Connect with us

Feature

Paul: Let it Be!

Published

on

Paul McCartney bermimpi dan mimpinya telah mengubah hidup dan karirnya. Ketika di awal tahun 1970-an, The Beatles menghadapi masalah besar dan terpecah-belah. Keika itulah, Paul bermimpi didatangi ibunya, yang telah meninggal saat dia berusia 14 tahun. Ibunya menenangkan Paul dan berkata,”Semua akan baik-baik saja, hanya biarkanlah (Let It Be)”.

Paul, yang terinspirasi, menulis sebuah lagu abadi dan indah Let It Be. “Saya bangun dan mengingat apa yang dia katakan. Dia berkata Let It Be (biarlah terjadi). Jadi saya menulis lagu Let It Be. Saya merasa dia memberi energi positif, saya merasa semua akan berjalan luar biasa baik,” tutur Paul McCartney.

Kata-kata yang bijak (words of wisdom), telah menginspirasi McCartney menulis salah satu lagu paling terkenal dari The Beatles. Namun ada hal sangat penting, lirik lagu ini (Let It Be) membantu dia memperoleh kekuatan untuk hidup ‘Disini’ dan ‘Sekarang’.

Kehidupan yang hilang

Namun banyak orang menghabiskan waktu untuk mengkuatirkan masa depan, mereka merancang masa depan. Padahal tak seorangpun tau apa yang terjadi besok. Banyak bernubuatkan kehidupannya di masa depan dan berusaha meraihnya mati-matian.

“Masa lalu dan masa depan hanya ada dipikiran — saya ada sekarang,” tutur Sri Nisargadatta Maharaj. Hidup anda terjadi sekarang; sisanya hanyalah ilusi.

Ketika anda berspekulasi mengenai apa yang mungkin terjadi, anda tidak mempedulikan apa yang terjadi sekarang. Anda kuatir. Dan anda berhenti memperhatikan.

Perjalanan menempuh waktu tidak ada — anda tidak akan bisa mengubah masa lalu, anda juga tidak bisa memprediksi masa depan. Apapun usaha anda, momen yang anda kuasai dan pengaruhi adalah ‘Disini’ dan ‘Sekarang’.

Berusaha mengantisipasi masa depan akan membuat anda memusatkan perhatian jauh ke depan dan tidak memberi perhatian pada apa yang terajdi disekeliling anda. Kecemasan akan masa depan membuat pikiran anda sibuk – anda tidak memberi ruang untuk menikmati masa kini.

Mengingat-ingat pengalaman menyedihkan di masa lalu terus menerus akan membuat anda terhenti tidak bergerak. Menonton film yang sama berulang-ulang tidak akan mengubah akhir ceritanya.

Kita sibuk untuk membuat hidup kita sibuk — kita tidak bisa menghargai masa kini karena kita selalu melakukan hal-hal lain.

B.Alan Wallace, pakar Budhis, mengatakan, “ Kita hidup di dunia yang berkontribusi besar pada fragmentasi, disintegrasi, kebingungan, de-koheren mental.”

Kehidupan itu dinamis, tetapi jangan jadi sasaran yang terus-menerus bergerak. Ketika pikiran anda terus bergerak – dari satu tempat ke tempat lain, dari satu momen ke momen lain — maka akan sangat sukar berfokus.

Pertanyaannya adalah, kenapa anda menghindar dari berfokus?

Tantangan berada sekarang disini

Kebanyakan tempat-tempat yang kita kunjungi sebenarnya tidak ada, menurut Marc Auge.

Antropolog Prancis menciptakan istilah Tidak-Ditempat (Non-places), saat manusia jadi anonim — mereka begitu tidak penting sehingga dipandang hanya sebagai ‘tempat’.

Lapangan terbang, jalan raya, mal, ruang tunggu, dan lobi jadi contoh sempurna dari Tidak-Ditempat. Ribuan orang berada sebentar pada ruang fisik tersebut, tapi mereka sama sekali tidak menyadari atau mau sadar akan kehadiran orang lain. Seakan-akan anda benar-benar sendirian di bandara, jalan tol, mal, atau tempat umum lainnya.

Buku Auge, yang berjudul Introduksi Supermodern (An Introduction to Supermodernity) dipublikasi tahun 2009 silam, namun sekeraran ini semakin masuk akal. Penulis melakukan analisa antropologi pada hampir semua sisi kehidupan manusia sehari-hari. Dia menawarkan sebuah perubahan antropologi: dari menganalisa masyarakat terpencil ke memahami apa yang terjadi di sekitar kita — sebuah undangan untuk berfokus pada ‘disini dan sekarang’.

Secara tradisional, sebuah budaya diasumsikan tidak bisa dipisahkan dari berlokasi di satu tempat dan waktu. Perubahan pada kehidupan modern, yang dipercepat dengan kehadiran internet, telah menggerus sebagian besar batas-batas – planet kita mengecil.

Budaya berkembang dimana saja

Kita mengambil waktu makin banyak dengan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain — pemahaman ‘disini’ jadi sukar ditangkap. ‘Tidak-Ditempat’ mengisi ruang diantara ruangan. Mereka melestarikan anonimitas dan kesepian kita pada saat kita bergerak.

Ruang publik punya tujuan jelas. Orang berkumpul di gereja, masjid, dan rumah ibadah lain untuk berdoa. Kita ke taman-taman untuk berolah-raga, berjalan-jalan bersama anak-anak kita atau cuma untuk bersantai. Sebaliknya, ‘Tidak-ditempat’ berarti tempat mampir saja. Pergi ke lapangan terbang bukan berarti anda kepingin ke sana — anda kesana karena anda ingin berpergian dengan pesawat.

Paradoks pengertian ‘Tidak-ditempat’ adalah kita sebenanya punya banyak waktu bebas, kita makin terganggu daripada memfokuskan diri pada disini dan saat sekarang. Tempat atau ruang yang meneliti identitas anda juga secara efektif melucuti jati diri anda.

Sosiolog Amerika, Benjamin Braton, mengatakan, “Lapangan terbang adalah penyatuan keamanan dan hiburan. Tempat polisi memindai dengan seksama diri anda dan pada saat yang sama anda juga menikmati minuman, serta semua ini terjadi tanpa ada rasa ironis atau dampak apapun.”

Terus menerus berpindah-pindah tidak berarti pikiran anda harus mengalami situasi yang sama. Pada situasi ‘Tidak-ditempat’, seperti di bandara, bisa jadi kesempatan bagi anda untuk melakukan hubungan dengan kehidupan anda saat ini

Atur kecepatan perpindahan anda

Apakah anda mengalami kesukaran memfokuskan diri pada saat ini?

Sebuah peristiwa menjadi sejarah sesaat setelah kita melewatinya. Menunggu membuat kita gelisah. Kita ingin keluar dari perasaan bosan — karena itulah pikitan kita mengantisipasi kejadian-kejadian.

Kebosanan tidak pernah berkaitan dengan lingkungan. Itu bukan eksternal; kebosanan adalah bagaimana anda berhubungan dengan dunia. Keinginan untuk menghidar dari situasi yang tidak diinginkan akan mempercepat pikiran kita. Pikiran bekerja lebih cepat ketika kita tidak bisa beradaptasi atau berpindah tempat atau momen. Orang merasa perlu untuk kelihatan selalu terburu-buru dan sibuk, apalagi jika mereka berada di tempat umum dan tanpa tujuan.

Misalnya, buru-buru masuk pintu pesawat di bandara sama sekali tidak membuat anda bisa memilih duduk dimana, karena tempat duduknya sudah diatur duluan. Langsung berdiri ketika pesawat sudah mendarat juga tidak berguna. Anda tidak akan mungkin bisa keluar pesawat sampai orang didepan anda beranjak turun.

Leo Tolstoy menagatakan, “Ingatlah; hanya ada satu waktu penting — SEKARANG! Inilah waktu paling penting karena hanya pada saat itulah kita punya kuasa.”

Apa yang membuat anda terburu-buru?

Seth Godin mendefenisikan ‘terburu-buru’ sebagai kondisi di dalam pikiran. Dia menjelaskan di lapangan terbang, orang terburu-buru menandakan dia stres dan tidak fokus serta tidak membuatnya lebih baik. Di dalam kerja, orang terburu-buru agar tidak teralihkan perhatiannya dan lebih seperti ingin melompat.

Dia menawarkan dua strategi mengatasi rasa terburu-buru; pertama, mendefenisikan ulang ‘terburu-buru’ sesuai dengan versi terbaik anda sendiri. Jadi terburu-buru bukan sebuah hambatan atau alasan tapi sebuah aset. Kedua, anda bisa menghidupkan “terburu-buru” dan mematikannya hanya jika dibutuhkan saja. Mengatur kecepatan transisi anda akan membantu anda kembali berhubungan dengan kekinian dan ditempat anda berada. Ketika anda menyadari hal ini, pada kebanyakan kasus, anda langsung tahu anda tidak perlu ‘berlari’. Jauh lebih mudah untuk memulai kehidupan pada saat sekarang.

Anutlah sikap Biarkanlah atau ‘let it be’

Memusatkan perhatian dan menghayatinya adalah seni untuk hidup pada kekinian. Itu adalah aktif, terbuka, dan secara penuh memusatkan perhatian pada masa kini — anda mempersilakan hidup berjalan.

Seperti dikatakan Henry David Thoreau,”Pada segala situasi, di siang atau malam, saya ingin sekali mempercepat waktu, dan juga menaruhnya di ujung tongkat saya; untuk berada di ujung dua kekelan, masa lalu dan masa depan, yang justru untuk masa kini; menapak garis itu.”

  1. Semua akan baik-baik saja:

Ketika anda kuatir, anda tidak lagi memperhatikan apa yang terjadi disekeliling anda. Anda tidak perlu menunggu ibunya Paul McCartney mendatangi anda dalam mimpi. Semua akan baik-baik karena hal itulah yang selalu terjadi. Dengan perspektif yang tepat, seluruh hidup kita masuk akal —- semua momen pada akhirnya jatuh pada tempat yang tepat.

Ketika anda berhenti kuatir, anda menciptakan ruang untuk mensyukuri apa yang terjadi sekarang.

Kekuatrian akan membuat anda sibuk dengan ‘tidak melakukan apapun’. John Lennon mengatakan, “Kehidupan adalah apa yang terjadi terhadap kamu ketika kamu sibuk membuat rencana-rencana lain.”

McCartney berhenti ‘memerangi’ realitas dan berhenti kuatir. “Let it be” jadi single terakhir The Beatles. Setelah mereka merilis album, dengan nama sama, band-pun bubar. McCartney dan Lennon mejalani solo karir yang sangat berhasil.

Jangan perangi kehidupan, biarkanlah berjalan (let it be). Anda tidak pernah tahu apa yang ada dibalik zona nyaman anda sampai anda mencobanya.

  1. Minimalkan pengalih-perhatian:
    Ketika kita menunggu kita cenderung mencari-cari kegiatan lain, yang sebenarnya mengganggu, hanya untuk menghindari kebosanan. Paradoksnya adalah semakin anda menstimulasi pikiran anda maka anda semakin bosan. Berhenti memerangi kebosanan. Mulai mengurangi ganguan atau kegiatan – kegiatan lainnya.

Jika anda berada di ‘idak-ditempat’ (non-place), putuskan koneksi wi fi anda. Fokuskan waktu anda untuk melakukan satu hal saja yang akan membantu anda bersantai. Mendengarkan musik, mempraktekkan pernapasan dalam, mengikuti panduan meditasi, atau bacalah buku.

Latihlah pikiran atau otak anda untuk ok melakukan satu kegiatan pada satu waktu.

Hal ini sangat penting. Kebanyakan orang gagal menghindakan ganguan karena mereka berpindah dari melakukan beberpa kegiatan sekaligus (multi-tasking) ke tidak melakukan apapun; jadi menciptakan ruang kosong yang makin membuat anda gelisah.

  1. Ubah saat waktu transisi menjadi sebuah perhentian :

Kontrol kecepatan anda dengan secara senggaja dan putuskan kapan anda harus cepat atau ‘terburu-buru’ atau tidak. Hidup ini seperti lari maraton bukan sprint. Ketahanan dan keberlanjutan jauh lebih penting dari kecepatan.

Ambil kembali nilai dari perhentian. Perbaharui koneksi dengan perasaan dan emosi anda. Jika sesuatu mengganggu anda, apa sebabnya? Akui juga emosi positif. Rayakan keberhasilan anda, tidak peduli sekecil apapun itu tetap keberhasilan. Refleksi perilaku anda, bagian mana yang bisa diperbaiki?

Ubah waktu transisi anda menjadi momen refleksi atau pembaruan.

Jika anda menghadapi masalah di pekerjaan, berhenti sebentar akan memberi ruang bagi anda untuk memahami apa sebabnya dan menciptakan potensi penyelesaian.

  1. Punya waktu untuk diri sendiri:
    Kesendirian sering memicu kegelisahan. Kita tidak terbiasa sendirian. Tempat-tempat transisi makin membuat kita kesepian — tempat ini penuh manusia, misalnya di mal atau stasiun KRL, tapi kita jadi anonim.

Sebagian orang memandang bersosialisasi sebagai ganguan. Anda selalu bisa bertemu dengan orang-orang baru di tempat-tempat tak terduga. Namun banyak orang lebih suka melakukan percakapan basa-basi sebagai cara untuk menghindari suara hati mereka. Anda bisa melihat betapa masyarakat kita sudah sangat invasif dan jadi sumber ganguan (Ingat grup WA yang suka KEPO). Akibatnya, punya waktu untuk diri sendiri jadi kemewahan. Anda harus melindungi hak ini, untuk punya waktu bagi diri sendiri.

Jadikan diri anda sebagai seseorang yang anda ingin bergaul dengannya.

Lihat hati anda dari jauh. Meneliti diri sendiri itu seperti langit. Pikiran dan emosi anda seperti cuaca. Tidak peduli betapa badai menerjang, mereka tidak akan mampu merusak langit.

  1. Rayakan setiap momen kehidupan anda:
    Harapan anda sebenarnya telah ‘mencuri’ momen kekinian anda. Momen sekarang ini tidak akan pernah kembali. Setiap pengalaman itu unik. Ketika anda berhenti menghargai apa yang terjadi sekarang, anda kehilangan momen yang anda tidak akan pernah bisa meraihnya kembali.

Hidup ‘disini dan sekarang’ adalah perayaan atas apa yang terjadi, bukan apa yang anda harapkan terjadi.

Seperti dikatakan Thoreau, saat sekarang adan pertemuan dua keabadian, masa lalu dan masa depan.

Hidup terus berubah. Kita mengambil sebagian besar waktu untuk bertransisi — bukannya mengacuhkan momen-momen dan menarik keunikannya. Daripada ‘memerangi’ ketidak-nyamanan ‘tempat transisi’ anda bisa mengubahnya dan menjadikan momen-momen sebagai kesempatan yang bernilai di masa sekarang ini.

Kehidupan terjadi sekarang dan disini.

Let it Be.

Sumber informasi: medium/theladders.com dan disadur dari tulisan Gustavo Razzetti.

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement