Connect with us

Feature

Sukma Suci Patih Kebo Iwa

Published

on

Patung yang menggambarkan Gajah Mada (belakang) dan Kebo Iwa (depan).
Oleh Gde Mahesa

JAYAKARTA NEWS – Raga hanya seonggok daging. Ia menjadi sosok bernilai manakala di dalamnya terkandung nyawa, sukma, ruh. Sukma, nyawa, ruh sejatinya adalah zat suci yang bebas dari nafsu. Namun ada kalanya kesucian sukma terkontaminasi nafsu.

Tersebutlah Patih Kebo Iwa, pemilik raga perkasa dengan sukma suci. Prasasti menuliskan sosoknya yang baik budi serta lurus hati. Paduan kesaktian kanuragan serta jiwa luhur itulah yang membuat Raja Sri Artasura Bumi Banten dari Blahbatuh atau dikenal juga dengan Bedahulu mengangkatnya menjadi panglima perang atau Mahapatih. Dengan Patih Kebo Iwa, kerajaan Bali menjadi lebih kuat dan tidak pernah dikuasai kerajaan lain.

Membaca sejarah, dialog batin, dan penelusuran lorong waktu, memunculkan sosok Maha Patih Kebo Iwa yang sakti mandraguna. Ia memiliki segala syarat untuk menyandang posisi maha patih. Kebo Iwa adalah patih sekaligus panglima perang yang cerdas pun ahli strategi. Jiwa kepemimpinan yang welas asih dan mengaoyomi, membuat Kebo Iwa disegani kawan dan lawan.

Maha Patih Kebo Iwa

Dengan Kebo Iwa sebagai maha patihnya, negara Bali atau Kerajaan Bendahulu menjadi kerajaan kesohor. Negaranya aman, rakyatnya makmur. Laksana “matahari dari timur”, kehadirannya menyilaukan kerajaan-kerajaan lain, termasuk kerajaan besar Majapahit di bawah kepemimpinan (saat itu) Tribhuwana Tunggadewi (1328 – 1351).

Di bawah Tribhuwana Tunggadewi itulah Majapahit memiliki patih Gajah Mada. Era itu, Majapahit tercatat gencar memperluas wilayah. Banyak raja ditaklukkan, tetapi tidak termasuk Bali.

Begitu berpengaruhnya Kebo Iwa, sampai-sampai Majapahit menugaskan Gajah Mada untuk mengatur siasat pembunuhan terhadap Kebo Iwa. Melalui berbagai tipu-daya, semua usaha pembunuhan gagal. Sadar akan karmaphala, Kebo Iwa rela menyerahkan nyawa dengan cara menunjukkan sisi kelemahannya. Hanya dengan menyerang titik kelemahannya saja ia bisa binasa.

Mangkatnya Kebo Iwa menebar aroma harum semerbak. Jiwa suci moksa ke swargaloka. Ia mengorbankan nyawa bukan karena kalah. Ia rela mati bukan karena tidak berdaya. Berulang kali usaha pembunuhan terhadapnya gagal. Bahkan jika ia melakukan perlawanan, niscaya Gajah Mada pun dengan muda iah tundukkan. Tidak hanya Gajah Mada, Ratu Tribhuwana Tunggadewi pun tahu itu.

Mata hatinya yang tajam, Sang Patih Kebo Iwa menyadari bahwa apa yang dicita-citakan dan disumpahkan Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit ia renung dalam-dalam sebagai sebuah kebenaran. Sumpah untuk menyatukan seluruh Nusantara untuk menjadi negara besar yang adil makmur. Sumpah Gajah Mada niscaya tidak akan terwujud selama Kebo Iwa masih hidup. Sebab, Gajah Mada tidak akan mampu menaklukkan Kebo Iwa.

Maha Patih Kebo Iwa dalam perjalanan ke tanah Jawa bersama Gajah Mada.

Rela mengorbankan jiwa raga untuk bersatunya Nusantara, adalah sebuah visi yang begitu jauh melampaui zaman. Sejauh itu pula ia mengetahui, dalam kejayaan Nusantara ke depan, kerajaannya ada di dalamnya.

Maha Patih Gajah Mada membunuh Kebo Iwa tidak dengan jiwa yang jumawa. Gajah Mada tahu, Kebo Iwa mati bukan karena kalah, melainkan justru rela mati demi mendukung Sumpah Palapa Gajah Mada. Tak heran jika  Gajah Mada begitu bersedih, kagum, serta menghormati Maha Patih Kebo Iwa sebagai seorang pejuang suci.

Kematian yang mulia, pengorbanan agung dari ruh suci sang patih Kebo Iwa menjadi keluhuran bangsa, kebanggaan para pewaris Nusantara untuk mengerti tentang pengorbanan demi kejayaan negara yang besar.

Sumpah Palapa tidak akan terwujud tanpa pengorbanan suci Kebo Iwa. Sumpah Gajah Mada, menjadi paripurna dengan pengorbanan Kebo Iwa. Karena itu pula, Gajah Mada dan Kebo Iwa sejatinya adalah manifestasi nafsu sekaligus pengorbanan serta ruh suci terwujudnya kejayaan sebuah bangsa besar yang disebut Nusantara.

Pikiran dan hati saya menjadi gelisah. Lama tercenung berandai-andai, jika sukma suci dari raga Kebo Iwa tidak dikorbankan, apakah akan ada sebuah negara bernama Indonesia? Namun semua tersapu menyadari bahwa apa pun dalam diri manusia selalu ada sifat baik dan buruk, nafsu dan kebajikan. Seperti Gajah Mada dan Kebo Iwa, hingga mengakibatkan pikiran liar saya menyatakan bahwa Maha Patih Gajah Mada dan Sang Sukma Suci Kebo Iwa adalah satu kesatuan Indonesia. (Gde Mahesa)

Penulis (kanan) dan tim di Pura Pengukur Ukuran, Bali.
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *