Connect with us

Feature

Citarum Menderita, KPK Berbuat Apa?

Published

on

Petugas tengah mengambil sample air Sungai Citarum yang tercemar limbah beracun.

Sungai Citarum telah berabad-abad lamanya memberikan kehidupan kepada mahluk hidup, manusia hewan dan tanaman di tatar sunda sampai ke kawasan Bekasi. Citarum berhulukan Gunung Wayang, tepatnya di kampung Pejaten Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung (Kawasan Bandung Selatan), sekitar satu-setengah-jam perjalanan dari pusat kota Bandung.

Sebagai gambaran situ Cisanti atau sebagai hulu sungai, hingga kini kondisi alam dan kelestarianya masih asri indah dan terjaga. Belum tergolong situ yang rusak dan tercemar, dahulu kekuasaan pemeliharaannya oleh Pemprov Jabar dan sejak reformasi dikuasai BBWS Citarum Kementrian PU-PR.

Begitu indahnya hulu sungai Citarum – Cisanti, tak berhenti memberikan kehidupan. Hulu sungai Citarum Situ Cisanti, memberikan kehidupan tanpa henti seperti halnya Cisanti yang dialiri tujuh mata air alam, sehingga tak pernah mengering walau di musim kemarau. Ketujuh mata air tersebut adalah mata air alam Citarum, mata air Cikahuripan, mata air Cikoleneres, mata Cihaniwung, mata air Cisadane, mata air Cikawusukan, dan mata air Cisanti

Menengok Citarum, kita akan mengingat sebagai sungai yang indah diwarnai kearifan lokal yang kental. Sungai Citarum adalah pusat aktivitas masayarakat, mandi, bertani, mancing, dan lain-lain. Citarum juga dikenal “saur kolot kapungkur”, sungai keramat, pamali untuk dikotori. Sungai dengan kedalaman 10 meter sampai 20 meter lebaranya rata rata lebih dari empat puluh meter. Seperi di kawasan Dayeuh Kolot dan sekitarnya, kedalamannya bisa lebih dari 20 meter.

Citarum di musim hujan, acap memuntahkan banjir, tapi banjirnya tidak berdampak bahaya seperti sekarang. Di sekitar hulu sungai, tengah-tengah sungai dan di hilir sungai, sempadan sungai atau jalan inspeksi (di kiri kanan) sungai masih ada dan tertata. Belum ada hunian liar di bantaran sungai seperti sekarang. Belum ada pabrik membuang limbah sembarangan ke sungai.

Anak-anak sungai Citarum mulai dari Cikeruh, Cidurian, Cisangkuy, Cikapundung, Citepus, Cibeureum, Cibeet dan lebih 40 anak sungai melintas dari mulai Kabupaten Bandung, Sumedang Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, Karawang Cianjur hingga Bekasi. Dulu semua anak sungai begitu jernih, sekarang begitu kotor dan tercemar.

Kapan Citarum mulai rusak dan kurang bersahabat dengan manusia? Tepatnya sejak industri (pabrik tekstil menjamur) di zaman kejayaan orde baru. Tepatnya mulai awal 1980-an. Di sepanjang sungai Citarum terutama dekat hulu sungai di pantura Purwakarta, Karawang, Bekasi, banya pabrik tekstil berdiri. Keberadaanya, rata-rata merusak, membuang limbah langsung ke sungai tanpa (IPAL) atau membuang limbah pabrik tidak ke industri pengolahan air limbah.

Dari catatan penulis ketika tahun 1982 meliput langsung pencemaran Citarum menggambarkan,  Di era Suharto untuk menertibkan pabrik dan menangani limbah Citarum baik oleh industri dan perbuatan manusia perusak lingkungan, Presiden Soeharto mencanangkan program nasional “Prokasih” (Program Kali Bersih).

Untuk Jabar diawali tahun 1982 dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur bidang Ekonomi pembangunan Ir Suhud Warnaen (seorang tokoh Jabar bidang pembangunan dan lingkungan hidup jebolan ITB). Dalam lima tahun menjalankan program Prokasih sudah terpetakan sumber permasalahan pencemaran Citarum, tapi belum ada penertiban dan tindakan aparat.

Di zaman itu, penanganan sungai Citarum sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemprov Jabar. Dalam kenyataannya, mulai era Gubernur Aang Kunaefi (dua periode di awal 1980-an), Gubernur Yogie SM (dua periode), Gubernur HR Nuriana (dua periode), program Prokasih untuk Citarum gagal total.

Demikian di era reformasi semasa Gubernur Dany Setiawan dan Gubernur Ahmad Heryawan, program penangan Citarum Harum “terkesan basa basi”. Banjir terus menurus, pencemran tak bisa dikendalikan. Pendek kata, sudah 40 tahun Citarum menderita, bahkan media asing menjulukinya Citarum sungai terkotor terburuk dan merepakan “WC” terbesar di dunia.

Di era Gubernur Ahmad Heryawan (detik detik berakhir) di penghujung tahun 2018, dan atau dimasa PLT Gubernur Jabar dijabat Komjen Pol Irawan, plus di era Gubernur Jabar yang baru Ridwan Kamil, seorang Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres penanganan dan percepatan bebenah Citarum dari limbah pembagunan dan penangan lingkungan. Perpres tersebut No:15/2018. Intinya penanganan Citarum harus terpadu tuntas, dan diharapkan Citarum bisa bersih setidaknya tujuh tahun dimulai dari tahun 2018 hingga 2025. Citarum harus berkibar bersih dan jadi kebanggan urang Sunda “kumna urang” Indonesia.

Program Citarum ala Jokowi ini selain proyek fisiknya ditangani Kementrian PU-PR (Balai Besar Wilyah Sungai Citarum) juga motor pengawasan dan penggerak masyarakatnya melibatkan TNI (Kodam III Siliwangi). Hingga hari ini harus diakui dengan melibatkan unsur TNI, Citaraum “rada bersih rakyat pada sieun miceun sampah”  walau masih kucing kucingan. Pabrik pembuang limbah sedikit berkurang.

Timbul pertanyaan apakah program Citarum Harum ini, hanya gerakan politis. Menurut sebagian tokoh Jabar hendaknya jangan mengulang kesalahan orde baru. Sebagiam besar masarakat Jabar menginginkan keseriusan dan bukti nyata program Citarum jangan dijadikan komoditas politik, dan bancakan uang negara dengan menjarah berkedok menangani Citarum.

“Menangani Citarum diperlukan badan khusuis dalam komando Presiden RI,” demikian komentar praktisi ahli pengairan dan lingkungan Jabar Ir Sukinta. Katanya penanganan Citarum selama ini sudah “pacorok kokod” alias kaya menangani bola kusut “pajeujeut”, sulit diurai. Dibutuhkan ketegasan dan kejelasan satu komando. Saat ini, reformasi proyek Citarum oleh BBWS Citarum terkesan jalan di tempat, bagaikan membuang pasir di lautan. Dana triliunan dari APBN dan APBD Jabar, tak terarah penggunaannya.

Faktanya, Sungai Citarum semakin rusak, demikian pula anak-anak sungainya. Demikian pula saluran irigasi semakin menyempit seiring berkurangmnya lahan produktif yang diserobot perumahan akibat RUTR dan RDTR di sepanjang Citarum yang amburadul.

Di lain pihak sejumlah oknum pemegang proyek mulai direksi, PPK satker dan oknum petinggi BBWS dan oknum kementerian subur makmur karena pintar memainkan  KKN Sungai Citarum. Terlebih karena sejak era reformasi penanganan Citarum tidak lagi oleh Pemda Jabar tetapi oleh Kementrian PU PR.

”Citarum bisa pulih apabila ditangani badan khusus yang terpadu di bawah komando langsung Presiden. Jika biasa-biasa saja jangan harap berhasil melainkan hanya menyuburmakmurkan para oknum. Suka tidak suka aparatur BBWS Citarum jumlahnya sedikit (sekitar seratusan) sedang tugasnya sangat berat.

“Kesimpulan radar KPK harus nyala dalam mengawasi dan menertibkan program Citarum harum,” komentar dari tokoh ormas dan LSM pemerhati Citarum anti korupsi, Golden Siburian SH.

Penggiat anti korupsi militan di Jabar, yang juga Ketua LSM Somasi dan Ketua Umum Ormas Patriot Dwiwarna, Golden Siburian SH menggarisbawahi masalah BBWS Citarum dan Citarum Harum.

Pertama : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada atau tidak ada pengaduan dari masyarakat, radarnya harus nyala, paling tidak untuk memetakan program pembanguan menuju Citarum harum.OTT jangan hanya dipantau di tingkat PU PR kabupaten kota saja.

Kedua : Divisi pencegahan dan penindakan bisa memantau para petinggi dan pelaksana proyek di BBWS Citarum (paling tidak di era Ka BBWS Mujadi/yang jadi Dirjen SDA/sudah mantan, sampai Kepala BBWS yang baru diganti Yuda Merdiwan dan Ka BBWS Citarum yang baru saja dilantik Bob Artur Lombo). Harus diajak bicara oleh KPK untuk penanganan Citarum. Paling tidak KPK bisa memberikan masukan kepada presiden tentang pembangunan Citarum. Ini sebuah kewajiban buat KPK, seperti halnya memetakan proyek sumber daya alam dan mineral yang sering dijarah para oknum.

Ketga : Divisi penindakan KPK jangan hanya berkutat di OTT PU PR Kabupaten kota, apabila “ada pengaduan” atau ada oknum BBWS harus segara ditindak. Dari rumor yang ada, banyak oknum di BBWS Citarum diperiksa penyidik di Jabar, tapi tak satu pun kasusnya maju ke pengadilan. Apakah ada oknum main mata atau data kurang ada unsur pidana.Tos sabiwir hiji

Keempat: Disinyalir banyak oknum dari mulai direksi, pengawas PPK satker dan yang lebih tinggi lagi, harta kekayannya langsung melejit tak seimbang dengan gajinya. KPK dan PPATK semestinya memantau kekayaan pelaksana proyek aparatur negara. Untuk dugaan pengaturan lelang dan adanya oknum bermain fisik proyek termasuk jadi sub kontraktor, pihak LSM dan ormas sedang mengkajinya dan akan melaporkan kepada pihak KPK. Khususnya ada penggelontoran dana ke pihak ketiga sebesar Rp 50 miliar yang tidak melibatkan unsur teknis orang BBWS. Saat ini sedang tahap pendalaman, apakah benar dana yang digelontorkan Rp 50 miliar tahun 2018 telah jadi temuan inspektorat.

Kelima :Diharapkan Kementerian PU PR/BBWS Citarum lebih terbuka, dengan memasang urusan humas dan hukum yang profesional, seorang ahli yang mendukung adanya transparasi dan keterbukaan publik. Kalau pelayanan informasi susah dan terkesan tertutup, mengesankan adanya dugaan KKN bersama-sama ditutupi bersama-sama pula. Bukankah dana yang sudah terserap BBWS Citarum selama sepuluh tahun lebih lebih dari Rp 5 triliun.

Sementara Jayakartanews mencoba menggali dan mengembangankan program Citarum harum, belum mendapat penjelasan. Pihak KBBWS Citarum sangat sulit dihubungi, sejak kantor BBWS Citarum kebakaran setahun lalu. Keterbukaan informasi dari BBWS Citarum saat ini sangat didambakan. Menurut para jurnalis bila mau memperoleh informasi selalu terputus. yang ada hanya dengan pihak keamanan yang menjaga kantor BBWS bekas kebakaran. Sulit sekali mencari informasi akurat dari sumbernya langsung.

Simpulnya BBWS Citarum harus direformasi. Citarum milik bersama, bukan milik segelintir penguasa BBWS Citarum. Bila Citarum harum asri, lestari seperti sungai di luar negeri berarti NKRI berseri seri.

Sebaliknya apabila Citarum mesum bau beracun dan jadi bancakan para oknum proyek “bahaya bahaya bahaya”. Indonesia darurat air darurat bencana, Citarum sudah 40 tahun lebih menderita sejak tahun 1982. ”KPK Harus segera bekerja memetakan proyek sungai dimulai dari Citarum. Selama ini radar KPK belum menyala, dan Menteri PU-PR Basuki Hadimulyono harus segera menertibkan para oknum sembrono yang berpura-pura “pintar pintar bodoh” dengan cara masih berbuat korupsi. Alias oknum PNS sontoloyo, saur urang sundamah oknum orowodol harus ditertibkan karena di BBWS Citarum masih banyak pejabat yang baik dan berintregritas. Ciri ciri oknum orowodol yang kerjanya ngurus korupsi dan bati dari cara yang keliru. (Dani Yuliantara)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *