Connect with us

Kabar

Orang Miskin Sulit Mendapat Kepastian Hukum

Published

on

Foto bersama usai berdiskusi. (foto: ist)

Jayakarta News – Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sumut menggelar diskusi tentang demokrasi dan HAM, Kamis (11/7/2019). Mengambil tema ‘Masa Depan Demokrasi Rule Of Law dan HAM di Indonesia Pasca Pemilu 2019’, diskusi dihelat di Aula Sains dan Teknologi Kampus UIN Sumut Jl Sutomo Medan.

Mahasiswa mengundang dua pembicara utama, yakni dosen Antroplogi Hukum USU Dr Edy Ikhsan SH MA dan Direktur Pusham UNIMED Majda El Muhtaj. Dalam paparannya, Edy Ikhsan mengurai cakupan-cakupan tentang kepastian hukum yang nyata di Indonesia.

Di antaranya, tersedianya aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten dan mudah diperoleh serta diterbitkan oleh atau diakui karena (kekuasaan) negara.

Namun Edy menggarisbawahi, biasanya orang-orang miskin dan termarginalkan kerap mendapat perlakukan ketidakpastian hukum yang nyata. “Banyak contoh kasus bahwa orang miskin kerap sulit mendapat kepastian hukum yang nyata. Bahkan mengaksesnya pun sulit. Ironisnya, justru perlakuan akan berbeda kepada penguasa, anak penguasa dan pemilik modal,” kata Edy Ikhsan.

Kepastian hukum yang nyata juga dilihat dari hakim-hakim peradilan yang mandiri dan tidak berpihak (independent and impartial judges) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dalam kasus yang mereka sidangkan. “Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan,” ungkap Edy.

 Dr. Edy Ikhsan SH, MA saat acara diskusi tentang demokrasi dan HAM Masa Depan Demokrasi Rule Of Law dan HAM di Indonesia Pasca Pemilu 2019′, di Aula Sains dan Teknologi Kampus UIN Sumut Jl Sutomo Medan. (Foto : Ist)

Di bagian lain, Edy mengatakan ada beberapa kendala menghadirkan kepastian hukum yang nyata di Indonesia.  Di antaranya soal politik. “Misalnya penguasa memperlakukan militer sebagai kuda troya. Hukum dikorbankan demi stabilitas dan ideologi pembangunan yang dianut,” ungkap aktivis perlindungan perempuan dan anak tersebut.

Dan kendala lainnya, sambung Edy Ikhsan, yakni pemerintahan (aparat penguasa). “Lemahnya kepemimpinan, korupsi yang merajalela, plutokrasi dimana politikus lebih banyak mengandalkan kekuatan kapital sebagai senjata utama. Ini hal-hal yang menjadi kendala kepastian hukum yang nyata di Indonesia,” tukas Edy Ikhsan.

Di tempat yang sama, pembicara lainnya Majda El Muhtaj MHum menekankan bahwa komitmen demokrasi itu ada pada beberapa hal. “Di antaranya soal kesetaraan dan hak asasi,” kata Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PushaM) UNIMED tersebut.

Menurutnya, kampus dan mahasiswa sejatinya harus menjadi penyeimbang proses demokratisasi yang terjadi di tengah masyarakat. “Demokrasi tanpa civil society tak akan berjalan sesuai harapan. Pers dan media juga harus menjadi penyeimbang karena pers juga bagian pilar demokrasi,” kata Majda.

Dalam slide yang dipaparkannya, Majda banyak mengurai pentingnya kesadaran berbangsa dan bernegara sebagai bagian dari proses berdemokrasi. Salahsatu rekomendasinya yakni penguatan pendidikan dan pelatihan HAM di seluruh jenjang pendidikan non diskriminatif dan inklusi. Majda juga menyoroti UU ITE yang kerap mendapat kritik karena dianggap menyalahi hak asasi. (*/Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *