Connect with us

Feature

Danpaspampres Mayjen TNI Achiruddin, Komandan “Setia Waspada” yang Baru

Published

on

Moment menyambung silaturahmi dengan Achiruddin. (foto: dokpri)

Catatan Egy Massadiah

JAKARTA, JAYAKARTA NEWS – Dua bola mata lelaki itu tampak berbinar-binar. Kerut di wajah tak mampu menutupi rona bahagia yang terpancar. Wanita yang duduk disampingnya juga merasakan kebahagiaan yang sama.

Dia adalah Darodjat Sjamsoedin dan istri, ayahanda serta ibunda Mayjen TNI Achiruddin, Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Dan Paspampres) yang baru saja dilantik, menggantikan seniornya, Mayjen TNI Rafael Granada Baay yang kini menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya Jawa Timur.

Suasana itu terekam di Aula Pelangi Mako Paspampres, Tanah Abang, Selasa 19 Desember 2023. Sang ayahanda dan ibunda duduk diantara tamu tamu: “Malam ramah tamah, lepas sambut Danpaspampres”. Hadir antara lain, Pangdam Jaya Mayjen TNI Mohamad Hasan SH, Danjen Kopassus Mayjen TNI Deddy Suryadi. Terlihat juga Sesmilpres Mayjen TNI Rudi Saladin M.A. dan Brigjen TNI Yudha Airlangga (pengganti Achiruddin sebagai Wadanjen) serta tamu tamu lainnya. Dua nama terakhir merupakan satu lechting Achiruddin, sama sama Akmil 1997.

Sang ayah kembali terkenang, saat Achiruddin duduk di bangku SMP Negeri 2 Palu, Sulawesi Tengah. Jelang ujian kelulusan, semangatnya berapi-api untuk bisa melanjutkan ke SMA Taruna Nusantara Magelang. Harapannya, setelah lulus SMA TN, jalan menggapai cita-cita lebih terbuka. Menjadi bhayangkari negara melalui jalur Akademi Militer Magelang.

Benar adanya. Lulus SMA TN tahun 1994, Achiruddin melanjutkan ke Akmil, dan lolos. Tahun 1997, ia pun dilantik menjadi Letnan Dua.

Hukuman Kamuflase

Ada kenangan kisah Mayjen TNI Achiruddin. Ia ternyata pernah merasakan “hukuman” dari seniornya di Akmil, yakni membuat kamuflase militer atau penyamaran wajah.

Lazimnya, kamuflase militer dilakukan dengan membuat coreng-moreng wajah menggunakan cat khusus yang tidak luntur oleh keringat, tetapi juga tidak membuat iritasi pada kulit wajah. Strategi cat kamuflase untuk wajah, peralatan tempur, dan lain-lain, sudah ada sejak Perang Dunia I.

Tapi yang ini beda. Junior yang kena tindak, harus “mengecat wajah” dengan kotoran.

Rahasia kecil itu “dibocorhaluskan” oleh sahabat satu lichting-nya sendiri, Kolonel Inf Tri Aji Sartono yang juga ikut merasakan tindakan itu. Tri Aji turut hadir malam itu memberi ucapan selamat kepada lichtingnya.

“Kami satu angkatan, Akmil 1997. Dan kami sama-sama punya pengalaman itu. Jadi di mana pun jumpa, topik itu selalu jadi bahan segar untuk menguak memori di Lembah Tidar,” ujar Tri Aji yang kini menjabat Aster Kodam Jayakarta.

Menjawab pertanyaan ihwal pengalaman tak terlupakan tadi, Tri Aji tak henti-hentinya tertawa. “Kejadian itu sekitar tahun 1995, ketika kami tingkat dua Akmil Magelang. Gara-gara satu orang berbuat kesalahan, kami semua sekitar 30 an orang kena getahnya,” ujarnya.

Tri Aji mengisahkan kejadiannya. Bermula dari satu kesalahan, lalu senior menindak, kemudian dilanggar lagi, dan berujung tindakan tak terlupakan. Hukumannya mulai dari mengembalikan keadaan seperti kesalahan yang pertama, hingga kemudian mereka semua kena akibatnya.

Saya pun tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita Tri Aji.

“Terkadang baunya masih terkenang sampai sekarang, bang….” Kata Tri Aji disusul ledakan tawanya.

Mayjen TNI Achiruddin bersama istri dan dua putranya. (foto: dokpri)

Dikawal Dua Putra

Sekarang kita kembali ke pemandangan yang terjadi di Aula Pelangi Mako Paspampres. Mayjen TNI Achiruddin tengah memberi sambutan. Ia didampingi istri, dan dua putranya: Fadli Dava Arkana dan Arfan Zaky Ramadhan.

“Tugas saya memang mengawal Bapak Presiden ke mana pun pergi. Tetapi kalau di rumah, mereka yang mengawal saya,” ujar jenderal kelahiran Jakarta 15 November 1975 itu, sambil menunjuk dua putranya yang gagah-gagah.

Dua putranya, Fadli dan Arfan saat ini masih SMA. Mereka mengikuti jejak ayahnya, sekolah di SMA Taruna Nusantara Magelang. Postur tubuh keduanya melebihi tinggi badan sang ayah. Coba bayangkan dan bandingkan tinggi badan rata rata remaja seusia SMA. Anak pertama, Fadli tingginya 189 cm. Arfan, adiknya, hanya satu centimeter lebih rendah, 188 cm.

Mayjen TNI Achiruddin bersama istri dan dua putranya siswa-siswa SMA Taruna Nusantara Magelang. (foto: dokpri)

Jejak Senior Doni

Nah, kita kembali ke sejumlah catatan yang ada di handphone saya terkait Achiruddin. Sependek ingatan saya, ia memiliki jejak anak tangga karier yang mirip dengan seniornya Letjen TNI Doni Monardo yang wafat 3 Desember 2023 lalu.

Saya coba buatkan perbandingan di bawah ini: Doni Monardo     

Dan Grup A Paspampres (2008 – 2010), Achiruddin Dan Grup A Paspampres (2019 – 2021). Setelah itu Doni menjabat

Danrem 061/Surya Kencana (2010 – 2011). Achiruddin juga jadi danrem, namun di lokasi yang berbeda, yakni Danrem 074/Wirastratama (2022)

dan Danrem 052/Wijayakrama (2022).

Usai menjabat Danrem, Doni menjabat

Wadanjen Kopassus (2011 – 2012). Demikian pula dengan Achiruddin menduduki jabatan  Wadanjen Kopassus (2022 – 2023) setelah Danrem.

Dari kursi Wadanjen Kopassus Doni meraih bintang duanya di “Tanah Abang” dengan jabatan baru Dan Paspampres (2012 – 2014). Hal serupa terulang kembali pada Achiruddin, dari Wadanjen Kopassus menjadi           Dan Paspampres (2023 – sekarang)

Kesamaan lain, tentu saja keduanya sama-sama dari korps baret merah. Saat Doni Monardo menjabat Wadanjen Kopassus, Achiruddin menjabat Danyon 812/Bantuan Sat 81 Gultor Kopassus.

Dan Grup A

Nah, selanjutnya kita mengenang satu cerita lain. Saat terjadi gempa hebat yang meluluhlantakkan Mamuju, Sulawesi Barat, 15 Januari 2021. Doni Monardo mendarat siang hari setelah gempa, dan menginap di tenda darurat selama menangani proses tanggap darurat.

Di sisi lain, ada Kolonel Inf Tri Aji Sartono, yang saat gempa terjadi menjabat Komandan Kodim 1418/ Mamuju. Tri Aji menjadi tulang punggung proses tanggap darurat, dan menerima arahan langsung dari Doni Monardo. “Saya paham betul karakter kepemimpinan beliau. Harus cepat dan tuntas,” kenang Kolonel Tri Aji yang pernah menjadi anak buah Doni saat Letkol Doni menjadi Danyon di Singaraja Bali 1998.

Kemudian, empat hari setelah kejadian, tepatnya 19 Januari 2021, Presiden Joko Widodo meninjau lokasi gempa. Tentu, turut dalam rombongan kepresidenan Kolonel Inf Achiruddin yang saat itu menjabat Dan Grup A Paspampres. “Reuni pak Doni, saya dan pak Achiruddin di tengah bencana,” ujar Tri Aji sambil tersenyum getir.

Dalam berbagai kesempatan lain saya kerap bersua dengan Achiruddin. Maklumlah, masa tugas Achiruddin sebagai Dan Grup A Paspampres (grup yang khusus mengawal Presiden) nyaris sama dengan masa tugas Doni Monardo sebagai Kepala BNPB dan Ketua Satgas Covid-19, yakni antara 2019 – 2021. Kurun waktu itu saya menjadi Tenaga Ahli BNPB.

“Beliau role model dan senior terbaik. Sangat total dalam membimbing adik-adiknya di Korps Baret Merah. Bukan hanya ilmu kemiliteran, sampai hal-hal lain seperti jaringan pertemanannya pun ditularkan ke adik-adiknya. Saya merasakan sekali manfaatnya sekarang,” papar Achiruddin, saat bersama Mayjen TNI Deddy Suryadi Danjen Kopassus dan para Asisten bersilaturahim dengan seorang kawan Doni di kawasan BSD Tangsel.

Kehangatan di Korem Solo

Pada 26 April 2022, saya sempat menyambanginya di Solo. Achiruddin Danrem di sana. Waktu itu ada kegiatan hari kesiap siagaan bencana BNPB yang dipusatkan di Yogya. Usai acara saya arahkan kendaraan 60 kilometer ke arah timur, menuju Kota Solo.

Kami bersilaturahmi, bernostalgia, dan ngobrol ngalor-ngidul. Lalu saya pamit kembali ke Ibu Kota. Tak saya sangka, di bagasi belakang mobil ternyata sudah ada oleh-oleh penganan khas Solo. Melalui Letkol Wahyo Yuniartoto, Wadan Grup 2 Solo (Sekarang Asop Danjen Kopassus), rupanya Achiruddin sudah menyiapkan bekal cemilan sepanjang Solo – Jakarta melintasi tol Trans Jawa.

Sampai di situ, Achiruddin tetap pribadi yang menyenangkan. Pola hidupnya sederhana. Karakternya humanis. Cepat membaur dalam komunitas apa pun.

Salah satu contoh bagaimana ia luwes membawa diri. Pernah suatu ketika ia bertemu orang Sulawesi. Ketika ditanya asal daerah, tanpa ragu Achiruddin akan menjawab Sulawesi. Begitu pula saat berdinas di Solo. Saat ditanya asalnya dari mana Achiruddin tanpa ragu menjawab, “Dari Solo…” lalu sambil tertawa ia melanjutkan, “Solowesi….” Kalau sudah begitu, suasana pertemuan biasanya langsung cair.

Selamat bertugas jenderal, setia waspada.(*)

Penulis adalah pegiat teater, budaya dan juga wartawan senior

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *