Connect with us

Kabar

Perlu Keberpihakan untuk Selamatkan Sawah Kita

Published

on

Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (Dirjen PPRPT) Budi Situmorang (nomor dua dari kiri) saat memberikan keterangannya dalam konferensi pers, tentang alih fungsi lahan sawah di Media Center Kementrian ATR/BPN, Senin (9/4) (Foto : istimewa).

PEMERINTAH akan perketat pengalihan fungsi lahan sawah terutama di Jawa, Bali, NTB, dan Sumatera Barat.

Perdebatan panjang soal alih fungsi lahan sawah, seharusnya segera dicarikan solusinya. Setidaknya, itulah tekad Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional bersama K/L terkait dalam merancang Peraturan Presiden mengenai Alih Fungsi Lahan Sawah. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (Dirjen PPRPT) Budi Situmorang. Beliau menegaskan, “Pihaknya segera melakukan verifikasi dan sinkronisasi lahan sawah di Indonesia.”

Menurut Budi, dengan cepat selesainya verifikasi dan sinkronisasi lahan sawah tersebut, maka Peraturan Presiden tentang percepatan penetapan lahan sawah berkelanjutan dan pengendalian alih fungsi lahan sawah dapat segera diterbitkan. “Inilah bukti keberpihakan pemerintah kepada petani Indonesia,” ujar Budi pada Konferensi Pers di Media Center Kementerian ATR/BPN, Senin (9/4).

Perpres ini sangat dibutuhkan agar pengalihan fungsi lahan sawah bisa benar-benar dikendalikan.   Budi menambahkan, sejak adanya otonomi daerah, Pemerintah Daerah cukup gencar memberikan izin pengalihan fungsi lahan sawah. Hal ini tidak bisa dihindari karena kepentingan Pemda untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Kepentingan Pemda inilah yang seringkali bentrok dengan upaya nasional untuk melindungi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). “Padahal ruang kita cukup luas untuk melakukan investasi tanpa harus menggunakan lahan sawah,” tuturnya.

Pada praktik di lapangan, kegiatan investasi seperti pembangunan perumahan seringkali menggunakan lahan sawah karena tanah sawah harganya murah. Jika sawah itu sudah dikeringkan dan dijadikan rumah, maka harganya bisa naik berlipat-lipat. Perbandingannya bisa 1 : 10.000.

Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN dalam kurun waktu 1980 hingga 2013, pengalihan fungsi lahan sawah mencapai 150.000 hingga 200.000 hektare per tahun. Sedangkan kecepatan maksimum pencetakan lahan sawah baru hanya 60.000 hektare per tahun. “Hal tersebut yang menjadi benchmark (patokan -red) ATR/BPN untuk melakukan pengendalian,” ujar Budi.

Perpres dimaksudkan untuk memperketat pengalihan fungsi lahan sawah, terutama di Pulau Jawa, Bali, NTB dan Sumatera Barat. Pemerintah akan menetapkan lahan sawah di empat wilayah tersebut sebagai Lahan Sawah Berkelanjutan. Dijelaskan, Lahan Sawah Berkelanjutan merupakan bagian utama dari LP2B. Menurut UU Nomor 41 Tahun 2009 Lahan Sawah Berkelanjutan adalah lahan pertanian basah yang digenangi air secara periodik atau terus menerus, ditanami padi dan/atau diselingi dengan tanaman semusim lainnya.

Data verifikasi lahan sawah tahun 2013 mencapai 7.750.999 hektare. Dari jumlah itu, hampir separuhnya ada di Pulau Jawa (3.348.588 hektare). Sedangkan sisanya (4.402.411 hektare) di luar Pulau Jawa.

Ditegaskan, bukan berarti pemerintah melarang sama sekali alih fungsi lahan sawah. Hanya, hal itu perlu dilakukan dengan beberapa prasyarat. Di antaranya faktor bencana alam atau untuk kepentingan publik termasuk fasilitas jalan. Salah satu contoh pengalihan fungsi lahan sawah untuk kepentingan publik pernah dilakukan pada tahun 2017 di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejumlah sawah terpaksa dialihfungsikan untuk pembangunan bandar udara baru “New Yogyakarta International Airport”. Infrastruktur lain yang dibangun seiring pembangunan bandara baru tersebut adalah rel kereta api, jalan lingkar luar, kawasan industri dan lain-lain.

“Kita akan sangat selektif ke depan. Kalau Pemda tidak mau melakukan pengendalian tata ruangnya, maka harus koordinasi dengan pusat. Selain Perpres, akan diterbitkan juga Permen supaya kita lebih kuat untuk bekerja,” ujar Budi Situmorang. *** TIM

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement