Kabar
Pameran “Seni Kerakyatan” Ada Dalam Genggaman
Program Visual Art JICAF
JAYAKARTA NEWS – Kebiasaan baru. Dua kata ini naik daun semenjak wabah Corona merebak. Seluruh sendi kehidupan masyarakatpun menyesuaikan diri. Dunia seni rupa bukan pengecualian. JICAF (Jogja International Creative Art Festival) sudah memulai. Di tangan JICAF pameran “Seni Kerakyatan” hadir dalam wujud virtual reality. Para pengunjung serasa berada di tempat aslinya.
Untuk menikmati karya seni, bukan kaki-kaki yang melangkah, tetapi jejari pengunjunglah yang mesti dimainkan untuk menyusuri areal pameran baik di luar mupun di dalam ruang eksibisi. Pameran “Seni Kerakyatan” ada dalam genggaman.
Program Virtual ART “Seni Kerakyatan” yang dihelat JICAF ini sesuatu yang baru. Cukup berbekal hape pintar dan membuka link https://jicaf2020.isi.ac.id/virtual.html siapa pun bisa menyusuri pameran seperti di tempat yang sesungguhnya, Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Para pengunjung bisa menikmati pameran yang dikemas dalam wujud virtual reality ini 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, hingga 15 Maret 2021.
Sesaat setelah link itu disentuh, muncul gambar reranting berdaun kecil-kecil dari sebuah pohon besar yang berada di halaman tengah Kampus ISI yogyakarta. Inilah pintu pembuka pengunjung untuk memasuki arena pameran.
Selanjutnya, pengunjung tinggal memainkan jejari menyentuh tanda-tanda khusus yang telah disediakan. Ada tanda contreng untuk memunculkan karya di belakangnya. Ada tanda gambar pintu buka-tutup untuk memasuki areal indoor. Tanda tambah untuk memperbesar gambar, tanda minus sebaliknya, untuk memperkecil obyek. Sentuhan jejari ke kiri-kanan-atas-bawah akan membawa pengunjung berselancar di seluruh ruang pamer dalam sudut pandang 360 derajat. Sementara katalog pameran bisa dilihat lewat tanda tiga titik.
Pameran “Seni Kerakyatan” itu menyajikan lukisan, patung, desain interior, desain grafis, seni media, seni instalasi luar ruang, keramik, kriya logam, kriya tekstil, kriya kayu, mural, arsip seni, hingga kerja kuratorial. Setiap karya memiliki caption. Namun, nama perupa, judul karya dan penjelasannya tidak diperlihatkan langsung. Untuk mengetahuinya, pengunjung cukup menyehtuh huruf i di samping karya. Di sebelah uruf i, ada tanda gambar yang bila ini disentuh, foto karya akan “terlepas” dari latar belakangnya, lalu tampil lebih cerah dan terang dalam bingkai khusus.
Salah satu keunggulan pameran virtual adalah, ia bisa dinikmati kapan pun di manapun. Karya Ugo Untoro, Ichwan Noor, Hedi Hariyanto, Asnar Zacky, Timbul Raharjo, Putu Sutawijaya, Stefan Buana, Purjito, Dunadi, Lutse Lambert dan lain-lain bisa dinikmati setiap saat di mana saja. Pameran gaya baru “Seni Kerakyatan” ada dalam genggaman. Cukup dibutuhkan keluwesan jari untuk berselancar di atas layar kaca hape pintar.
Enam Negara
Pameran “Seni Kerakyatan” digarap oleh tiga kurator, Mike Susanto, Yulriawan Dafri dan Martino Dwi Nugroho. Ada 160 karya yang tampil dari beberapa negara. “Pameran kolaboratif enam negara ini diikuti oleh para dosen, alumni, dan mahasiswa,” kata Mike Susanto. Mereka berasal dari ISI Yogyakarta, Silpakorn University Thailand, University Teknologi Mara Malaysia, Tokyo University of the Arts Japan, Melbourne University Australia, dan LaSalle College of The Art Singapore.
Mike yang juga Ketua Jurusan Tata Kelola Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta memaparkan Konsep karya yang disajikan pada “Seni Kenyataan” terfokus pada dua sub-kuratorial. Pertama, karya-karya dengan mengusung tema realitas atau isu-isu kontekstual yang berasal dari berbagai universitas. Kedua, karya-karya koleksi kampus ISI Yogyakarta.
Kedua sub-kurasi itu memberi keunikan tersendiri dan menyebabkan kompleks kampus menjadi lebih artistik. Selain menikmati karya yang dipamerkan, siapa saja yang kangen dengan kampus ISI, bisa sekaligus melepas rindu. Di era pandemi Covid 19, jelajah virtual itu menjadi solusi ketika pergerakan manusia dibatasi demi memutus rantai penyebaran wabah. (Ernaningtyas)