Connect with us

Feature

Ada Wajah Tuan M.H Manulang di Pameran 3 Abad Pers di Indonesia

Published

on

MEDAN, JAYAKARTA NEWS – Sederetan tokoh-tokoh Pelopor Pers Perjuangan Indonesia tampak  menghiasi dinding dalam Gedung Astaka. Selain itu, ada ratusan surat kabar (koran) dipajang di dalam kotak kaca yang tersusun rapi, masing-masing dengan keterangan. Kemudian ada sejumlah mesin tik usang juga ikut dipamerkan.

Begitulah situasi “Pameran 3 Abad Pers di Indonesia” yang merupakan rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) ke – 77 di Gedung Serba Guna, Jl. William Iskandar No. 09,  Kenangan Baru, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara, beberapa pekan lalu.

Dari sederetan foto wajah tokoh-tokoh Pelopor Pers Perjuangan yang dipajang itu, salah satunya adalah Tuan M.H Manullang beserta rekam jejaknya. Ia lahir di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 20 Desember 1887 dengan nama lengkap Mangaraja Hezekiel Manullang. 

Perjalanan karier Tuan MH Manullang sungguh luar biasa. Di usianya yang masih belia, 18 tahun, persisnya tahun 1905, ia sudah menerbitkan Koran Binsar Sinondang Batak di Padang, Sumatera Barat dan diedarkan di Tapanuli, dengan motto “Majalah Hiburan Untuk Orang Batak” .

Tahun 1907 – 1909 Tuan M.H Manullang menamatkan di Sekolah Senior Cambridge di Singapore. Selama di sana Tuan Manullang mendapatkan wawasan yang lebih luas lagi dan menyadarkannya tentang nasib bangsanya.

Setelah itu pada 28 Juli 1919 Tuan M.H Manullang menulis dalam Koran Pewarta Deli, “Hikajatnya tanah “Pansoerbatoe,”. Perjalanan nya tidak sampai di situ. Tahun 1919 – 1929, ia menerbitkan kembali beberapa koran, yaitu Soera Batak, Persamaan, Pertjatoeran dan Persatoean. 

Kariernya di dunia pers tidak berjalan mulus. Ia terbelit masalah hukum. Terkena Dakwaan Persdelik dan dijatuhi hukuman penjara 15 bulan. Pada Maret 1922 , ia menjalani hukuman penjara di Cipinang  dan bebas pada Agustus 1923.

Tahun 1942 Tuan M.H Manullang ditangkap oleh tentara Kempetai Jepang di penjara  selama 1 tahun 3 bulan di Tarutung.

Tuan M.H Manullang : Oela Tanom Oelang Digomak Oelanda 

Silih berganti pengunjung keluar masuk di dalam Gedung Astaka pagi itu, untuk melihat Pameran 3 Abad Pers di Indonesia, ada mahasiswa, wartawan, masyarakat dan ada juga salah seorang yang mengidolakan Tuan M.H Manulang. Dia adalah Manguji Nababan, Kepala Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen.

Salah seorang pengunjung Pameran 3 Abad Pers di Indonesia, Manguji Nababan, Kepala Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen. (Foto. Monang Sitohang)

Ia mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang, jadi saya mengidolakan Tuan M.H Manullang itu karena saya kenal. Artinya, saya tahu dengan mengikuti rekam jejak kehidupannya, bagaimana perjalanan hidup dari Mangaraja Hezekiel Manullang atau dikenal dengan Tuan Manullang,”.

“Jadi saya memposisikan Tuan M.H Manullang lebih penting dari semua tokoh Pers yang ada di pameran ini,” ujar Manguji sambil menunjukkan foto wajah Tuan M.H Manullang. Kemudian lanjut Manguji lagi, bahwa Tuan M.H Manulang adalah cendekia orang Batak di zamannya dan Ia lahir tahun 1887. 

“Coba kita bayangkan di 1905 saat usianya 18 tahun, masih terbilang muda dan ketepatan saat itu dua tahun sebelum Sisingamangaraja meninggal, Tuan Manullang sudah menerbitkan surat kabar Binsar Sinondang Batak yang artinya Terbit Cahaya Batak, tidak tanggung-tanggung dia menerbitkan di Padang, Sumatera Barat,” jelas Manguji yang juga salah seorang dosen di Universitas Nomensen.

Perjalanan Tuan Manulang menuju Padang, Sumatera Barat pada masa itu karena dikeluarkan dari sekolah Raja dari Namuronda. Di dalam hidup Tuan Manullang jiwa nasionalisme itu sudah terbentuk, ditambah lagi ketika bertemu dengan tokoh-tokoh Nasional sampai ke Pulau Jawa, bahkan dalam pergerakan Nasional Budi Utomo ia juga ikut mewarnai perjuangan nasionalisme masa itu.

Lebih lanjut Manguji menjelaskan, bahwa Tuan MH Manulang ini, selain Pejuang Pers ia juga dikenal sebagai orang yang sangat menentang kolonialisme khususnya di tanah Batak. 

“Jadi dia adalah pelindung tanah Batak dari agresor Belanda supaya tanah Batak itu tidak dianeksasi atau diambil alih pemerintah Belanda,”ungkap Manguji. Bahkan ada seruan tuan Manulang yang sangat melekat, ” Oela Tanom Oelang Digomak Oelanda yang memiliki arti ‘Olah Tanahmu Supaya Jangan Diambil Belanda’. 

Jadi dengan seruan-seruan seperti itulah Tuan Manulang membangun jiwa Nasionalisme untuk mempertahankan hak milik supaya tidak beralih ke Belanda. Dan dia juga tokoh gereja sebagai pendiri Hatopan Kristen Batak (HKB) itu yang menjadi cikal bakal Huria Kristen Indonesia yang sekarang. Orangtua Tuan Manulang merupakan panglima dari Sisingamangaraja.

“Sangat kebetulan buku berjudul Tuan M.H Manullang Dipenjarakan Belanda (Melawan Ekspansi Agraria di Tanah Batak) yang dibagikan kepada pengunjung, saya adalah penerjemah buku itu dan saya diminta oleh Dr. Phil. Ichwan Azhari, M.S untuk menerjemahkan dari sumber-sumber surat kabar yang berbahasa Batak ,”jelas Manguji sambil menunjukkan buku yang dibagikan oleh petugas pameran siang itu.

Jadi, pada masa itu Tuan Manullang menerbitkan surat kabar Sinondang Batak majalah hiburan untuk orang Batak di Padang, Sumatera Barat, merupakan cara dia memperhalus pergerakan diplomasi di dalam perjuangannya untuk menyelamatkan tanah dari cengkraman penjajah. Karena melalui surat kabar itulah ia dapat memasukkan doktrin-doktrin perjuangan tentu hal tersebut dilakukan karena bibit nasionalisme sudah ada di dalam jiwanya.

Sang Pemilik Surat Kabar di Pameran 3 Abad Pers di Indonesia 

Dr. Ichwan Azhari, M.S, lahir 16 November 1961, Ia seorang sejarawan, pengajar dan ahli filologi (filolog) Indonesia. Ia juga merupakan Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan (Unimed), Medan, Sumatera Utara.

Dr. Ichwan Azhari, M.S (pakai kaca mata) pemilik dari surat kabar yang dipamerkan di Gedung Astaka bersama Manguji Nababan dan awak media Jayakartanews.com, Monang Sitohang (foto. Ist)

Ialah sebagai pemilik surat kabar yang dipamerkan di HPN yang jumlahnya ada 300 surat kabar, yang terdiri dari repro dan asli. Ichwan mengatakan, sebelumnya ia adalah seorang wartawan di Surat Kabar Sinar Pembangunan dan Mercusuar Medan, sejak berusia 18 tahun, yakni di tahun 1979.

Mengingat sederetan tokoh-tokoh Pelopor Pers Perjuangan yang dipamerkan di gedung Astaka, Dr. Ichwan mengatakan ada beberapa orang yang diusulkan sebagai calon pahlawan nasional dari Sumatera Utara 2021, salah satunya Tuan M.H Manullang.

Menurut Dr Phil Ichwan Azhari MS, bahwa Tuan M.H Manullang ini sangat pantas diangkat menjadi pahlawan nasional karena kegigihannya melawan ekspansi agraria di Tanah Batak oleh kolonial.

Beliau adalah pejuang yang sejak tahun 1906 konsisten menentang kolonialisme di Tanah Batak, baik melalui media (pers) yang didirikannya (Sinondang Batak dan Soara Batak) dan melalui koran ini dia menyebarkan benih-benih kebangsaan, maupun lewat organisasi Huria Kristen Batak (HKB) tahun 1917. Dan dia juga seorang tokoh pendidikan di Tanah Batak. Karena ketokohannya yang kuat menentang penjajahan.

Kemudian Dr. Ichwan melanjutkan kembali, saat mengajukan Tuan M.H Manullang diusulkan menjadi pahlawan nasional ada menggelar seminar nasional sebanyak dua kali secara daring untuk membahas sosok Tuan M.H Manullang. Pertama 27 Februari 2021 dengan mengangkat tema Perlawanan Tuan M.H Manullang Menentang Ekspansi Agraria Belanda di Tanah Batak. 

“Dan salah satu narasumbernya yaitu seorang peneliti bidang perkembangan politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Hermawan Sulistyo MA yang akrab dengan sapaan Kikiek,”ujar Dr. Ichwan. Kemudian tambah Dr. Ichwan lagi kalau Tuan M.H Manullang merupakan idola Prof. Hermawan Sulistyo.

“Coba lihat, dengar dan kutip pendapat Prof. Herman Sulistyo di YouTube Seminar Daring Mengusung Calon Pahlawan Tuan M.H Manullang,” kata Dr. Ichwan sambil memanggil salah seorang petugas untuk memberikan link YouTube seminarnya kepada awak Jayakartanews.com

Kemudian dalam YouTube seminar Daring Mengusung Calon Pahlawan Tuan M.H Manullang, Prof. Herman Sulistyo mengatakan, “Saya senang karena pertama saya lebih banyak belajar dalam forum ini, kedua tema-tema lokal dan tema tema yang dalam kosa kata sekarang itu seperti sektarian sebetulnya bisa di angkat menjadi lintas batas wilayah, lintas batas etnik, lintas batas agama, bagi yang pantas. Dan Salah satu yg pantas tuan Manullang ini,”

Kemudian lanjut Prof. Herman Sulistyo, yang ketiga jangan berhenti disini kalau perjuangan sudah seperti ini. Saya membayangkan panitia ini menggalang anak anak mahasiswa khususnya dan anak anak muda umumnya untuk kampanye di sosmed, berikan masukan dengan cara membuat konten dengan  potongan durasi 1 menit, 30 detik di YouTube, kemudian teks teks tertulis disebarkan, beri mereka pemahaman, 

Pertama efek langsungnya adalah mereka bisa lebih memahami tentang sejarah bangsanya sendiri. 

Kedua mereka bisa berkampanye ke luar sehingga ada tekanan publik bagi pemerintah pusat dan saya khawatir nanti yang memutuskan orang-orang yang punya kepentingan politik, yang tidak suka dengan peran Tuan Manullang, sedangkan mereka itu bukan sejarahwan. 

Kemudian Prof  Hermawan Sulistyo menjelaskan bahwa dirinya bukan seorang sejarahwan, “Tetapi saya sejarahwan by training, by profession saya tidak pernah jadi sejarahwan. Saya wartawan 25 tahun, saya dosen, by training bukan pendidikan iya saya sejarahwan,” jelas Prof. Herman Sulistyo yang juga sebagai Sidang Redaksi di Jayakartanews.com. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *