Sosial Budaya
Pemerintah Diminta Susun Peta Masalah Sistem Zonasi PPDB

JAYAKARTA NEWS – Pemerintah diminta menyusun peta jalan masalah zonasi dalam sistem Peneriman Peserta Didik Baru (PPDB). Karena ditemukan tidak meratanya sekolah.
Demikian diungkapkan Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais. Menurutnya, masalah zonasi selalu muncul hanya menjelang tahun ajaran baru.
“Kami sayangkan PPDB selalu hanya muncul antara Juni hingga Agustus, setelah itu kita lupa, dan kehebohan akan muncul lagi menjelang tahun ajaran baru,” jelas Indraza di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Menurut Indraza, permasalahan utama yang ditemukan Ombudsman adalah masalah jarak. Karena sistem zonasi membagi wilayah berdasarkan kedekatan dengan sekolah.
Hal inilah, kata Indraza, yang berdampak pada kesulitan calon peserta didik dalam berpindah ke sekolah yang diinginkan.
Indraza menuturkan, sejak tahun 2020, Ombudsman telah melakukan pengawasan secara rutin dan memberikan laporan serta rekomendasi kepada seluruh pemangku kepentingan terkait.
“Kami berharap hasil pengawasan ini dapat menjadi salah satu masukan bagi seluruh stakeholder untuk mengevaluasi lebih dalam pelaksanaan PPDB sebelum memutuskan apakah perlu diubah, dihapus, atau dilanjutkan,” ungkap Indraza.
Indraza menyebutkan, ombudsman menerima 594 laporan terkait masalah zonasi sejak 2022 hingga 2024. Sebagian besar laporan mencatat penyimpangan prosedur (31 persen), ketidakkompetenan (18 persen), dan pelayanan yang tidak memadai (13 persen).
Indraza mengatakan, permasalahan jarak mencapai 20 persen, verifikasi dokumen 12,2 persen, dan blankspot (daerah yang tidak terjangkau oleh zona) sebesar 11,9 persen.
Terkait verifikasi dokumen, Ombudsman mengungkapkan bahwa terdapat praktik pemalsuan barcode KK yang dilakukan beberapa orang tua calon peserta didik.
“Di beberapa daerah, karena mereka menganggap zonasi hanya masalah jarak, banyak orang tua dan oknum petugas yang memalsukan barcode kartu keluarga,” jelas Indraza.
Ombudsman juga menemukan adanya blankspot, yaitu daerah-daerah yang tidak terjangkau sistem zonasi, sehingga mengakibatkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan.
Untuk itu, kata Indraza, pihaknya mengusulkan beberapa langkah perbaikan. Pertama, pemerintah diminta memperkuat sistem zonasi dengan otomatisasi penentuan koordinat untuk mencegah pemalsuan KK.
Kedua, pemerintah diharapkan melakukan pemantauan lebih intensif terhadap pemetaan wilayah zonasi pada tahap pra-PPDB. Hal ini guna memastikan siswa di daerah blankspot tetap memperoleh akses yang setara ke sekolah.
Dengan adanya temuan dan rekomendasi ini, Ombudsman berharap pelaksanaan PPDB di masa depan dapat berjalan lebih transparan, adil, dan merata. (yr)