Connect with us

Entertainment

Membidik Musik Jazz dari Sudut Pandang Fotografer

Published

on

Gideon Momongan (kanan) dan Indrawan Ibonk (kiri, foto Ihsan)

JAYAKARTA NEWS— Memotret pergelaran musik – apalagi musik jazz – perlu konsentrasi penuh. Di zaman dulu kala, kameranya sangat canggih. Filmnya merek Kodak, Fuyi atau Agfa. Filmnya pakai ASA 100, 200 dan 400 (bisa dipush 1 stop). Ada ukuran speed (kecepatan) dan diafragma.

Di zaman kiwari, semua orang bisa jadi fotografer. Pakai Hand Phone, jepret jepret jadi.
Fotografer zaman dulu kala, pakai teori. Ada film negatif, dan film colour. Juga ada slide colour (diapositif). Tentu, hasilnya sungguh elok dan artistik.

“Memotret musik jazz perlu wawasan, hati-hati dan teliti,” ujar Gideon Momongan, fotografer senior dalam acara diskusi bertopik ‘Membidik Musik Jazz” di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Grand Indonesia, Jakarta, baru-baru ini.

Sembari memamerkan karya-karya fotonya di layar, Gideon mengisahkan pengalamannya selama menjadi ‘Mat Kodak’ di setiap pergelaran musik jazz baik di dalam maupun di luar negeri.

Jak Jazz, Java Jazz, Jazz Gunung, Solo City Jazz, Samosir Jazz, Prambanan Jazz Festival, North Sumatera Jazz Festival sampai North Sea Jazz Festival di Congresgrbouw, Den Haag, Belanda, menjadi sasaran tembak kameranya.

Selain itu, Gideon yang pernah bekerja di News Musik ini juga memotret tokoh-tokoh musik jazz saat sedang bermain di panggung.

Ada Jack Lesmana, Ireng dan Kiboud Maulana, Indra Lesmana, Bubby Chen, Margie Segers, Idang Rasjidi, Benny Mustafa, Rien Jamain, Andien, Fariz RM, Christ Kayhatu, Cici Sumiati, Djaduk Ferianto, Glenn Fredly, Ermy Kullit, sampai Donny Suhendra dan band Krakatau tak luput dijepretnya.

“Ada beberapa jazzer yang sudah wafat dan saya pun sempat mewawancarainya,” tutur Gideon yang rajin mengoleksi dan memilih – serta memilah – foto-fotonya.

“Terkadang saya naik ke panggung mencari posisi yang enak buat memotret. Bila perlu, saya kerap berdesakan dengan penonton agar bisa memotret secara leluasa dan dari segala sudut pun oke,” imbuh Gideon yang ramah dan termasuk pendiri Forum Festival Jazz.

Segendang sepenarian dengan rekan sejawatnya, Indrawan Ibonk yang juga fotografer senior di beberapa media cetak dan media on line.Kalau ada konser musik jazz, saya siap dengan wide dan zoom. Ekpresi dan gesture jazzer juga perlu saya abadikan dan memindahkan momen apik kedalam kameranya.”

Yang penting berkarya dan banyak foto karya Ibonk sangat ciamik dipamerkan. Tokoh-tokoh musik jazz yang sudah sepuh pun kerap dijepret ibonk. Di antaranya Benny Likumahuwa, Benny Mustafa, Jack Lesmana, Bubby Chen, Dewa Budjana, Fariz RM, Dwiki Dharmawan dan Gilang Ramadhan pun berulang kali sudah menjadi jepretan kamera Ibonk.

“Andien dan Iga Mawarni juga saya foto. Mereka lihai tarik suara dan berimprovisasi. Juga band-band beraliran jazz seperti Krakatau dan Casiopea kerika menggebrak Java Jazz,” urai Ibonk yang tidak mengharamkan memotret ulah tingkah musikus dan band-band rock seperti God Bless dan Gigi.

Musik jazz memang dinamis. Jazz adalah bentuk yang sempurna dari sebuah musik.
Didalam jazz ada ritme, harmoni, melodi yang berirama ditambah improvisasi.
Ada yang bilang musik jazz sulit dimengerti, membosankan dan dianggap musik kuno.

Seiring berjalannya waktu, musik jazz mulai dapat dipasarkan dan berinteraksi serta berkombinasi dengan berbagai jenis musik lain. Ciri-ciri musik jazz ada improvisasi, penggunaan instrumen, ada sinkopasi, blue note dan swing.

Kini, musik jazz diterima semua kalangan. Anak-anak muda mulai menggemari jazz.
Dan jangan lupa, peranan, sepak terjang dan hasil liputan (tulisan dan foto) dari para jurnalis dan stage fotografer juga patut digarisbawahi.

Tanpa jurnalis dan fotografer, musik jazz tak akan dikenal! (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *