Connect with us

Feature

“Oedipus Rex Paket Hemat”

Published

on

Catatan Gde Mahesa

Sabtu, 18 Januari 2020 di Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta Teater Alam mementaskan drama klasik “Oedipus Rex” karya Sophocles yang diterjemahkan WS Rendra. Sebagai dedengkot Teater Alam, Azwar AN yang kini berusia 82 tahun menyutradarai langsung lakon itu, dibantu asisten sutradara Meritz Hindra (70 th) sekaligus memerankan Teiresias.

Teater Alam, termasuk kelompok teater tertua di Yogyakarta bahkan di Indonesia. Para pemain penting yang andil dalam pementasan ini pun tergolong senior dalam berumur, seperti Gege Hang Andika yang selalu memerankan Oedipus. Ia kini telah berusia 71 tahun. Ada Daning Hudoyo sebagai Creon berumur 65 tahun. Pemeran Yocasta istri Oedipus adalah Anastasia (60 tahun). Pemain tertua lain ada Tertib Suratmo (80 tahun) juga ada Jemek Supardi pantomimer yang memerankan pendeta.

Pementasan Oedipus Rex oleh Teater Alam bisa dibilang permainan lintas generasi. Peran Antigone dan Ismene adalah cucu sang sutradara. Sementara Rony AN, putra sulung Azwar AN yang kini berusia di atas 40 tahun, memerankan Gembala. Sebuah harmoni kebersamaan berteater yang barangkali hanya ada di Teater Alam.

Pementasan kali ini, boleh dibilang sebuah geliat romantika yang dieksplorasi dengan karya. Pengkristalan spirit kebersamaan anggota Teater Alam akan kecintaan pada teater dan kepada sang maestro Azwar AN, berjuang keras mementaskan drama klasik Oedipus Rex. Keseluruhan pementasan realtif mulus. Totalitas para pemain tampak jelas dan patut diacungi jempol. Meski begitu, konsep “pentas keaktoran” yang digagas sutradara, belum sepenuhnya berhasil.

Gege Hang Andika sebagai Oedipus nampak berusaha tampil maksimal. Power tidak stabil yang mengakibatkan emosi yang dibangun menjadi up and down. Meski begitu, ia mampu mengontrol dengan baik. Kemunculan setelah membutakan kedua matanya, terasa kurang mencekam. Pedih, tetapi kurang perih.

Teiresias yang diperankan aktor senior Teater Alam, Meritz Hindra. (foto: richa amalia)

Meritz Hindra aktor generasi pertama, termasuk pendiri Teater Alam tetap prima. Terlebih mengingat selain bermain sebagai Teiresias, ia juga fokus pada tugas asisten sutradara. Kelupaannya pada dialog, bisa ditutup dengan aktingnya yang prima.

Anastasia memerankan Yocasta dengan total. Sosok permaisuri bertubuh subur menggemaskan ini dengan lancar dan lantang menembakkan dialog. Sekali-dua kali saja penonton sempat bingung pada intonasi bicaranya: Ini ratu Yunani atau Ratu Jawa? Karena logatnya yang medok.

Edy “Gebleng” Subroto, si pembawa warta boleh dibilang tampil bagus. Ia menunjukkan akting khas Teater Alam. Sedangkan Gembala yang diperankan Rony AN berusaha menguras emosi melalui dialog-dialog yang dalam. Mungkin karena faktor kelelahan fisik, mengakibatkan karakter vokal berat dalam tone sedih, ada kalanya hilang dan terdengar lirih.

Lain hal dengan Hisyam A. Fahri, pemeran Orang Corintha. Vokalnya mantap, tetapi nampak ragu dan canggung dalam berdialog. Tak pelak, dialog yang semestinya di-deliver ke penonton sebagai sebuah pesan, terdengar seperti orang membaca hafalan.

Creon, diperankan oleh Daning Hudoyo. (foto: richa amalia)

Creon yang diperankan aktor senior Daning Hudoyo terasa pas. Kostum yang dikenakan, sangat pas dengan karakter Creon. Termasuk, ketika Creon bertahta menggantikan Oedipus. Kelemahan detail di sana-sini, tak layak jadi catatan di sini.

Aktor-aktor lain seperti Eko Pamiluhono (Strophe dan Antistrophe), Aziz Mandar sebagai Orang Istana, Gola Bustaman dan R Lukman Usdianto masih belum mampu menjawab konsep sutradara tentang “pentas keaktoran” dalam lakon ini.

Palgunadi Puspa komandan Art Director telah memberikan set minimalis yang manis, namun terlihat kurang rapi dalam finishing. Namun dalam kostum patua mendapat acungan jempol.

Doktor Memet Chairul Slamet sebagai penata musik telah memberi warna tersendiri. Megah dan dramatik, pada setiap adegan.

Kalau saya harus membuat konklusi sederhana atas pementasna itu, maka terdapatlah satu kalimat, “Oedipus kemasan paket hemat”. Catatan ini bisa menjadi sangat panjang, jika kita tidak berbicara konteks “hemat”.

Kata “hemat” hendaknya dimaknai sebagai “keterbatasan”. Keterbatasan utama adalah faktor usia para pemainnya. Itu pula yang kemudian berimbas pada keterbatasan-keterbatasan lain.

Pesan bersayap, semoga menjadi perenungan dalam berkarya. Selamat ulang tahun Teater Alam ke-48. Berkah selalu. Salam Budaya. (*)

Continue Reading
Advertisement
1 Comment

1 Comment

  1. Gunadi

    January 21, 2020 at 6:26 pm

    Sik Ra rapi nggon ndi den?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *