Connect with us

Kabar

Doni Monardo: Pulihkan Danau Toba, Inalum tak Bisa Kerja Sendiri

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Kontribusi BUMN kepada negara semakin besar. Salah satu BUMN penyumbang devisa negara adalah PT Inalum.

“Tapi harus diingat, Inalum memiliki utang budi kepada Danau Toba, karenanya harus membantu pemulihan ekosistem kawasan danau terbesar di Asia Tenggara ini,” ujar Tenaga Ahli Satgas Pemulihan Danau Toba, Letjen TNI Purn Dr (HC) Doni Monardo.

Doni berbicara di hadapan Forkopimda Provinsi Sumatera Utara, serta para bupati (atau yang mewakili) dari tujuh kabupaten yang “memiliki” kawasan Danau Toba. Acara yang digelar Rabu (8/6/2022) di Taman Simalem Resort, Karo, Sumatera Utara itu bertajuk Rapat Koordinasi Tim Penyelamatan Ekosistem Danau Toba.

Selain sebagai Tenaga Ahli Satgas Danau Toba, Doni Monardo juga menjabat Komisaris Utama PT Mind ID, sebuah perusahaan konsorsium BUMN Tambang, yang salah satu anggotanya adalah PT Inalum. “Kami mendorong PT Inalum untuk membantu penyelamatan ekosistem Danau Toba,” tegas Doni.

PT Inalum dipuji Doni Monardo sebagai salah satu BUMN yang “performed”. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2018, pemerintah bisa mengambil-alih saham PT Freeport sebesar 51 persen.

“Karenanya, kita harus bersyukur, melalui Inalum-lah pemerintah mendapatkan porsi saham yang lebih besar di Freeport,” tambah Kepala BNPB 2019 – 2021 itu.

PT Indonesia Asahan Aluminium atau lebih dikenal sebagai Inalum merupakan BUMN pertama dan terbesar Indonesia yang bergerak di bidang peleburan aluminium. Angka produksinya terus menanjak. Keuntungan perusahaan pun terus meningkat. “Harus diingat, Inalum bisa mendapatkan keuntungan jika ekosistem lingkungannya terawat dengan baik,” tambahnya.

Salah satu faktor adalah lancarnya pasokan listrik dari PLTA Asahan 1 dan Asahan 3. Listrik itulah yang memberikan sumber energi untuk produksi. Apa hubungannya dengan Danau Toba?

”Hubungannya karena PLTA Asahan sangat tergantung pada sumber air yang ada di Danau Toba. Artinya, Inalum harus merasa hutang budi kepada air Danau Toba. Karenanya, kami di jajaran PT Mind ID, melihat ada sesuatu yang perlu ditingkatkan, utamanya dalam hal kepedulian Inalum terhadap Danau Toba,” tegas Doni Monardo.

Jika, Inalum tidak memberikan kontribusi untuk penyelamatan ekosistem kawasan Danau Toba, maka permukaan air Toba akan terus mengalami penurunan. Kalau debit air Danau Toba turun, maka PLTA terancam tak bisa beroperasi. Tanpa pasokan listrik, maka Inalum juga terhenti.

“Tidak ada pesan lain, kecuali Inalum harus bekerjasama dengan seluruh komponen yang ada di Sumut, terutama yang ada di kawasan Danau Toba untuk mengembalikan fungsi konservasi, agar debit airnya bisa terjamin dan tidak mengalami penurunan lagi. Dengan begitu, aliran listrik dari PLTA Asahan ke Inalum menjadi lancar,” ujar Doni.

Di sisi lain, masyarakat Sumatera Utara, utamanya yang ada di kawasan Danau Toba juga harus merasa memiliki Inalum. Wajib mendukung Inalum dalam fungsinya memberi pendapatan kepada negara. Sebab, penerimaan negara ujungnya akan kembali juga kepada rakyat, termasuk kepada TNI dan Polri.

Doni Monardo menanam pohon Macadamia nut di bukit Gajah Bobok, Karo, Sumut. (Foto: Egy Massadiah)

Tambah Anggaran

Sebelumnya, Doni Monardo dan seluruh peserta Rakor mendengarkan program PT Inalum terkait penghijauan dan reboisasi kawasan gundul yang ada di sekitar Toba. Paparan disampaikan Benny Wiwoho, Direktur Eksekutif Umum dan SDM PT Inalum.

Kepada Inalum, melalui Benny, Doni berpesan agar fokus pada program serta pelaksanaannya. Inalum tidak bisa kerja sendiri. Karenanya Doni meminta Inalum melibatkan unsur-unsur yang ada di sekitar Danau Toba, mulai dari pemerintahan daerah, TNI-Polri, organisasi kemasyarakatan hingga para tokoh adat serta tokoh agama. “Buat sub satgas, pilih jenis tanaman yang sesuai. Kalau perlu datangkan mantan-mantan satgas Citarum Harum untuk saling berbagi pengalaman,” pesan Doni.

Doni Monardo, sang penggagas “Citarum Harum” itu bahkan menjamin, tanpa pelibatan unsur masyarakat dan pemerintah daerah yang ada di kawasan Danau Toba, program itu akan gagal. Doni pun mengambil contoh program Citarum Harum. Sejak tahun 80-an, sudah keluar dana yang tidak sedikit demi pemulihan Sungai Citarum yang tercemar berat.

Doni meluncurkan program Citarum Harum dengan melibatkan unsur masyarakat dan dipayungi oleh Peraturan Presiden. Saat ini kondisi Citarum sudah berada di fase tercemar ringan-sedang, dari yang semula tercemar berat.

Andaliman

Kepada pemerintah daerah yang nanti akan mendapatkan dana “Penyelamatan Danau Toba” dipersilakan menanam jenis tanaman yang sesuai. “Akan lebih baik kalau memilih tanaman yang tidak saja memiliki fungsi ekologis, tapi juga ekonomis,” kata Doni sambil menyebut salah satu jenis tanaman yang bernama andaliman. Juga tanaman lain seperti macadame nut, kemenyan, dan kemiri.

Informasi terakhir, Doni mendapat kabar harga andaliman mencapai 200 euro di Eropa. Itu hampir setara dengan Rp 3,5 juta per kg. Sebuah peluang yang sangat bagus jika kawasan Toba mampu memproduksi serta mengekspor andaliman.

Untuk diketahui, andaliman adalah sejenis merica Batak. Ia termasuk jenis rempah yang banyak ditemukan di daerah Batak dan kerap digunakan di berbagai kuliner khas tanah Tapanuli.

Andaliman juga memiliki cita rasa khas, tajam, dan meninggalkan sensasi ketir di lidah. Rempah ini berbentuk bulat dan kecil mirip lada. Andaliman juga memiliki manfaat yang luar biasa bagi kesehatan.

Kepada para bupati, Doni juga menyarankan agar memasukkan muatan lokal tentang Danau Toba, kepada siswa-siswa mulai dari SD hingga SMA. Anak-anak sejak dini harus dikenalkan mengenai sejarah dan kebanggaan Danau Toba. Termasuk memasukkan unsur-unsur konservasi, menjaga alam, merawat lingkungan.

“Tujuannya agar dalam lima tahun ke depan, lahir generasi penerus yang sudah memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya menjaga ekosistem Danau Toba. Ini yang disebut upaya atau program perubahan perilaku. Program penyelamatan Danau Toba tidak akan berhasil dengan baik tanpa diikuti gerakan perubahan perilaku masyarakat,” ujar Doni Monardo.

Terakhir, Doni memohon kepada aparat kepolisian untuk tidak segan-segan menindak aksi pembalakan liar. “Jangan takut sama pembalak. Mereka adalah orang-orang berdosa. Bayangkan, sebuah pohon hingga memiliki diameter sampai satu meter, butuh waktu tumbuh puluhan bahkan ratusan tahun. Oleh pembalak ditebang begitu saja kurang dari satu jam. Pak polisi mohon bantuannya agar menghentikan aksi mereka,” pinta Doni.

Aksi pembalakan liar, tidak saja mengganggu debit air Danau Toba, tetapi juga bisa mengakibatkan banjir bandang dan longsor. “Jangan sampai kita membiarkan orang-orang mengambil keuntungan dengan cara illegal, sementara rakyatnya harus menderita karena bencana,” tegas Doni Monardo.

Master Plan

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Hubungan Kelembagaan PT Mind ID, Dany Amrul Ichdan menyampaikan pentingnya master plan penyelamatan Danau Toba yang berkelanjutan.

Dany yang juga pengajar dan penguji program doktor pada Doktor Manajemen Bisnis Universitas Padjadjaran itu mengisahkan pengalamannya menghadiri World Economy Forum di Davos, Swiss baru-baru ini. Dalam perjalanan ke sana, ia sempat singgah di salah satu danau yang terpelihara dengan sangat baik.

Ia bahkan menceritakan sebuah kawasan yang zero carbon di sekitar danau. Di daerah itu, diterapkan adanya area bebas energi fosil. Jadi yang boleh melintas adalah kendaraan listrik. Pengelolaan sampah dan limbahnya juga sangat bagus, menggunakan teknologi.

“Kalau dilihat, danau di Swiss kalah spektakuler dibanding Toba. Pertanyaannya, kenapa di sana bisa tertata? Karena ada master plan. Karena itu, di sini pun hendaknya ada master plan bersamaan program penanaman pohon di lahan gundul,” ujarnya.

Yang tak kalah menarik adalah testimoni dari salah satu tokoh masyarakat yang hadir dalam Rakor Penyelamatan Danau Toba. Dia adalah Mayjen TNI Purn Haposan Silalahi. Dalam usia yang menginjak 85 tahun, ia masih terlihat sehat dan aktif. Malam sebelum Rakor, Haposan bahkan sempat berbincang panjang dengan Doni Monardo, yuniornya di TNI-AD.

Haposan mengisahkan ihwal keberadaan Danau Toba yang sangat sentral bagi masyarakat Tapanuli. Apa daya, dari tahun ke tahun, ia menyaksikan penurunan kualitas danau. “Dulu, pantai Danau Toba ada persis di depan rumah. Saat ini sudah maju lima meter. Itu artinya debit air turun. Bukan hanya itu, dulu di pantai Toba juga banyak bebatuan yang bersih, tapi sekarang batu-batuan itu tampak berlumut, indikasi adanya pencemaran akut,” katanya.

Saat ini muka air Danau Toba sudah di angka 903 mdpl. Harusnya di angka ideal 905 mdpl, dan akan lebih bagus lagi jika bisa mencapai 906 mdpl. Haposan menyebutkan, kekurangan ketinggian muka air dua meter itu bukanlah angka yang kecil, mengingat panjang danau Toba yang sekitar 100 km dan lebar danau yang sekitar 30 km.

Haposan juga mengenang saat-saat Danau Toba masih menjadi primadona rakyat yang hidup di sekitarnya. Ikan-ikan yang ada di Danau Toba juga menjadi kebanggan. Dan saat ini banyak yang sudah punah.

“Ada satu yang sangat saya sesalkan, yakni punahnya gurapang, atau kepiting danau. Saya biasa makan kepiting itu, lezat dan bergizi tinggi. Kalau kita berenang di danau, bisa melihat kepiting bercorak warna-warni itu di tepi pantai,” kenang Haposan Silalahi.

“Saya berharap Satgas Penyelamatan Danau Toba bisa mengembalikan Danau Toba seperti zaman saya kecil dulu,” ujar Haposan.

Usai Rakor Penyelamatan Danau Toba, Doni Monardo beserta para bupati, Sekda Prov Sumut, Dandim, Kapolres Karo meluncur ke bukit Gajah Bobok untuk melakukan penanaman pohon macadamia Australia (macadamia integrifolia) di lokasi lahan gundul.***rr