Connect with us

Global

Nakba (Bencana) di Tanah Palestina

Published

on

Mohammad Mahmoud Jadallah, 96 tahun, yang berasal dari desa  Sur Baher,  desa Arab di timur Yerusalem. Dia sedang duduk di rumahnya. Foto: reuters.com

Yerusalem – Mohammad Mahmoud Jadallah (96 tahun) punya ingatan kuat saat-saat Israel berdiri pada tahun 1948 — satu kejadian yang membentuk kehidupannya dan juga warga Palestina lainnya.

Bagi Israel merupakan perayaan ke 70 berdirinya negara itu. Namun buat Palestina merupakan ‘Nakba’ atau bencana — ketika ratusan ribu warga Palestina mengungsi dari tanah kelahirannya.

Dan pada tanggal 14 Mei 2018 ini, tiga hari sebelum dia mencapai usia 97 tahun, dia menyaksikan lagi sebuah kemunduran dari impiannya akan sebuah negara Palestina

Hanya tiga hari sebelum dia mencapai usia 97 tahun, tanggal 14 Mei 2018, dia akan mengalami kemunduran lagi akan impiannya negara Palestina. Senin minggu ini, Amerika akan membuka Kedutaan Besar di Yerusalem di tanah yang menurut Jadallah merupakan lahan pertanian desanya.

“Kehidupan kami ada dalam Nakba. Kami tidak pernah mengalami kebahagiaan atau ketenangan,” ujarnya di ruang tamu rumahnya, dekat Sur Baher bersebelahan dengan Mesjid Omari.

Kedutaan Besar AS berdiri di bukit dan di seberangnya terletak Sur Baher, yang dulu merupakan desa pertanian dan penduduknya menanam pohon ara, anggur, dan gandum. Setelah Israel berdiri, kawasan itu masuk dalam batas kota Yerusalem.

Sejak lama Israel telah menyatakan Yerusalem sebagai ibukotanya. Namun dunia internasional tidak mengakuinya. Hal ini berubah di era Presiden AS Donald Trump yang memutuskan memindahkan Kedubes-nya dari Tel Aviv ke Yerusalem.  Palestina menyatakan keputusan AS untuk memindahkan kedutaan besarnya berarti tidak mengindahkan kehendak Palestina untuk menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara Palestina.

“Keputusan-keputusan (mengenai Palestina) ditetapkan secara internasional. Sekarang ini, kami tidak bisa mengubah apapun. Kami tidak ada apa-apanya, tidak seorangpun menanyakan pendapat kami,” tambahnya.

Jadallah lahir di perbukitan di atas Yerusalem pada tahun 1921, hanya empat tahun setelah Palestina direbut Inggris dari Kekaisaran Ottoman Turki. Dia melihat gelombang awal imigran Yahudi (Zionis) tiba di perbukitan disekitar desanya.

Dia, sebagai pemuda, bekerja sebagai pelayan di Hotel King David di kota tua Yerusalem, sekitar tiga kilometer dari desanya. Dia berada di tempat itu, pada tahun 1946, ketika kelompok paramiliter Yahudi (Irgun) meledakkan hotel sehingga sebanyak 90 orang meninggal.

Kemudian, dia menjadi pejuang Palestina dan bertempur bersama-sama dengan pasukan Arab. Namun mereka kalah dalam perang 1946 sehingga lahirlah negara Israel.

Ketika dia memasuki usia pertengahan, dia melihat pasukan Israel menduduki desanya pada Perang Enam Hari 1967. Belakangan, Israel mempeluas kota Yerusalem ke arah timur sehinga memasukkan desa Sur Baher dan desa-desa disekitarnya kedalam wilayah kota. Israel juga menganeksasi wilayah itu dan mendudukinya sampai sekarang.

Ketika dia sudah tua, Jadallah sempat memeluk Yasser Arafat di Yeriko pada tahun 1990-an, ketika itu pemimpin PLO itu baru datang dan membentuk Otoritas Palestina.

Arafat dikalangan warga Palestina dijuluki ‘Al-Khetiyar’ atau tetua atau orang tua yang dihormati. Jadallah, 10 tahun lebih tua dari Arafat, hidup lebih dari satu dekade dari pemimpin Palestina itu.

Rumah Jadallah berada di ujung jalan sempit dekat kebun kecil pohon zaitun. Di ruang tamu terpampang foto-foto tua, lukisan dan plakat. Foto memperlihatkan ketika dia masih muda dan mengenakan seragam tentara serta foto dia bersama Arafat.

Sebagai orang tua, dia dikenal oleh semua warga desa. Saat ini, dia mempunyai 10 anak dan 134 cucu, yang diingatnya melalui sebuah daftar panjang.

Di sepanjang 70 tahun ‘Nakba’, ada satu kejadian yang sangat diingatnya adalah peledakan Hotel King David. Dia nyaris tewas oleh ledakan paramiliter Yahudi Irgun. “Dapur hotel punya pintu khusus, yang digunakan untuk membawa masuk bahan-bahan makanan, dan biasanya para pekerja juga masuk ke hotel melalui pintu ini. Mereka (paramiliter Irgun) masuk dari pintu ini. Mereka masuk dengan truk pembawa susu dan mereka memasukkan kaleng-kaleng susu (ke daprur). Kami melihat ini dengan jelas. Ketika bom (yang ada di kaleng susu) meledak, ledakannya membelah dua dapur, membunuh semua orang di tempat itu,” tuturnya. Bom juga membunuh rekan-rekan se desanya, yang bekerja di hotel.

“Terjadi kepanikan. Orang-orang berlarian di ruang makan dan ditempat lain di hotel. Semua orang kebingungan,” tambahnya.

Setelah banyak terjadi kekerasan disepanjang tahun 1946. Pada tahun 1947, Majelis Umum PBB menyepakati rencana pembagian Palestina kedalam dua negara; negara Arab Palestina dan negara Yahudi. Para pemimpin Yahudi menyetujui rencana itu, namun Liga Arab menolak.

Jadallah, yang menyadari akan terjadi perang, berangkat ke Suriah, pada medio 1947, untuk mengikuti latihan militer. Dia masuk Tentara Pembebasan Arab sebagai pasukan sukarelawan yang menentang pembagian Palestina. Belakangan, dia bertugas dibawah pimpinan gerilyawan Abdel Qader Husseini di Yerusalem.

“Kami pejuang pemberontak. Ada pejuang, mujahidin, dan kami bagian dari itu. Sekelompok pemuda dipilih dan saya ikut terpilih bersama dengan rekan mewakili desa Sur Baher.”

Setelah mendengar Husseini meninggal dalam pertempuran di al-Qastal, di barat Yerusalem, dia menyadari bahwa mereka akan kalah. “Situasi berubah disekeliling kami, kondisi moral berubah. Pada hari Inggris keluar (dari Palestina) dan bendera Israel berkibar di gedung Komisi Tinggi, Nakba dimulai.”

Disisi lain, sejak hari itu, dia tidak pernah lagi berharap ada perdamaian. “Perdamaian tidak akan tercapai karena kami lemah. Rakyat Palestina telah dimanupulasi disepanjang sejarah,” tukasnya.

“Apa yang kami inginkan adalah perdamaian dan keamanan di tanah kami, di rumah kami. Kami tidak menginginkan yang lain. Kami ingin perdamaian. Kami ingin hidup dimana kami lahir.”

Sumber informasi: reuters.com

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *