Connect with us

Feature

Pemilik Tria WO: Kunci Sukses itu Sabar

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Lain orang, lain pula cara untuk memulai usaha. Salah satunya Desi, ibu dua anak yang bernama lengkap Doma Destri Hastuti Lubis, SE. Ia sudah 16 tahun menggeluti usaha WO (wedding organizer) dengan modal dasar keahlian merias wajah (make up). “Tanggal 25 Juni 2005, awal saya merintis usaha ini,” ujarnya.

Niat yang dibalut tekad kuat, membuat Desi berani mengambil langkah, mengibarkan bendera WO. Tidak saja skill make up, tetapi ia juga mumpuni di bidang dekorasi.

Menurut Desi, kemampuan tata rias menjadi modal penting dalam bisnis yang satu ini. Sebab, manakala klien puas dengan tata rias kreasi tangannya, maka hal-hal lain menjadi nomor dua.

Sementara, untuk set dekorasi, Desi memiliki kelebihan di bidang up date desain. “Saya selalu memantai desain dekorasi atau corak dan tema dekorasi yang sedang trendy. Dengan kata lain, kita harus adaptif dengan selera pasar,” ujarnya.

Selera pasar yang dimaksud itu, misalnya dalam kurun waktu 10 tahun belakangan pelaminan adat sangatlah diminati bahkan menjadi the best. Meski begitu, harus ada unsur tambahan yang mempercantik pelaminan adat. Antara lain dengan tema dekorasi modern dan memperbanyak hiasan bunga. “Yang masih banyak dipesan untuk saat ini antara lain pelaminan adat Mandailing, Padang, dan Toba,” kata Desi.

Setidaknya, untuk tahun 2020 dan awal tahun 2021, tema atau model pelaminan adat tadi, masih banyak diminati. Hampir setiap minggu, dekorasi pelaminan adat koleksi Desi dipesan klien. “Ada kalanya, yang tidak terlalu suka ornament bunga, kita tawarkan permainan corak dan warna. Misalnya, warna marun, gold, dan warna-warna lain yang cerah.

Biasanya, pesanan pelaminan adat, disertai dengan kain adat sebagai pelengkap. “Misalnya, kalau memakai adat Minangkabau, pakaiannya pun pakaian khas Minang dengan dekorasi rumah gadang. Sedangkan kalau adat Mandailing, memakai bulang pengantin,” tutur Desi, fasih.

“Bulang itu mahkota berbentuk tanduk bertingkat yang biasanya berlapis emas. Dan Bulang terdiri dari beberapa tingkat bahkan hingga tujuh. Bulang dipakai oleh pengantin perempuan, selain itu ada juga bulang pelaminan yang diletakkan di atas pelaminan,” jelas Desi, yang juga salah seorang guru SMP Negeri di Kota Medan.

Salah satu customer Tria WO yang menggunakan pakaian adat Mandailing. (Foto: Tria WO)
Keceriaan foto bersama dengan teman-teman kerja pengantin perempuan. (Foto: Tria WO)

Tria WO Lengkap

Sekitar satu tahun pertama, sejak ia memulai usaha WO perkembangan belum kelihatan. Modalnya masih tas make up full dan beberapa stel pakaian pengantin. Akan tetapi, karena Desi meyakini betul prospek usahanya, maka ia mendedikasikan semua yang dimiliki untuk mengembangkan WO-nya.

Pelan tapi pasti, Tria WO, nama usahanya, makin komplet. Perlengkapan pernikahan tidak saja lengkap, tetapi berkembang ke pengadaan tenda plus kursi, bahkan peralatan catering. “Awalnya tersendat, bahkan sempat mengalami jatuh-bangun, tapi satu hal yang saya coba konsisten adalah disiplin dalam menerapkan manajemen keuangan,” ujar aliumnis FE UISU itu.

Ia menjelaskan, dari 100 persen pendapatan, 30 persen disisihkan untuk tabungan, setelah dipotong upah pekerja. Tabungan tadi gunanya untuk mengganti barang-barang yang rusak, atau meng-up-date pelaminan, baju-baju adat, alat make up, dan lain-lain.

“Yang tujuh puluh persen untuk biaya operasional, belanja, gaji pekerja dan lain-lain. Dengan catatan total pendapatan langsung saya ambil 30% untuk dismpan. Karena suatu ketika kita butuh membeli kain baru, bunga dan kursi baru dana sudah siap,”ungkapnya.

Tria Wedding Organizer terbilang WO paling lengkap. Untuk pakaian adat Sumatera Utara, ia memiliki lengkap. Selain itu, ia juga menyediakan pakaian adat Melayu, Padang, Mandailing, Simalungun, Toba, Pak-Pak dan lainnya, Aceh, dan Palembang. “Yang tidak ada busana adat Nias, karena relative jarang permintaan,” katanya.

Jenis pelaminan di Tria WO ada belasan, antara lain adat Mandailing, Padang, Melayu, Aceh, Toba dan lainnya. Sementara, pelaminan modern ada banyak model, di antaranya rustic, pelaminan ini terbuat dari kayu-kayu, ada juga pelaminan dari Styrofoam, backdrop jenis pelaminan ini lagi musim sekarang dikasih bunga-bunga, dan lainnya.

Untuk harga pelaminan yang mahal itu pelaminan adat, sebab harga kain adat mahal, terutama pelaminan adat Mandailing dan Aceh. Patokan harga pelaminan itu biasanya diukur dari lembarnya. Misalkan di gedung 8 x 10 meter harganya sekitar Rp 10 juta sampai Rp 12 juta include pakaian, dekorasi pelaminan dan make up, di luar jasa fotografi.

Tria WO terbilang laris. Banyak regular customer. Dalam satu minggu, ia bisa menerima tiga sampai empat job di berbagai daerah. Bahkan pernah top record dalam seminggu bisa dapat pemesanan sampai 6 kali.

“Untuk jasa fotografi, saya dibantu suami, M. Putra ST dan anak saya M. Rafli. Tetapi kalau job lebih dari dua maka pakai tim, dan alhamdulillah bisa buka lapangan pekerjaan buat sekitar 10 orang,”ujar Desi.

Foto bersama pengantin di pelaminan modern. (Foto: Tria WO)
Foto pengantin bersama keluarga di pelaminan modern. (Foto: Tria WO)

Kendala Usaha WO

Yang namanya kendala di setiap usaha tentunya ada. Hanya tergantung bagaimana meminimalisasi. Misalnya di WO biasanya datang dari pemesan, ketika pemilik hajatan rumahnya di pinggir jalan, maka dekorasinya di tengah jalan. Mau tidak mau jalan ditutup, maka tenda harus dipasang di tengah jalan tengah malam dan membongkarnya juga harus tengah malam. Kemudian di gedung jika kita dapat pemesanan di hari Minggu, sedangkan di hari Sabtu ada pesta maka dekorasinya juga tengah malam, bahkan bisa sampai pagi.

Mengenai pemesanan pemilik hajatan biasanya tidak ada kendala, karena dari awal sudah ada kesepakatan antara WO dan pemilik hajat. Jadi bisa dikatakan jarang sekali ada komplain.

Kalau masalah waktu tergantung me-manage untuk mengantisipasi dari awal, misalkan saat pemasangan dekorasi atau make up. Dalam hal ini harus diatur kesepakatan kedua belah pihak.

Salah satu pelaminan adat Mandailing, di atas sebelah kanan ada tampak Bulang Pelaminan, sebelah atas kiri tampak penutup kepala untuk pengantin pria (Ampu). (Foto. Ist)

Bisnis WO di Masa Pandemi

Tidak disangka bencana non alam (pandemi) Covid-19 melanda dunia. Indonesia pun kena imbas. Tentu bagaikan petir di siang bolong bagi semua para pelaku usaha serta sektor lainnya. “Tepat di awal-awal bulan Maret 2020 semua kegiatan kita sudah stop, tidak ada lagi yang bisa pesta,” ungkap Desi.

Padahal, sebelum pandemi melanda ada panjar yang sudah diterima beberapa bulan sebelum hari H. Lantaran peraturan PSBB, pesta pun urung digelar. Meski begitu, tidak semua. Sebab, ada beberapa klien yang tidak membatalkan, melainkan mengecilkan lingkup kegiatannya.

Jadi memang masa covid-19 bisa dikatakan ibarat mimpi buruk bagi banyak usaha, termasuk WO. Bagaimana tidak? Yang tadinya setiap Minggu terima orderan untuk tenda, dekorasi bisa keluar (dipesan), tapi di masa pandemi sudah tidak bisa lagi pesta.

Keadaaan itu pun berlangsung sekitar 4 bulan. Setelah Lebaran 2020, mulai ada riak-riak pesta. Setelah pemerintah memberlakukan new normal, mulai ada pemesanan pesta, itu pun harus mengikuti prosedur dan protokol kesehatan (Prokes) yang diterapkan pemerintah. Jadi kedua pengantin harus menggunakan faceshield, masker, sarung tangan kemudian si pemilik masker harus menyediakan tempat pencuci tangan, sabun dan hand sanitizer.

Sebagai kepala lingkungan (Kepling) harus mengetahui ada yang pesta dan memastikan harus menerapkan Prokes.  “Jadi kita sebagai WO takut juga seandainya pesta nanti dibubarkan jika tidak menerapkan Prokes, dan Alhamdulillah selama diperbolehkan pesta tidak pernah dibubarkan,”ungkap Desi.

Akhir dari penuturan Desi mengatakan, “Satu hal yang selama ini membuat saya bisa bertahan dan menjalankan usaha WO ini sampai 16 tahun kuncinya kesabaran.” Dengan kesabaran kita akan berhasil menjaga hubungan baik ke customer, dan itu salah satu cara untuk mempromosikan usaha kita. Sebab ketika customer puas dengan pelayanan yang diberikan, ia akan bicarakan ke teman-teman, keluarganya. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *