Connect with us

Entertainment

Begini Alasan Jogjarockarta Batal Manggung di Pelataran Prambanan

Published

on

THE show must go on. Pergelaran Jogjarockarta yang baru pertama digelar di Jogjakarta akhirnya harus pindah venue, dari candi Prambanan ke Stadion Kridosono yang terletak di pusat kota.

Kenapa bisa terjadi hal demikian ?

Tiga hari sebelum ‘hari H’, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) melayangkan surat protes kepada promotor Jogjarockarta, yaitu Rajawali Indonesia Communication. Surat protes juga dilayangkan kepada Taman Wisata Candi Borobudur, Ratu Boko dan Candi Prambanan.

Meski surat izin penyelenggaraan dan izin keramaian sudah dikantungi pihak promotor, namun IAAI mendesak pemerintah dan pengelola Taman Wisata agar membatalkan izin penyelenggaraan kegiatan yang telah dikeluarkan. Ketum IAAI, W. Juwita S. Ramelan beralasan bahwa UNESCO telah menetapkan Candi Prambanan sebagai World Cultural Heritage. “Selain itu, Candi Prambanan adalah situs agama yang sakral bagi umat Hindu. Candi Prambanan merupakan cagar budaya, karena itu pergelaran musik rock dan metal yang diadakan di area Candi tidak diperbolehkan karena termasuk kawasan suci,” ungkap Juwita.

Dikatakannya, berdasarkan penelitian kajian tim Balai Konservasi Borobudur pada konser Prambanan Jazz Festival di area Candi Prambanan medio Agustus tahun ini, tingkat kebisingan konser sudah melebihi ambang batas yang ditentukan, yaitu 60 desibel.

Tingkat getaran pada konser jazz mencapai rata-rata 0,04 milimeter (mm) perdetik. Tingkat getaran ini harus dijaga benar karena getaran berlebih dapat merusak struktur ikatan batu-batu candi. Bahkan, struktur batu candi dalam beberapa tahun kedepan bisa bergeser dan rusak akibat getaran musik rock dan metal yang sangat keras.

CEO Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi yang dihubungi penulis mengaku sangat tidak masuk akal surat protes dari IAAI yang isinya membatalkan konser Jogjarockarta.

CEO Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi

“Kalau ambang batas 60 desibel, kita ngomong saja, dengan suara keras, sudah melebihi 60 desibel,” sanggahnya.
Promotor yang sukses mendatangkan David Foster dan Sarah Brighman ini akhirnya bersikap legowo, setelah berdiskusi dengan rekan-rekan bisnis dan para musisi.

“Soal kecewa, jelas saya kecewa. Yang membingungkan saya sebagai promotor musik adalah ketidakjelasan regulasi pergelaran. Di satu pihak, saya sudah mendapatkan surat izin penyelenggaraan dan surat keramaian, namun di pihak lain, masih ada orang-orang yang mempersoalkan masalah tetek bengek dan hal-hal yang diluar nalar,” papar Anas.

Setelah direnungkan, bahwa konser Dream Theater di Jogjarockarta bisa menjadi isu internasional dan bisa menjadi polemik ramai di media sosial, Anas dan kru-nya akhirnya memindahkan venue dari Candi Prambanan ke Stadion Kridosono.

“Untungnya, manajemen dan personel Dream Theater dari Amerika Serikat bersedia dan mau main di Stadion Kridosono yang mampu menampung banyak penonton. Juga musisi dari band-band lokal seperti God Bless, PAS Band, Roxx, Kelompok Penerbang Roket, Burgerkill, Power Metal, Something Wrong dan Death Vomit, bisa mengerti dan tidak memasalahkan venue yang berpindah,” tambahnya.

Anas dan anak buahnya dalam waktu 2 hari itu bekerja keras memindahkan panggung, sound system dan lighting yang sudah terpasang di area Candi Prambanan ke Stadion Kridosono. Puluhan truk terus mengangkut peralatan dan aksesori panggung dan dalam cuaca hujan lebat, para pekerja dan roadies bekerja tanpa pamrih demi suksesnya sebuah konser musik rock dan metal.

“Saya dijuluki Bandung Bondowoso yang dalam sejarah Indonesia, terkenal karena dalam tempo sehari berhasil membangun puluhan Candi Prambanan dan Ratu Boko,” imbuhnya tersenyum.

Memang, antara kepentingan promotor dan regulasi Cagar Budaya – terutama candi warisan budaya – harus sinkron. Ditengah arus globalisasi dunia yang serba cepat ini, pencabutan izin penyelenggaraan untuk sebuah konser musik atau pertunjukan seni budaya tidak boleh terjadi lagi.

“Kami sependapat dengan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, bahwa warisan dunia harus dijaga dan dirawat oleh generasi penerus,” demikian Anas mengakhiri perbincangan ini.
Lalu? ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *