Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Pupuk Dijatah 10 Kg, Petani Dairi Menjerit

Published

on

Jayakarta News – Para petani di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara menjerit karena jatah pupuk subsidi hanya diberikan 10 kilogram per kepala keluarga. Kebijakan itu sudah mencekik para petani Dairi sejak Agustus 2019.

“Kebijakan pembatasan jatah pupuk berlaku sejak Agustus. Bagaimanta kami bisa sejahtera. Bagaimana kita bisa membendung impor produk pertanian, kalau kebijakan pemerintah justru mencekik para petani di negerinya sendiri,” ujar Nai Ami Br Situmorang (40), seorang petani di Desa Lae Logan, Kecamatan Si Empat Nempu, Kabupaten Dairi.

Saat ini, petani tidak lagi berani menanam jagung, karena kurangnya pupuk subsidi. Padahal, jagung adalah komoditas utama masyarakat petani Dairi. Bisa dibilang, jagung adalah komoditas unggulan mereka.

Dengan pengurangan jatah pupuk bersubsidi, menanam jagung menjadi tidak lagi menguntungkan. Secara perhitungan, satu zak bibit jagung dibutuhkan 1 zak pupuk urea di awal, 1 zak pupuk potska dengan berat masing-masing 50 kg. Harga pupuk bersubsidi itu Rp 120 ribu. Sedangkan tanpa subsidi Rp 300 ribu per zak. “Kami tak mampu beli pupuk semahal itu,” tambahnya.

Kini, tidak adanya kemampuan petani menanam jagung sebagai tanaman unggulan, dikhawatirkan para petani makin melarat. Setidaknya, hingga akhir tahun, tidak ada lagi yang diharap dari hasil panen.

Hal memprihatinkan lain juga di ungkapkan A. Br. Sihombing di Desa Buluduri, Kec. Silima Pungga Pungga. Pernah terjadi, saat Bupati Dairi Eddy Kelleng Ate Berutu melakukan sidak ke lapangan tanggal 26 September 2019, ditemukan ada timbunan pupuk subsidi sejumlah 2.247 ton di gudang produksi. Pupuk yang disembunyikan itu meliputi ZA 103,8 tin. SP. 36.375,7 ton, Ponska 198.4 ton, dan Petronik 46,6 ton.

Masyarakat menduga, pembatasan jumlah pupuk subsidi, adalah ulah oknum Dinas Pertanian yang berkongkalikong dengan penyalur pupuk, untuk mempertebal kantong pribadi mereka. Pupuk subsidi yang harusnya dilepas ke petani seharga Rp 120 ribu per zak, mereka jual Rp 300 ribu per zak. Selisih Rp 180 ribu per zak itulah yang menjadi ladang korupsi.

“Hitung saja, berapa mereka dapat. Selisih seratus-delapan-puluh-ribu rupiah dikalikan jumlah pupuk yang ribuan ton. Fantastis,” tambah Sihombing.

Petani lain bernama Budi dari Desa Pardimuan, juga menyesalkan tidak adanya kebijakan dari Bupati Dairi, Eddy Kelleng Berutu yang terkesan membiarkan rakyat petaninya tercekik. Sejak ia sidak dan menemukan ada penimbunan pupuk, tidak ada tindak lanjut. Termasuk membiarkan para petaninya terancam miskin akibat pengurangan jatah pupuk subsidi. (banjar)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *