Connect with us

Kolom

Deg-degan Lagi di Blue Lotus

Published

on

Oleh Joko Intarto

AKHIRNYA saya minum cold brew coffee lagi. Setelah diyakinkan pramusaji Blue Lotus: kopinya tidak keras. Kopi Arabica dari Kintamani, Bali.

Awalnya saya masih ragu. Karena pengalaman beberapa tahun lalu, jantung saya berdegup-degup. Setelah minum kopi itu. Padahal hanya setengah gelas kecil: 50 Cc.

Tapi kali ini saya memberanikan diri. Minum kopi itu lagi. Selain karena kopinya Kintamani, juga karena “ditakut-takuti” bisa tak kebagian. Karena tinggal satu porsi. Produksi 2 minggu lalu. Usia kopi siap minum yang terbaik yang diproses dengan cold brew.

Benar saja. Tak lama setelah pesanan saya siap, dua orang datang menanyakan apakah masih punya stok cold brew.

Alhamdulillah. Berarti saya beruntung.

Di meja barista, sebenarnya sedang ada proses cold brew juga. Kopinya Arabica Jawa. Pesanan pelanggan dua hari lalu. “Kopi yang ini belum bisa dikonsumsi. Tunggu paling cepat dua hari lagi,” kata pramusaji. “Lagi pula ini sudah ada yang beli,” lanjutnya.

Proses kopi cold brew memang lama. Minimal dua hari. Maksimal 2 minggu.

Komposisi kopi dan airnya juga harus tepat. Perbandingan kopi dan air harus 1 : 10. Satu kali produksi, menggunakan 120 Gram kopi dengan air dingin 1.200 Cc.

Apa pun jenis kopinya, komposisi itu tak pernah berubah. Setidaknya, itu standar produksi di Blue Lotus. Komposisi itu sudah paten. Tak boleh diubah.

Dengan air dingin 1 tetes per 2 detik, proses clod brewing berlangsung selama 5 jam. Setelah itu, kopi difermentasi. Caranya disimpan di dalam ciller. Biarkan saja di dalamnya. Minimal 2 hari.

Kopi hasil sekali proses, bisa untuk 9 orang. Itu takaran untuk para coffee mania. Kalau untuk pemula, cukup 50 Cc. Seperti saya.

Tiga jam kami di Blue Lotus. Anak-anak saya sudah selesai makan. Sesuai menu pilihannya. Dari Blue Lotus kami akan meneruskan perjalanan. Kembali ke Jakarta. Lewat jalur darat.

Tapi ada satu orang yang tak tampak di Blue Lotus: Mr Harjono, pemiliknya. Kemana dia? Biasanya ia (he) selalu ada.

Rupanya kami sisipan jalan. “Pak Harjono pulang 10 menit sebelum Anda datang,” kata pramuniaga kepada anak saya, sembari menyodorkan nota kepada saya.

Melirik panjangnya daftar pembelian di nota itu, mendadak jantung saya deg-degan. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *