Connect with us

Feature

Menafsir Ulang “Golkar Bersih”

Published

on

Catatan Egy Massadiah

Airlangga Hartarto ketika maju menjadi calon Ketua Umum DPP Golkar, dengan menjual jargon “Golkar Bersih. Jargon itu saat ini dipertanyakan oleh kader kritis Golkar sendiri. Foto: Ist

Egy Massadiah

IBARAT di perusahaan, Airlangga Hartarto kini CEO Golkar. Anak muda lulusan Universitas Gadjah Mada dan Monash University Australia itu akhirnya menjadi orang tertinggi di rimbunan karya kekaryaan. Tahap berikutnya dan jika ada takdirnya, pengagum ajaran Mahatma Gandhi ini sudah pantas juga menakhodai kapal beringin menjadi orang nomor satu di republik ini. Pada momentun yang tepat, potensi itu terbuka lebar dan memungkinkan.

Semua pihak, dari beraneka ragam kelompok, faksi, bersatu bulat mempersembahkan kemudi perusahaan kepadanya. Apalagi saham Golkar memang telah lama go public. Mereka mengalungkan kepercayaan penuh pada sang CEO. Setidaknya itu yang terpotret menjelang rapat pemegang saham yang berlabel Munaslub.

Maklum, lantai bursa efek menyambut baik dan antusias tag line Golkar Bersih. Saham Golkar yang semula terpuruk perlahan bangkit dan mulai bersinar. Harapan mulia para emiten digantungkan pada jargon Golkar Bersih. Tak hanya pemegang saham, publik luas ikut angkat hormat atas janji dan slogan iklan itu. Konon, berkat nyali militan sebuah tim khusus yang membuka “jalan” maka melengganglah sang CEO ke kursinya, tanpa lawan tanding.

Airlangga Hartarto saat “kampanye” Golkar Bersih.

Sebagaimana jejak digital yang dimuat Kompas 21 Desember 2017, sang CEO mengatakan akan mengimplementasikan slogan tersebut dalam mengelola partai. “Partai Golkar yang bersih bukan hanya sebuah slogan, bukan pula sebuah moralisme tanpa isi, tapi merupakan keniscayaan politik. Kalau kita mengingkari ini, partai Golkar akan merosot dan tersisihkan,” ujar Airlangga.

Airlangga juga meminta kader partai berlambang beringin itu tak menyeret Golkar ke dalam kontroversi yang negatif sehingga membebani partai dalam menghadapi agenda politik penting seperti Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Airlangga mengatakan, mulai saat ini Golkar justru harus menjadi sumber berita positif agar bisa kembali menjadi partai dengan elektabilitas tertinggi.

Namun sejak seminggu terakhir, menjelang Valentines Day 2018, kritik sebagian pemegang saham mencuat. Mereka menuding slogan itu hanya ilusi. Di sini tag line Golkar Bersih agaknya merindukan re-interpertasi baru. Beragam kalangan kader mengacungkan permintaaan penjelasan. Sejumlah narasi, cenderung negatif berseliweran membidik kredibilitas penyusunan kabinet sang CEO yang dianggap keluar rel.

Putu Wijaya dramawan terkemuka Indonesia pernah menulis, bukan slogan yang bisa mengubah batu jadi intan. Kerja keras, peluh, keringat dan kerja nyatalah yang mewujudkannya, sebagaimana sebuah janji yang telah dipatri.

Kader Golkar mempertanyakan kredibilitas pengurus DPP Partai Golkar. Foto: Ist

Dalam semangat yang serupa Jusuf Kalla saat menerima Doktor HC bidang kepemimpinan di Universitas Indonesia 9 Februari 2013 silam juga berujar : Katakan yang akan kamu kerjakan, kerjakan yang sudah dikatakan dan jujurlah menyampaikan apa yang sudah dan belum dikerjakan.

Dalam teori produk, apa yang anda janjikan pada kemasan dan isi, wajib hukumnya sama dengan barang yang dilempar ke pasar. Itu adalah komitmen. Orang Bugis bilang taro ada taro gau. Bahasa now-nya satunya kata dan perbuatan.

Ada 250 an lebih pengurus DPP Golkar yang sudah diumumkan sang CEO. Tak sedikit nama hebat, mumpuni dengan integritas teruji sudah masuk mendampingi sang CEO. Salut dan tiga jempol untuk sang CEO. Namun, kalangan kritis dan publik masih juga menemukan/merasakan adanya nama-nama yang “terindikasi”: seperti nila setitik yang merusak susu sekolam. Konkretnya produk tak sesuai dengan iklannya. Pelanggan merasa “dikibuli”. Bahkan bait-bait pedih juga menggema dari dalam kabinet sang CEO, namun nyaris tak lantang.

Fatalnya sampai saat ini pihak costumer service dan pengaduan pelanggan belum juga merespon sebagaimana lazimnya sebuah perusahaan. Apalagi Golkar berada di zaman now. Ada kesan pembiaran dan menganggapnya akan reda sendiri.

Gerakan “Selamatkan Partai Golkar”. Sejumlah pengurus DPP Golkar pilihan Airlangga Hartarto berpotensi menjadi “pasien” KPK.

Mengabaikan hal tersebut, berpotensi melukai doa taksim dan kerja para kader serta pelanggan Golkar yang sudah mengantarkan sang CEO ke tampuk pimpinan. Apalagi kalangan yang sudah mengusung tanpa pamrih dan tak berharap imbal jabatan dalam kepengurusan, misalnya.

Salah satu narasi yang membetot perhatian adalah paper milik GMPG dan Pemuda Golkar Bersatu yang berjudul “Mempertanyakan Kredibilitas Penyusunan Pengurus DPP Golkar”. Totalnya sekitar 10 halaman folio.

Seperti yang diungkap oleh faksi kritis tersebut, garis utama “protesnya”  bahwa penyusunan personil pengurus kental dengan nuansa nepotisme dan kolusi serta permasalahan masa lalu. Lihat data tersebut:

http://www.situspolitik.com/ini-yang-dikritisi-tentang-golkar-bersih/

Dalam obrolan di warung kopi serta dunia maya, konon kabinet sang CEO diisi sejumlah nama yang diindikasikan melanggar PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas dan Tidak Tercela). Lebih spesifik, meski masih sebatas rumor, ada juga nama pengurus yang berpotensi menjadi “pasien” KPK.

Sebagaimana paper Pemuda Golkar Bersatu, semacam dagelan, ada nama yang kurang tepat “kamarnya”. Misalnya seorang dokter yang ketika Munaslub telaten mengobati kader yang kelelahan ditempatkan menjadi pengurus bidang Hukum dan Ham. Kompetensi sang dokter diabaikan.

Beberapa penamaan nomenklatur jabatan juga bikin kening berkerut karena makna dan artinya sulit dipahami. Apalagi jika sudah saatnya diimplementasikan di ranah calon pemilih Golkar. (contoh lainnya bisa dibaca sendiri dalam data tersebut).

Sebagian kader kritis, tentu nelangsa dan prihatin atas banyaknya beredar info info di media online dan media sosial yang mengulas dan membahas kepengurusan Golkar tersebut. Tak sedikit mengolo-olok.

Berita berita tersebut bernuansa negatif bagi partai. Nah apakah benar berita itu? Mestinya ada klarifikasi dari sang CEO dan juru bicara Golkar. Kalau hoax tolong dibantah. Humas beringin mutlak tangguh dan tahan badai. Kalau benar ya akui dan perbaiki saja. Minta maaf belum pernah terlarang dan dilarang di negeri ini.

Salah satu solusi yang ramai digunjingkan dan sepatutnya mendapat respon sang CEO yakni reposisi pengurus yang diindikasikan PDLT, melanggar AD ART, serta segala sesuatunya yang tidak sebadan dengan tag line Golkar Bersih.

Ketua Umum tahu caranya. Lebih cepat lebih bae. Segala rumor rumor ini CEO dan jubir partai harus jantan menanggapinya. Pengkritik jangan dianggap sebagai musuh sang CEO. Nyalakan kembali ajaran Mahatma Gandhi, kepedulian, penuh kasih dan tanpa kekerasan. Jawab saja dengan lugas tuduhan atau kritikan itu. Jangan didiamkan.

Dosen Filsafat UI Rocky Gerung dalam sebuah diskusi pekan lalu menyampaikan bahwa sebuah kritik tidak harus dibarengi dengan solusi, karena kritik adalah antitesa. “Kritik itu mengurai persoalan, membedah masalah, bukan harus memberi solusi. Karena tugas kritik adalah membedah. Agar para pelaku menyadari. Tugas intelektual terpenting adalah memberi kritik,” kata Rocky Gerung.

Artinya, sang CEO dan kawan-kawan di board executive dan board management semestinya menghargai kader dan juga pasar yang sudah mengkritisi dan berupaya tidak mendiamkan indikasi indikasi ketidakpatutan tersebut.

Sikap kritis itu tentu tidak pada tataran ingin memecah belah partai yang sama sama dicintai para kader. Mereka adalah kader yang juga paham akan makna Panca Bakti Golongan Karya. Semata mata meluruskan apa yang belum sesuai, dan boleh jadi sang CEO sebagai manusia biasa bisa khilaf dan abai.

Sekiranya sang CEO yang sudah diaminkan sebagai formatur tunggal menjalankan iklan dan slogan sebagaimana yang sudah ia ucapkan, maka pasar sungguh tidak punya alasan untuk mengkritisinya. Apalagi sang CEO sedang bekerja gesit dalam kapasitasnya di pemerintahan Jokowi JK.

Bagi publik pencinta beringin, mendiamkan sesuatu yang salah adalah juga perbuatan jahat. Apalagi saham beringin sudah go public, tak seperti sebagian partai lain yang masih didominasi pemegang saham mayoritas.

Sebagai partai yang peduli pada kaum millenials, semacam perusahaan modern di zaman NOW ini sang CEO tentu paham benar bagaimana menjalankan roda organisasi. Unit pengaduan pelanggan semestinya bekerja dengan ramah, penuh senyum dan maksimal merespon situasi yang terjadi saat ini. Segala komplain dicarikan solusi, bukan sekedar memberikan tanda tiga jempol seperti yang ada di icon key board gawai.

Konkretnya?

Tentu bukan kapasitas kader sekelas saya mengajarkan ikan berenang. Sekedar usul usil saja, jika tag line Golkar Bersih dianggap “membebani” maka amandemen saja dulu sementara. Gantikan dengan tag line baru, misalnya Golkar Bahagia atau Golkar Senang-Senang.

Para kader pastilah terluka jika slogan Golkar Bersih diplintir menjadi Golkar Berisik atau pun Golkar Hebat diubah menjadi Golkar Heboh.

Izinkan saya menutup catatan ini dengan mengutip sepotong dialog dalam drama “Mega Mega” karya monumental Arifin C Noer yang ditulis tahun 1967. Hingga usai pertunjukan, para tokoh dalam drama tersebut sebenarnya hanya asyik bermimpi di alam khayalannya, mungkin termasuk saya. Ini kata tokoh Mae :

“Kita selalu merasa kehilangan, padahal belum pernah mendapatkan”. ***

Jakarta 12 Februari 2018

Penulis adalah mantan wartawan, aktivis kesenian dan juga kader Golkar

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *