Connect with us

Kabar

Inilah Sebab-Musabab Pecahnya Inkai

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Konflik di tubuh Institut Karate-Do Indonesia (Inkai) tampaknya terus bergulir. Faktanya, MKB (Musyawarah Keluarga Besar) Inkai, 17 – 19 Februari 2023 di Gadog, Bogor, mendapat penolakan, karena dinilai melenceng dari AD-ART.

Barisan penentang MKB Inkai kemudian membentuk KPI (Komite Penyelamat Inkai), yang diketuai Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo, dan bersekretariat di Lenteng, Agung, Jakarta Selatan. KPI mengibaratkan “perlawanan”-nya kepada PP Inkai sebagai perlawanan terhadap rezim yang ditengarai korup dan tidak berprestasi.

“Jangankan kok jenderal bintang dua. Jenderal bintang lima pun saya lawan. Ini bukan soal siapa melawan siapa. Ini soal kami, Komite Penyelamat Inkai melawan rezim yang dholim, terindikasi korup, dan melenceng dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,” ujar Kikiek, yang aktivis 98 itu.

Dalam siaran pers-nya, KPI memaparkan sejumlah hal yang memperkuat alasannya mengapa PP Inkai hasil MKB Bogor, tidak legitimated. Tanda-tanda melenceng tampak sejak masa bakti pengurus Inkai berakhir November 2022. “Karena tidak ada tanda-tanda MBK, maka bulan Desember 2022 saya selaku Wakil Ketua Umum I Bidang Pembinaan Prestasi mengundurkan diri,” ujar Prof Kikiek.

Setelah Kikiek mengundurkan diri, barulah diselenggarakan MKB pada 17 – 19 Februari 2023, setelah tiga kali tertunda. Anehnya, PP Inkai membentuk Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) untuk bakal calon Ketua Umum. Tiga orang anggota TPP itu ditunjuk dan diangkat oleh Ketua Umum. Dua orang dari PP Inkai dan satu orang lagi, praktis tidak dikenal karena sudah puluhan tahun tidak aktif di karate.

Pasca habis masa bakti Inkai 2018 – 2022, muncul dua sosok calon Ketua Umum. Mereka adalah calon petahana (incumbent), Laksamana Muda TNI Ivan Yulivan dan Ketua Pengprov Inkai DKI Jakarta, Mayjen TNI Herianto Shahputra.

Diketahui, Ivan Yulivan bergerak mengumpulkan dukungan tertulis dari Pengprov-Pengprov, karena suara memang milik Pengprov. Pada MKB sebelumnya, dukungan minimal 5 Pengprov untuk bisa maju menjadi Calon Ketua Umum PP Inkai.

Sampai saat itu, Mayjen Herianto  belum bergerak, karena masih menunggu persyaratan yang ditetapkan oleh TPP. Yang terjadi kemudian, TPP membuat syarat-syarat yang tidak masuk akal. Di antaranya, dukungan tertulis minimal dari 10 Pengprov. “Saat itu, dukungan tersisa tinggal 9 Pengprov. Yang lain sudah diminta mendukung Ivan dengan berbagai modus tidak terhormat, mulai dari ancaman tidak akan lulus ujian, hingga janji akan diluluskan kalau mendukung Ivan,” ujar Kikiek.

Yang paling aneh, tambahnya, adalah syarat harus ada surat dari Pengadilan Negeri bahwa calon tidak sedang terlibat masalah pidana. “TPP tidak paham bahwa anggota TNI tidak tunduk pada hukum sipil melainkan hukum militer,” katanya.

Alhasil, dengan alasan syarat tidak terpenuhi, Mayjen Herianto dicoret dari balon. Tinggal bercokol Ivan Yulivan sebagai calon tunggal. MKB pun digelar. Para pendukung Mayjen Herianto dicegat di pintu masuk oleh pasukan keamanan yang terdiri dari preman-preman Bandung di bawah koordinasi pasukan Denjaka dan Taifib (Ivan Yulivan adalah instruktur tempur Denjaka, Taifib, dan Kopaska, lihat wikipedia).

Di dalam ruangan, para pendukung Heri tidak diberi kesempatan berbicara. Akhirnya mereka walk out dan membuat pernyataan menolak MKB illegal. Mereka yang bertahan di dalam ruangan secara aklamasi menyetujui Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang tidak transparan dan tidak akuntabel (tidak ada laporan keuangan pembangunan dojo, tidak ada audit akuntan public sebagaimana ketetapan AD/ART).

“Kami tidak butuh PP Inkai yang terbentuk dengan cara-cara tidak sportif serta melanggar AD-ART. Semoga Forki, KONI, Kemenpora dan seluruh stakeholder Inkai paham tentang peta sebenarnya di tubuh Inkai,” ujar Kikiek melalui siaran pers KPI. (pr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *