Connect with us

Feature

Fenomena Banjir Rob dan Sejarah Selat Muria

Published

on

Foto: istimewa

JAYAKARTA NEWS – Pada tahun 2024, fenomena alam yang tidak biasa terjadi di wilayah bekas Selat Muria. Banjir rob yang meluas dan curah hujan tinggi menyebabkan daratan di bekas wilayah selat terendam udara. Fenomena ini memunculkan kembali Selat Muria, meski hanya sementara.

Selat Muria adalah wilayah perairan yang dahulu memisahkan daratan utara Jawa Tengah dengan Gunung Muria, yang dulu merupakan pulau, sampai abad ke-17. Selat ini memiliki sejarah yang kaya, terutama dalam konteks perdagangan dan transportasi maritim di masa lalu.

Pada masa Sultan Trenggana (1521–1546), Selat Muria merupakan jalur perdagangan yang ramai. Kota-kota perdagangan seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana berada di tepiannya, menandakan pentingnya selat ini dalam aktivitas ekonomi regional. Namun, sekitar tahun 1657, selat ini mulai menyusut akibat endapan sungai yang bermuara di selat ini terbawa ke laut, sehingga selat ini semakin dangkal dan akhirnya menghilang.

Geografisnya, Selat Muria saat ini termasuk dalam dataran non-struktural utama, yang berarti bahwa diperkirakan pada suatu masa di masa lalu, daerah tersebut merupakan gurun. Pulau Muria sendiri memiliki bentang alam yang terdiri dari Gunung Muria yang terletak di bagian tengah, dan di bagian selatan terdapat perbukitan Patiayam yang terbentuk dari aktivitas vulkanik Gunung Muria di masa lampau.

Selat Muria juga kaya akan catatan paleontologi, dengan fosil kerbau purba, banteng, keluarga rusa, babi hutan, gajah, gajah stegodon, kuda nil, harimau, kura-kura, dan moluska yang ditemukan di kawasan perbukitan Patiayam. Ini menunjukkan bahwa selat ini tidak hanya penting secara geografis dan ekonomis, tetapi juga secara paleontologis.

Di tepian Selat Muria terdapat pelabuhan-pelabuhan perdagangan dengan berbagai komoditas seperti kain tradisional dari Jepara, garam dan terasi dari Juwana, dan beras dari pedalaman Jawa dan Pulau Muria. Keberadaan selat tersebut juga menjadikan kawasan Selat Muria sebagai lokasi galangan kapal yang memproduksi kapal-kapal jukung Jawa yang terbuat dari kayu jati.

Perubahan kondisi alam di sekeliling gunung api Muria telah menyebabkan perubahan fenomena geomorfik. Perubahan fisik dan kimia akibat proses-proses perubahan muka bumi, yang diakibatkan oleh dinamika iklim dan dinamika laut, telah mengubah Selat Muria menjadi daratan yang sekarang menjadi wilayah Kabupaten Kudus, Grobogan, Pati, dan Rembang.

Kehidupan di Selat Muria kini sangat bergantung pada sumber daya alam yang ada. Air yang berasal dari sumber hulu di Pegunungan Muria digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, mulai dari mandi, minum, memasak, menyiram tanaman, hingga mencuci pakaian. Masyarakat juga memanfaatkan potensi alam secara ekonomi, seperti menjual burung khas Muria, air, pasir, bebatuan, dan kayu.

Sejarah Selat Muria mencerminkan bagaimana alam dan manusia saling berinteraksi dan beradaptasi seiring berjalannya waktu. Dari sebuah selat yang ramai dengan aktivitas perdagangan dan transportasi, menjadi daratan yang kini mendukung kehidupan masyarakat di sekitarnya. Transformasi ini merupakan bagian dari dinamika sejarah alam dan budaya di Jawa Tengah. (Heri)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *