, melakukan perbaikan mengikuti perkembangan teknologi, serta efisiensi. Di tahun 2021, KAI akan menambah fitur-fitur KAI Access serta menggunakan big data untuk mengetahui minat dan kebiasaan pelanggan, sehingga KAI dapat melayani dan menghadirkan layanan sesuai keinginan pelanggan.

Pengamat transportasi yang juga Direktur Institut Studi Transportasi (Intrans) Jakarta,  Darmaningtyas mengatakan, langkah-langkah sigap yang dilakukan KAI terus menunjukkan dinamikanya, baik perbaikan infrastruktur, fasilitas,  maupun pelayanan, dan inovasi-inovasinya.

“Pak Jonan berhasil meletakkan dasar kinerja yang baik di PT KAI sehingga siapapun penggantinya kinerjanya tidak jauh, “ kata Darmaningtyas.  Tentu saja ada perbedaan-perbedaan gaya kepemimpinan, tapi secara kultur kinerja di PT KAI sudah terbangun dengan baik.

“Itu kuncinya. Paling tidak secara garis besar, seluruh insan PT KAI itu sudah memiliki kultur yang sama untuk memajukan PT KAI, “ kata alumnus Fakultas Filsafat UGM  yang juga pengamat pendidikan ini.

Renovasi dan pembangunan makin bagus progresnya, dan pelayanan juga makin baik. Itulah yang dilihat dan dirasakan masyarakat. Memang, soal infrastruktur itu domainnya Kementerian Perhubungan,  kata Darmaningtyas. Namun Kemenhub mau tidak mau harus menyesuaikan perkembangan pelayanan. Artinya ketika pelayanan PT KAI bagus mau tidak mau Kementerian Perhubungan menyesuaikan pembangunan infrastruktur agar seimbang.

Jangan sampai infrastrukturnya bagus pelayanannya jelek, atau pelayanannya bagus tapi infrastrukturnya jelek. Karena itu pembangunan infrastruktur harus sejalan dengan perbaikan layanan. Termasuk reaktivasi jaringan jalur yang sebelumnya tidak aktif. Itu domainnya Kemenhub.

Menengok ke Belakang

Untuk sampai pada etape seperti sekarang tentu tidak mudah bagi PT KAI. Pakar transportasi yang juga pengajar di Unika Soegijapramata Semarang, Djoko Setijowarno   “menengok” ke belakang. “Banyak juga penolakan saat dimulai revitalisasi, “ kata Djoko Setijowarno kepada Jayakarta News. Djoko adalah  Anggota Dewan Pakar Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (2015-2019).

Lulusan Magister Teknik Program Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil Pascasarjana ITB ini mengikuti perjalanan KA (baca : PT KAI) sejak 1996. “Jadi tahu masa-masa sulitnya, “  aku Djoko yang sejak 2001 sampai sekarang sebagai Anggota Masyarakat Pecinta Kereta Api (Maska).

Perubahan itu dimulai era kepemimpinan Ignasius Jonan. Sebelumnya bukan tidak ada perubahan. Dari interen ada kegamangan,  siapa yang bisa  mengubah? Karena di dalam sendiri seperti sulit berubah. Hal itu pernah dibahas.

Lalu ada pemikiran, cari orang luar  untuk direksi. Bagaimana gajinya ? Gaji direksi hanya Rp 25 juta, sedangkan BUMN lain ketika itu sudah di atas Rp 50 juta. PT KAI masih 25 juta.

Langkah perubahan akhirnya berjalan. Dimulai 2009. SDM-nya kemudian  ada yang bisa mengikuti tapi ada juga yang “terpelanting”. ”Artinya terdestruksi oleh kebijakan,“ kata Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat  2019-2022. Yang ketahuan korupsi dipindahtugaskan  ke kota lain. Yang kerjanya kendor pun dipindahkan. Lama kelamaan mengundurkan diri.

Yang tidak bisa mengikuti “irama baru”,  kerja efisien, kerja profesional, akhirnya mundur.  Banyak jumlahnya,  sekitar  300 orang terdestruksi karena kebijakan.  Cuma tidak di-blow up pemberitaan saja. Lalu muncul yang baru-baru. Rekruitmen SDM benar-benar mengandalkan kemampuan. Profesionalitas.  Tidak ada lagi “orang titipan”. Itu sisi SDM, kata Djoko Setijowarno. Aset KAI pun dikelola dengan baik.

Intinya, lanjut Djoko, menuju perubahan cukup besar tantangannya. Penolakan besar sekali. Jonan minta kepada Komisaris agar gaji karyawan dinaikkan.

Awalnya Komisaris dan Pimpinan tidak setuju. Uang dari mana? Tapi Jonan kekeh. Ini kebutuhan. Kalau sudah dinaikkan masih tidak benar kerjanya, ya mundur. Selain itu, menurut Djoko, tidak boleh korupsi/penyalahgunaan wewenang.  Jadi gaji dinaikkan. Dan pengawasan tetap jalan. 

Pernah terjadi,  saat pemeriksaan perjalanan KA  terdapat beberapa penumpang tanpa tiket.  “Entah itu keluarga kru atau orang lain, diturunkan. Sebenarnya kasihan, tapi itu membuat efek jera. Banyak cerita semacam itu, “ ungkap Djoko.  “Bayangkan, dulu, walau penumpangnya  penuh, tetap saja KAI rugi karena banyak kebocoran, “ Djoko menandaskan.

Terjadi pula di awal pembenahan itu gesekan dengan masyarakat karena para pedagang dilarang berjualan di peron dan dalam kereta. Namun, setelah saling memahami, hasilnya ya seperti sekarang, tertib semua. Terhadap penumpang pun tegas. Yang merokok di  dalam rangkaian KA juga diturunkan.

“Jadi  butuh ketegasan, dan dibarengi pengawasan serta evaluasi terus menerus. Sampai sekarang,  “ kata Djoko.

Menurut Darmaningtyas, pelatihan-pelatihan terhadap peningkatan kinerja SDM pun selalu diagendakan KAI. Hal ini dibenarnya Djoko Setijowarno, bahkan workshop dan studi banding ke beberapa negara dilakukan. Untuk kalangan manajer ke atas ke Eropa, dan manajer ke bawah ke Cina.

“Saya diikutkan dua-duanya, “ aku Djoko Setijowarno, Anggota Tim Penyusunan Grand Design Pengembangan Sumber Daya Manusia Transportasi Nasional 2019-2045.

Dari sana pula ia makin dapat mengimplementasikan ilmu Transportasi, termasuk memberikan komparasi akan fakta lapangan kepada mahasiswanya. “Ternyata perkeretaapian kita sekarang sama dengan negara-negara Eropa, “  kata Ketua Komite Advokasi Profesi Bidang Transportasi Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT ) – tahun 2020-2022 ini.

Optimis Makin Bagus

Sebagai catatan, Direktur Institut Studi Transportasi  Darmaningtyas, berharap, ke depan PT KAI harus bisa menjaga/merawat fasilitas yang disediakan untuk masyarakat dan konsisten dengan pelayanan terbaiknya, kendati tentunya mengalami kerugian besar akibat pandemi Covid-19. “Masyarakat pengguna tentu akan memperhatikan, bagaimana KAI nanti setelah pandemi ini, “  kata Darmaningtyas seperti wanti-wanti.

Sementara Djoko optimis, perkeretaapian kita akan makin bagus. “KAI tetap aman soal itu. Karena etos kerjanya sudah bagus. Apalagi dapat PMN (Penanaman Modal Negara),“ ujar Djoko yang melihat pengawasan dan evaluasi-evaluasi selalu dilakukan.

Dalam kultur kerja, Darmaningtyas menegaskan hal senada. Yang cukup menguatkan KAI adalah kultur kerjanya yang sudah mengakar.  Inilah yang menurut pengamat transportasi ini   KAI seperi tak goyah diterpa pandemi Covid.

Ya, semoga seperti karang di lautan. Makin kokoh dihempas gelombang! Apalagi telah digaungkan tagline kekinian. Tagline : adaptif, solutif dan kolaboratif,   yangdiharapkan jadi pandangan,  dan energi untuk memupuk kultur kerja yang telah mengakar.   Tidak hanya untuk perkembangan KAI tapi untuk negeri. Untuk Indonesia!***  (iswati)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *