Connect with us

Feature

Gelinding “Bola Salju” Doni di Sentani

Published

on

Statistik dan data banjir Sentani.

JAYAKARTA NEWS – Usaha mengetuk hati masyarakat Indonesia untuk menjaga alam, ibarat menggelindingkan bola salju. Awalnya sekepalan tangan, kemudian menggelinding kian besar dan semakin besar. Itulah analogi yang pas untuk menggambarkan usaha Kepala BNPB Doni Monardo melakukan pencegahan bencana alam.

Dalam banyak kesempatan Doni Monardo menegaskan, salah satu faktor terjadinya bencana alam adalah “kesalahan manusia”, atau lebih ekstrem, “keserakahan manusia”. Yang dimaksud adalah ulah manusia yang tidak menjaga alam. Padahal, kalau saja manusia menjaga alam, maka dipastikan alam akan menjaga manusia.

Adapun faktor lain terjadinya bencana adalah fenomena alam dan kehendak Tuhan. Dua-duanya di luar kendali manusia. Ibarat pelatah “untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak”. Karenanya, menjaga lingkungan, merawat lingkungan, adalah usaha maksimal yang bisa dilakukan manusia dalam usaha mencegah bencana, meminimalisir nyawa melayang sia-sia.

Kurang dari setahun menajabat Kepala BNPB, Doni Monardo tak bosan-bosan mengajak semua pihak untuk menjaga lingkungan. Kurang dari setahun pula, Doni diuji kinerjanya menangani berbagai bencana alam yang menimpa bangsa kita. Bencana besar terakhir adalah banjir bandang di Sentani, Papua.

Banjir bandang Sentani yang dipicu oleh intensitas hujan tinggi ini mengakibatkan 112 warga meninggal dunia dan 17 warga dilaporkan hilang. BPBD Provinsi Papua mencatat korban luka berat sejumlah 153 jiwa dan luka ringan 808 jiwa. Sejumlah 4.763 jiwa (963 KK) mengungsi di 21 titik pos penampungan. Sedangkan kerusakan rumah warga, BPBD mencatat 1.788 rumah rusak dengan rincian rusak berat 291 rumah, rusak sedang 209, dan rusak ringan 1.288.

Nah, momentum mengatasi problem pasca musibah, dimanfaatkan Doni untuk kembali menggelindingkan “bola salju” bernama “jaga lingkungan”. Bencana banjir bandang di Sentani, diyakin ada faktor “kesalahan manusia”.

Melalui serangkaian pendekatan tak kenal lelah, satu demi satu pihak yang berkepentingan diajak sama-sama peduli lingkungan. Terkumpullah 16 institusi/lembaga/kelompok dengan latar belakang berbeda, duduk bersama menyepakati banyak hal demi kehidupan yang lebih baik.

Presiden RI Jokowi menyaksikan penandatanganan kesepakatan rehabilitasi kawasan Pegunungan Cycloop dan pemulihan DAS Danau Sentani di Aula Bandar Udara Internasional Sentani, 1 April 2019. (foto: CNN)

Di depan Presiden Jokowi, 1 April 2019, di ruang VIP Bandara Sentani Jayapura, 16 pihak itu pun menandatangani kesepakatan. Enam belas institusi itu adalah: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Pemerintnah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Jayapura, Pemerintah Kota Jayapura, Pemerintah Kabupatetn Keerom, Universitas Cendrawasih, PT Freeport Indonesia, Dewan Adat Suku Sentani, Lembaga Musyawarah Adat Port Numbay, Dewan Persekutuan Gereja-gereja Papua, BM AM Sinode GKI di Tanah Papua, dan BP AM Sinode Gidi di Tanah Papua. Intinya para pihak sepakat bersama-sama memulihkan Hutan Cycloop Sentani, Danau Sentani dan relokasi korban banjir bandang.

Doni mengucap syukur, 16 institusi berhasil duduk bersama menyepakati 10 hal baik. Pertama, koordinasi, sinkronisasi program dan pelaksanaan pemulihan kawasan cagar alam Pegunungan Cycloop, Danau Sentani, DAS Sentani Tami. Kedua, perencanaan detail tata ruang dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang kawasan Pegunungan Cycloop, Danau Sentani, DAS Sentani Tami yang berwawasan lingkungan dan berbasis pengurangan risiko bencana.

Kesepakatan ketiga, sinkronisasi mitigasi bencana dan literasi kebencanaan untuk masyarakat melalui edukasi, sosialisasi dan simulasi bencana. Keempat, konservasi tanah dan air serta pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kelima, penataan kawasan dan pemulihan ekosistem cagar alam Pegunungan Cycloop. Keenam, pemetaan hak ulayat masyarakat adat yang berwawasan lingkungan dan berbasis mitigasi bencana.

Empat kesepakatan sisanya masing-masing adalah kesepakatan ketujuh yang berbunyi: penguatan pembinaan dan pengembangan usaha mikro kecil dan menengah berbasis komunitas dan ekonomi lokal; kedelapan: Pembangunan infrastruktur, investasi dan perizinan sesuai daya dukung dan daya tampung yang berwawasan lingkungan dan berbasis mitigasi bencana; kesembilan: penyediakan lokasi dan hunian sementara serta hunian tetap bagi masyarakat terdampak bencana, dan rawan bencana; dan kesepuluh: bidang lain yang disepakati para pihak.

Kesepakatan yang lahir atas kajian mendalam para pakar lingkungan dari sejumlah perguruan tinggi, para ahli, tokoh masyarakat, dan BNPB. Kajian itu menyimpulkan empat hal. Pertama, wilayah Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura umumnya dibangun di muka mulut lembah pegunungan Cycloop yang hanya berjarak 3-4 km dari puncak Cycloops. Daerah itu adalah jalur banjir bandang dan berada di wilayah kipas aluvial/jalur sedimentasi air.

Kesimpulan kedua, wilayah terdampak merupakan wilayah yang terbangun di atas area banjir bandang lama yang tidak diketahui waktu kejadiannya. Ketiga, kejadian banjir bandang merupakan kejadian alam akibat sumbatan/bendungan alami yang dikontrol oleh faktor benteng alam/morfologi dan kondisi geologi yang dipicu curah hujan tinggi dalam waktu yang singkat. Adapun kesimpulan keempat, sangat patut dicatat, yakni wilayah ini masih berpotensi banjir dan longsor di masa depan.

Atas kondisi itu pula, para pihak tadi mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk mengurangi dampak ancaman bencana tanah longsor dan banjir bandang ke depan. Salah satunya menjaga alur sungai tetap lancar dengan menjaga kelestariain hutan di wilayah pegunungan Cycloop. Selain itu juga perlu melakukan naturalisasi jalur sungai. Bila perlu dilakukan pengerukan material sedimentasi di sepanjang alur sungai terutama di bagian hilir serta sungai yang dilintasi jembatan.

Pada alur sungai yang terbangun jembatan, harus dibuat bangunan penahan erosi air. Di samping, menyingkirkan batu berukuran boulder atau bongkahan di jalur sungai. Tujuannya menghindari terbentuknya bendungan alam.

Para ahli juga merekomendasikan agar tidak membangun di wilayah terdampak banjir. Adapun bangunan yang sekarang sudah bercokol di wilayah bantaran sungai, mulut lembah sungai, dan teluk sungai yang berbatas perbukitan, dinilai cukup rawan karena kemiringan lereng yang curam.

Rekomendasi lainnya adalah membangun, memperbaiki, dan membersihkan drainase, menata wilayah sesuai Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kabupaten Jayapura dan mempertimbangkan aspek geologi. Selain itu, membangun sabo DAM di lokasi jalur sungai yang berpotensi mengancam wilayah permukiman dan infrastruktur lainnya.

Pegunungan Cycloop, Papua.

Khusus yang terkait pegunungan Cycloop, kembali para pakar, para ahli bersama BNPB mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Antara lain, penataan lahan pada bagian hulu, memperhatikan titik-titik longsor pada lereng Cycloop, memperhatikan terjadinya bendungan alam, serta mewaspadai dan memantau curah hujan di hulu sungai dan memantau perubahan debit aliran sungai.

Bila perlu, dipasang kamera pemantau (CCTV) dan alat pengingat (sirine) di lembah sungai ke arah hulu, seperti misalnya di RSUD Yowari serta hulu sungai Kemiri. Yang tak kalah penting adalah melibatkan secara aktif pemerintah daerah dan masyarakat dalam memantau gejala gerakan tanah atau longsor serta banjir bandang.

Rekomendasi juga melingkupi upaya memelihara kearifan lokal terkait fenomena alam. Doni Monardo meyakini, alam selalu memberi pertanda kepada masyarakat jika akan terjadi sesuatu. Ia menyebut contoh petuah pedanda tua di Bali saat Gunung Agung “batuk-dan-berdahak”. Itulah cara kerja Gunung Agung membuat tanah di Bali menjadi lebih subur.

Kasus harimau turun ke kota Yogya suatu hari, adalah tanda-tanda alam bahwa Gunung Merapi “memanas”. Pertanda alam yang sudah menjadi kearifan lokal, pada dasarnya ada di sekitar kita. “Kita harus mengasah kepekaan rasa kita terhadap tanda-tanda alam. Kepekaan itu akan terasah manakala kita menjaga alam. Sebab, saat itulah alam akan menjaga kita,” ujar Doni Monardo.

Catatan Egy Massadiah dari Bumi Cendrawasih

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *