Kabar
Roso Daras: Bahaya BPA Bukan Hoax
JAYAKARTA NEWS – Kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Itulah prinsip yang dipegang Roso Daras, Ketua Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) ketika diminta komentarnya terkait isu bahwa bahaya BPA adalah hoax.
Menurut Roso Daras, dirinya bersama JPKL akan terus memberi peringatan dan mengedukasi masyarakat akan bahaya BPA.
Sudah jelas tertulis, menurut media mainstream nasional maupun internasional dan jurnal ilmiah yang beredar luas, bahwa BPA sangat berbahaya. Terutama bagi bayi, balita dan janin. Itu sebabnya perjuangan JPKL akan terus berlanjut sampai pihak yang berwenang benar-benar mencantumkan label bagi galon guna ulang yang mengandung BPA.
Menurut Roso, pemberian label tersebut, agar air dalam galon guna ulang tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin (ibu hamil) karena wadahnya mengandung BPA.
Botol susu bayi sudah diwajibkan terbebas dari BPA, karena bersentuhan langsung. Nah air yang digunakan untuk mencampur susu bubuk,misalnya harus juga harus terbebas dari bahan yang mengandung BPA.
“Kalau botolnya sudah free BPA tapi airnya dari galon yang belum free BPA hal itu jelas sangat berisiko,” pesan Roso Daras untuk berhati hati.
Roso juga menegaskan bahwa soal bahaya BPA itu bukan hoax. Siapa yang berani menjamin dan bertanggung jawab jika bayi, balita dan janin yang dicekoki air dari galon yang mengandung BPA akan aman-aman saja.
Bahaya terpapar BPA dapat mengakibatkan terganggunya hormonal, perkembangan organ tubuh dan perilaku serta gangguan kanker di kemudian hari. Dasarnya adalah hasil penelitian para ahli di bidang kesehatan.
Peringatan tentang bahaya BPA bukan hanya isapan jempol belaka.
Di sebagian besar negara maju telah melarang penggunaan BPA. Tahun 2008, misalnya, Kanada menempatkan larangan terbatas penggunaan BPA, serta mengklasifikasikannya sebagai zat beracun. Tahun 2010 Prancis, berdasarkan the law 2010 – 729 of June 2010 BPA pada awalnya dilarang pada botol bayi dalam pembuatan, impor, ekspor dan penempatannya di pasaran. Akan tetapi terjadi amandemen pada tahun 2012 (Law No. 2012 – 1442 of 24 December 2012) yang memperluas ruang lingkup untuk mencakup semua kemasan, wadah, atau perkakas yang mengandung BPA dan dimaksudkan untuk bersentuhan langsung dengan makanan. Pada tahun 2015, dilakukan amandemen kembali dengan Constitutional Council Decision No.2015 – 480 QPC of September 2015 yang memperkuat pelarangan BPA untuk seluruh kemasan pangan yang kontak langsung dengan pangan.
“Asia, termasuk Indonesia juga telah melarang penggunaan kemasan polikarbonat yang mengandung BPA yang secara langsung bersentuhan dengan wadah atau tempat makanan yang dipergunakan untuk konsumsi bayi, contohnya botol susu bayi dan balita. Tahun 2010, BPOM mengeluarkan leaflet mengenai keamanan botol susu bayi. Dan di tahun 2014, BPOM mengeluarkan peraturan mengenai kemasan pangan dan mengatur mengenai migrasi BPA pada kemasan plastik polikarbonat. Tapi kenapa peraturan ini direvisi kembali di tahun 2019? Harusnya maju bukan mundur, ” tutur Roso Daras.
Masih menurut penjelasan Roso, tahun 2013, Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia melakukan suatu kajian Sitematis Dampak Pajanan Bisphenol A (BPA) terhadap sistem reproduksi dan perkembangan manusia. Kesimpulan yang dapat diambil dalam kajian itu adalah BPA memberikan dampak yang buruk terhadap organ reproduksi manusia.
Tentang bahaya BPA sudah sangat jelas. Bahkan botol susu bayi pun tidak boleh menggunakan bahan yang mengandung BPA. Pertanyaannya, kenapa di galon guna ulang masih ada toleransi BPA bagi bayi, balita dan janin? Padahal semestinya tetap free BPA. (*/mon)
Nico Fathin
February 11, 2021 at 1:13 pm
Kalau boleh tanya, ini JPKL apakah ada website resminya? Lalu kantornya di mana ya? Kok sepertinya baru-baru ini muncul
Vano
February 11, 2021 at 1:21 pm
Ini perkumpulan jurnalis adakah website resminya? ko kayanya baru2 muncul yaaaa. Kenapa concern sama isu apa aja nih?
Nabil
February 11, 2021 at 1:31 pm
JPKL ini ada website resminya kah? sejak kapan concern sama isu ini yaaa?