Connect with us

Feature

Mahasiswa KKN Sanata Dharma Ajak Warga Kelola Sampah 

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengadakan penyuluhan pemilahan dan pengelolaan sampah di lokasi KKN Pedukuhan Ngentak, Kelurahan Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, DIY, Minggu (3/7). Kurangnya edukasi dan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah menjadi alasan acara ini digelar. Sampah mesti dikelola sejak dari tingkat rumah tangga agar tidak mencemari lingkungan yang lebih luas seperti sungai, laut, lahan persawahan, jalan umum bahkan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

“Sekarang ini membuang sampah saja tidak cukup, yang benar adalah meletakkan sampah pada tempatnya baik sampah organik maupun anorganik,” kata Martha yang didaulat menjadi pembicara oleh KKN PPM Reguler Angkatan 64 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Martha adalah ujung tombak RAPEL (Rakyat Peduli Lingkungan), sebuah perusahaan pengepul sampah anorganik yang berpusat di Tangerang untuk mengedukasi masyarakat agar sadar mengelola sampah utamanya anorganik. Sementara Martha menggarap wilayah Yogyakarta.     

Martha menjelaskan sampah organik yang bernilai jual dan pengelolaanya. (foto: nina)

Martha menjelaskan, kalau sampah anorganik hanya dibuang di tempat sampah, lalu dibawa oleh pengepul dan akhirnya menghuni TPA, maka rumah memang  bersih tetapi TPA mendapatkan beban. “Sampah di TPA hanya ditumpuk dari hari ke hari, berselang-seling dengan tanah. Jadi kalau TPA itu diiris penampakannya mirip kue lapis,” kata Martha disambut tawa lima belasan Ibu-ibu PKK yang menjadi tamu undangan mahasiswa KKN sore itu. 

Lewat tayangan proyektor di dinding, Martha memperlihatkan betapa TPA  yang dulunya merupakan singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir, sekarang berubah total menjadi Tempat Pembuangan Akhir. Di tempat itu sampah tampak menggunung. Tak hanya akat-alat berat seperti bolduser dan manusia yang punya kepentingan  di tempat itu, ternak seperti sapi pun sibuk mengais makanan.  Saat angin bertiup kencang, TPA menjadi seperti ajang lomba layang-layang oleh rupa-rupa plastik yang beterbangan.

“Karena itu Ibu-ibu, mari kita mulai memilah sampah anorganik sejak dari rumah masing-masing, mumpung jumlah sampahnya masih sedikit. Kuncinya, jangan malas,” ajak Martha. Ia menekankan, ketika sudah masuk ke TPA, sampah anorganik akan susah dibersihkan dan dipilah karena jumlahnya sangat banyak. “Untuk Sleman sendiri, 600 hingga 700 ton sampah masuk ke TPA Piyungan setiap hari,” tuturnya.   

Martha menegaskan, mengelola sampah tidak hanya membuat rumah bersih, tetapi juga memiliki manfaat finansial. Sebab, sampah anorganik yang telah dikelola di rumah, bisa disetorkan ke pengepul atau bank sampah. Sekecil apa pun ada nilai rupiahnya. Saat memberikan penyuluhan Martha membawa sampel sampah organik yang bisa disetorkan ke pengepul, khususnya Rapel tempatnya bekerja.  Ada rupa-rupa plastik, aneka kertas, berbagai logam dan masih banyak lagi. 

Sementara manfaat yang lebih besar lagi adalah, dengan mengelola sampah kita turut menjaga kelestarian bumi. Ia menceritakan, sampah anorganik seperti plastik saat ini sudah tersebar di seantero bumi. Pencemaran plastik di laut sangat tinggi. Ikan mati atau luka terjerat sampah. Biota laut menyantap plastik dan ini tidak hanya membahayakan satwa tetapi juga manusia yang mengkonsumsi dagingnya. Sementara data menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik di laut. Martha mengeluhkan bahwa penyetor sampah plastik ke Rapel kalah jauh jika dibanding sampah kertas. “Mungkin karena harga kertas lebih tinggi,” katanya menduga.  

Peserta penyuluhan tata kelola sampah. (foto: nina)

Padahal, sampah plastik seperti kemasan bakso atau soto, tas plastik, setiap hari pasti ada yang baru di rumah. Mayoritas makanan matang atau sayur segar dan lain-lain bahan dapur menggunakan plastik untuk mengemasnya. Karena itu Martha benar-benar mendorong agar ibu-ibu menjadi ujung tombak memilah dan mengelola sampah.  

Selain rumah bersih dan mendapatkan manfaat finansial, kata Martha, mengelola sampah sangat berguna dalam melestarikan bumi. Sampah yang dikelola akan diolah kembali untuk dimanfaatkan, sehingga bebas pencemaran lingkungan. Sementara di TPA timbunan sampah akan memicu pemanasan global, sebab, sampah khusunya organik mengeluarkan gas metana.    

“Kami ingin mengajak semua untuk mengelola sampah, pilah dan kelola sampah anorganik.  Sementara sampah organik bisa dikelola untuk menghasilakan pupuk atau dimasukkan ke losida (lodong sisa dapur) agar terurai dan menyuburkan tanah di sekitarnya,” papar Martha. Ditambahkan, bahwa semua pihak harus optimis bahwa Indonesia bersih sampah akan terjadi di tahun 2025. “Minimal pedukuhan ini bebas sampah untuk Indonesia,” tutupnya. (Ernaningtyas)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *