Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Cabe Rp 2.000 per kg, Petani Menjerit

Published

on

Nina Sihombing salah satu anggota Kel. Tani Wanita Sumber Jaya. Kanan: Kel. Tani Wanita Sumber Jaya Bulu Duri, Parongil. Sumut. Foto: Banjar S

BUKAN sekali-dua kita mendengar kisah petani menjerit karena dipermainkan oleh pemodal. Kisah yang sama terulang di Parongil, Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Kelompok Tani Wanita Sumber Jaya Dairi mengaku sangat menderita, karena cabe panenannya hanya dihargai Rp 2.000 per kg.

Padahal, biaya untuk bercocok tanam cabe per 2 rante (1 rante = 20 x 20 m), bisa mencapai Rp 5 juta, dengan jumlah 1.500 pohon cabe per rante. Menurut Nina Sihombing salah satu petani cabe di Bulu Duri Kec. Silima Pungga-Pungga, jika harga tidak ada kenaikan, ia akan mencabut semua pohon cabe dan menanamnya dengan tanaman lain.

Dikisahkan, untuk memulai menanam cabe seluas 2 rante, mereka harus membeli mulsa sebesar Rp 300.000. Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tumbuh dengan baik.

Selain itu, petani juga harus mengeluarkan uang untuk pembelian bibit Rp140.000. Lalu, harus juga membeli Polybag Rp 60.000. Polybag adalah plastik segi empat berwarna hitam, putih maupun transparan yang sering digunakan sebagai tempat persemaian tanaman.

Masih ada yang harus dibelanjakan oleh petani, yakni pupuk daun dan buah Rp 650.000 dengan total pengeluaran mencapai Rp 5 juta. Agar mereka tidak rugi maka harga jual harga cabe di Dairi minimal Rp 30.000/kg. “Jadi, kalau cabe kami hanya dihargai dua ribu rupiah per kilogram, bagaimana kami bisa bertahan?” ujar Nina Sihombing. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *