Kolom
Ibnu al-Nafis: Ilmuwan Muslim Perintis Sirkulasi Paru

JAYAKARTA NEWS – Ilmu pengetahuan dan kedokteran Islam mencapai puncak keemasannya antara abad ke-8 hingga ke-13 Masehi, ketika para cendekiawan muslim menggali, mengembangkan, dan menyempurnakan ilmu pengetahuan dari berbagai sumber, termasuk warisan Yunani, Persia, India, dan Cina. Di antara para ilmuwan muslim yang memberikan kontribusi luar biasa dalam bidang kedokteran adalah Ibnu al-Nafis (1213–1288), seorang dokter, ahli anatomi, dan ilmuwan yang dikenal sebagai penemu pertama sirkulasi paru-paru (pulmonary circulation). Meskipun sering terlupakan dalam sejarah Barat, karya-karyanya membuka jalan bagi pemahaman modern tentang sistem peredaran darah.
Kehidupan Awal dan Latar Belakang
Ala al-Din Abu al-Hasan Ali ibn Abi al-Hazm al-Qarashi al-Dimashqi, yang dikenal sebagai Ibnu al-Nafis, lahir pada tahun 1213 Masehi di Damaskus, Suriah, yang saat itu merupakan bagian dari kekhalifahan Abbasiyah. Ia tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ayahnya adalah seorang dokter, sehingga Ibnu al-Nafis sejak kecil sudah terpapar dengan dunia kedokteran dan ilmu pengetahuan.
Pada masa itu, Damaskus merupakan pusat pembelajaran yang penting di dunia Islam. Ibnu al-Nafis belajar berbagai disiplin ilmu, termasuk tata bahasa Arab, teologi Islam, hukum Islam (fiqh), dan ilmu kedokteran. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di rumah sakit (bimaristan) di Damaskus, di mana ia mempelajari ilmu kedokteran secara mendalam.
Pendidikan dan Perkembangan Karier
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Damaskus, Ibnu al-Nafis pindah ke Kairo, Mesir, yang merupakan pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan pada masa itu. Di Kairo, ia menjadi mahasiswa di rumah sakit Al-Mansuri, yang didirikan oleh Sultan Al-Mansur Qalawun. Di rumah sakit ini, ia belajar di bawah bimbingan para dokter terkemuka, termasuk Muhadhdhab al-Din al-Dakhwar, seorang dokter terkenal pada masa itu.
Ibnu al-Nafis dengan cepat membangun reputasinya sebagai dokter yang cerdas dan kompeten. Ia kemudian diangkat sebagai kepala dokter di rumah sakit Al-Mansuri, posisi yang sangat bergengsi pada masa itu. Selain itu, ia juga menjadi dosen di rumah sakit tersebut, mengajar para mahasiswa ilmu kedokteran.
Kontribusi dalam Ilmu Kedokteran
Ibnu al-Nafis dikenal sebagai salah satu dokter paling berbakat dan inovatif pada masanya. Karya-karyanya mencakup berbagai aspek ilmu kedokteran, termasuk anatomi, fisiologi, dan patologi. Namun, kontribusinya yang paling terkenal adalah penemuan sirkulasi paru-paru (pulmonary circulation), yang mengoreksi teori Galen yang telah diyakini selama berabad-abad.
1. Penemuan Sirkulasi Paru-Paru
Sebelum penemuan Ibnu al-Nafis, dunia kedokteran mengikuti pemikiran Galen, seorang dokter Yunani kuno yang hidup pada abad ke-2 Masehi. Galen berpendapat bahwa darah diproduksi di hati dan kemudian mengalir ke seluruh tubuh melalui vena, sementara arteri bertugas mengalirkan “roh kehidupan” (pneuma). Galen juga percaya bahwa darah melewati septum jantung (dinding yang membagi jantung) melalui pori-pori kecil yang tidak terlihat, sehingga darah dari sisi kanan jantung dapat bercampur dengan darah dari sisi kiri.
Ibnu al-Nafis menantang teori ini dengan melakukan observasi anatomi yang cermat. Dalam karyanya yang berjudul Al-Shamil fi al-Tibb (Ensiklopedia Kedokteran Lengkap) dan Mujaz al-Qanun (Ringkasan Hukum Kedokteran), ia menyatakan bahwa septum jantung tidak memiliki pori-pori dan darah tidak dapat mengalir melalui septum. Sebaliknya, ia menjelaskan bahwa darah dari sisi kanan jantung mengalir ke paru-paru melalui arteri pulmonalis, di mana darah tersebut menerima oksigen dan kemudian mengalir kembali ke sisi kiri jantung melalui vena pulmonalis. Ini adalah deskripsi pertama yang akurat tentang sirkulasi paru-paru.
Penemuan ini sangat revolusioner karena mengoreksi pemahaman yang salah selama berabad-abad. Sayangnya, karya Ibnu al-Nafis tidak segera diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, sehingga penemuannya baru dikenal di Barat beberapa abad kemudian, ketika dokter Eropa seperti Michael Servetus dan William Harvey mengembangkan pemikiran yang serupa.
2. Karya-Karya Lainnya
Selain penemuan sirkulasi paru-paru, Ibnu al-Nafis juga menulis beberapa karya penting lainnya dalam bidang kedokteran. Salah satunya adalah Al-Mujaz fi al-Tibb (Ringkasan Kedokteran), sebuah buku teks kedokteran yang ringkas namun komprehensif. Buku ini menjadi populer di dunia Islam dan digunakan sebagai bahan ajar selama berabad-abad.
Ia juga menulis Sharh Tashrih al-Qanun (Penjelasan Anatomi Hukum Kedokteran), sebuah komentar tentang anatomi tubuh manusia berdasarkan karya Ibnu Sina (Avicenna). Dalam buku ini, Ibnu al-Nafis tidak hanya menjelaskan anatomi manusia tetapi juga memberikan pandangan kritis terhadap teori-teori yang ada, termasuk teori Galen.
3. Penemuan Lain dalam Anatomi dan Fisiologi
Ibnu al-Nafis juga memberikan kontribusi penting dalam bidang anatomi dan fisiologi. Ia adalah salah satu ilmuwan pertama yang menggambarkan dengan jelas struktur saluran pernapasan, termasuk bronkus dan alveoli. Selain itu, ia juga menjelaskan peran paru-paru dalam pertukaran gas dan memberikan deskripsi yang akurat tentang sistem pernapasan manusia.
Metode Ilmiah dan Pendekatan Ibnu al-Nafis
Salah satu aspek yang membuat Ibnu al-Nafis begitu istimewa adalah pendekatan ilmiahnya yang kritis dan sistematis. Ia tidak hanya mengandalkan teori-teori yang ada, tetapi juga melakukan observasi langsung dan eksperimen untuk menguji validitas teori tersebut. Misalnya, dalam mempelajari sirkulasi darah, ia melakukan pembedahan pada hewan dan manusia untuk memverifikasi penemuannya.
Ibnu al-Nafis juga menekankan pentingnya integrasi antara teori dan praktik dalam kedokteran. Ia percaya bahwa seorang dokter tidak hanya harus memahami teori-teori kedokteran, tetapi juga harus memiliki kemampuan praktis untuk mendiagnosis dan mengobati pasien. Pendekatan ini tercermin dalam karyanya yang selalu menggabungkan teori anatomi dengan penerapan klinis.
Warisan dan Pengaruh
Meskipun Ibnu al-Nafis berkontribusi besar pada ilmu kedokteran, karyanya tidak segera diakui di dunia Barat karena keterbatasan penerjemahan dan pertukaran pengetahuan pada masa itu. Namun, beberapa abad kemudian, para ilmuwan Eropa seperti Michael Servetus dan William Harvey mengembangkan pemikiran yang mirip dengan penemuan Ibnu al-Nafis tentang sirkulasi paru-paru. Hal ini menunjukkan bahwa teori Ibnu al-Nafis memberikan landasan penting bagi perkembangan ilmu kedokteran modern.
Di dunia Islam, Ibnu al-Nafis dianggap sebagai salah satu dokter terbesar sepanjang masa. Karyanya terus dipelajari dan digunakan sebagai bahan ajar di berbagai sekolah kedokteran Islam. Selain itu, pendekatan ilmiahnya yang kritis dan sistematis juga memberikan inspirasi bagi para ilmuwan Muslim generasi berikutnya.
Kehidupan Pribadi dan Akhir Hidup
Selain sebagai seorang dokter dan ilmuwan, Ibnu al-Nafis juga dikenal sebagai seorang ahli hukum Islam (faqih) dan teolog. Ia menulis beberapa karya dalam bidang hukum Islam dan teologi, yang mencerminkan kedalaman ilmu pengetahuannya dalam berbagai bidang.
Ibnu al-Nafis menjalani sisa hidupnya di Kairo, di mana ia terus berkontribusi pada ilmu kedokteran dan mengajar para mahasiswa. Ia meninggal pada tahun 1288 Masehi di Kairo dan dimakamkan di sana. Meskipun ia tidak meninggalkan keturunan, warisan ilmiahnya tetap hidup melalui karya-karyanya yang abadi.
Cataran Akhir
Ibnu al-Nafis adalah salah satu ilmuwan Muslim terbesar dalam sejarah kedokteran. Penemuannya tentang sirkulasi paru-paru mengubah pemahaman dunia tentang sistem peredaran darah dan membuka jalan bagi perkembangan ilmu kedokteran modern. Selain itu, pendekatannya yang kritis dan sistematis dalam melakukan observasi dan eksperimen juga menjadikannya sebagai salah satu pelopor metode ilmiah. Meskipun karyanya tidak segera diakui di dunia Barat, pengaruhnya terhadap ilmu kedokteran tidak dapat dipungkiri. Ibnu al-Nafis adalah bukti nyata betapa pentingnya kontribusi ilmuwan muslim dalam perkembangan ilmu pengetahuan global. Dengan demikian, ia layak dikenang sebagai salah satu tokoh terpenting dalam sejarah kedokteran dan ilmu pengetahuan. (Heri)