Connect with us

Entertainment

Kisah Nyata Mantan Pendosa Jadi Kades Difilmkan

Published

on

Produser, sutradara dan pemeran film doku drama (foto Kiki)

JAYAKARTA NEWS— Dulu kala, hidupnya serabutan. Enggak teratur. Miras ditenggak sampai mabuk. Narkoba apalagi. Buat sarapan pagi. Badannya penuh tatoo. Itulah Dadih Leo, mantan preman desa Mandalagiri, Kabupaten Tasikmalaya.

“Dulu saya pendosa. Lapendos (laki-laki penuh dosa). Hidupnya penuh genangan bir sampai mabuk. Pokoknya, saya ini ‘keraknya neraka’,” lontar Dadih Leo serius menceritakan masa lalunya yang kelam.

Kisah nyata mantan pendosa itu kini kita bisa nikmati lewat film doku drama bertajuk ‘Jawara Desa’ karya astrada Agni Tirta. Film ini difasilitasi Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

“Kita mengangkat kisah nyata tentang potensi desa. Seorang Kepala Desa (Kades) dari tahun 2019 yang akan habis masa tugasnya 2024 difilmkan.

“Film ini layak tonton. Dan terselip pesan film ini agar kita jangan menggebyah uyah (menggeneralisir) seseorang dari masa lalunya yang kelam,” terang Agni Tirta.
Mata penonton harus dibuka.

“Jaga persatuan dan lawan keragu-raguan. Kita harus ingat bahwa nilai-nilai luhur adat masih berperan di era kiwari,” imbuh Agni Tirta.

Kita akan melihat dalam film doku drama ini tentang keindahan dan keelokan sawah, gunung dan rumah adatnya. “Seni tradisi seperti angklung dan wayang golek di desa Mandalagiri masih hidup dan dimainkan oleh anak-anak muda desa,” urai Agni Tirta.

Dadih Leo, mantan preman dan Suhajar Diantoro, Sekjen Kemendagri. (Foto Kiki)

Di era milenial, sudah selayaknya urbanisasi, modernisasi dan kemiskinan harus dilawan dan disingkirkan kalau kita ingin desa kita menjadi maju.

“Ini benalu-benalu yang dihadapi desa kini. Contoh Dadih Leo yang berhasil jadi Kades patut kita beri punten tinggi. Juga rekan sejawatnya, Del Fajri yang jadi pendamping desa juga dulu berhobi preman dan kerap berkelahi antar geng. Kini di zaman kiwari, mereka sudah insyaf dan aktif nembangun desanya,” ucap Suhajar Diantoro.

Memang, menonton film “Jawara Desa’ memberikan edukasi dan pembelajaran bagus buat generasi zaman now.

Mantan preman yang aktif melakukan perubahan dinamis dan kini jadi pemimpin gerakan di desa menjadi biopik di film ‘Jawara Desa’. Kita juga bisa melihat lebih jauh banyak anak muda dengan pergulatan batin dan karya nyatanya di desa lain (Padang Ganting di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat) seperti kisah nyata doku drama di film ini. (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *