Connect with us

Kabar

KPAI Paparkan Kekerasan Fisik yang Dialami 10 Siswa SPN Dirgantara Batam

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan KPPAD Kota Batam menerima laporan dari 10 orangtua peserta didik yang anaknya mengalami  kekerasan di SPN Dirgantara kota Batam.  Kekerasan yang dialami berupa pemenjaraan atau dimasukan ke dalam sel tahanan, ditampar, ditendang, dan lain-lain.

Siswa yang dihukum dengan dimasukan sel tahanan bisa sampai berbilang bulan, tergantung kesalahan yang dilakukan peserta didik. 

“Sel tahanan menurut para orangtua pengadu difungsikan saat ada peserta didik yang melakukan pelanggaran disiplin, di sel penjara tersebut, seorang siswa bisa dikurung berminggu-minggu bahkan berbulan tergantung kesalahannya dan dianggap sebagai konseling.”

“Selain dikurung anak-anak juga akan mengalami hukuman fisik seperti pemukulan, bahkan ada korban yang rahangnya sampai bergeser,”ungkap Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan melalui rilisnya, Kamis (18/11/2021).

Atas pengaduan ke-10 orangtua siswa tersebut, KPAI melakukan koordinasi dengan  Inspektorat Jenderal KemendikbudRistek untuk pengawasan dan penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut, mengingat Menteri Nadiem sudah bertekad akan mencegah dan menangani ‘tiga dosa’ di pendidikan, yaitu  Kekerasan, Kekerasan Sekual dan Intoleransi.

“KPAI mengapresiasi Itjen KemendikbudRistek yang  merespon sangat cepat saat menerima pengaduan dari KPAI. Rapat koordinasi daring segera dilakukan dan sepakat untuk melakukan  pengawasan langsung ke lapangan, bahkan pengawasan  dilakukan tim gabungan yang terdiri dari Itjen KemendikbudRistek, KPAI, KPPAD Batam, KPPAD Provinsi Kepri dan Maarif Institute,” ujar Retno.

Bukan Kasus Pertama

Pada tahun 2018, KPAI  dan KPPAD Provinsi Kepri pernah menerima laporan kekerasan terhadap peserta didik yang dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu SPN Dirgantara Kota Batam. Siswa SMK Penerbangan atau SPN Dirgantara Batam, orangtua dari peserta didiknya yang berinisial RS. RS  mengaku mendapat perlakuan tidak semestinya. Dia mengaku di penjara di sekolahnya, sebelum akhirnya dijemput oleh Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepulauan Riau, pada Sabtu (8/9/2018).

“Bahkan sebelum ditahan dalam sel sekolah, RS yang hendak naik pesawat dari Bandara Hang Nadim hendak menuju Surabaya (Jawa Timur) ditangkap Pembina SPN Penerbangan Batam berinisial ED dengan tangan di borgol dan kemudian dimasukan sel tahanan di sekolah, dan mengalami kekerasan fisik (berjalan jongkok di aspal panas sehingga lutut melepuh),” papar Retno.

Pada peristiwa tahun 2018, KPAI,  KPAD,  Kompolnas dan Polres Batam bersama-sama  mendatangi lokasi sekolah keesokan harinya. Saat tiba di sekolah, ternyata ruang sel tahanan sekolah yang berada di lantai satu  sudah dibongkar.

Bahkan ruangan telah disulap nyaman dengan memasang AC baru juga. Sebelumnya, Kompolnas juga bertemu Wakapolda Kepri terkait dorongan untuk pemeriksaan terhadap oknum polisi ED (Pembina SPN Dirgantara) dan penegakan disiplin jika terbukti bersalah. 

“KPAI mendapatkan keterangan dari Propam Polda Kepulauan Riau bahwa ED kemudian diproses hukum di Pengadilan Negeri dengan pidana 1 tahun penjara dan sanksi etik berupa demosi atau dipindahtugaskan ke Pulau Natuna,” cerita Retno.

Namun, pada Oktober 2021 kasus serupa  kembali terjadi dan kali ini korbannya ada 10 peserta didik. Kesepuluh orangtua sempat melapor ke Dinas Pendidikan Provinsi Kepri dan juga membuat pengaduan ke KPAD Kota Batam.

“Pihak Disdik Provinsi Kepri datang ke sekolah dan  memerintahkan anak-anak dilepaskan dan dikembalikan ke orangtuanya pada hari itu juga. “Hal ini mengindikasi bahwa pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau telah mengetahui pemenjaraan dan kekerasan yang diterima oleh sejumlah peserta didik di SPN Dirgantara. Namun, sama sekali tidak memberikan sanksi pada sekolah sehingga tidak ada efek jera”, tambah  Retno.

Leher Dirantai Seperti Binatang

Pada kasus terbaru ini, KPAI dan KPPAD Batam menerima bukti 1 video dan 15 foto yang  diduga merupakan peserta didik di SPN Dirgantara Batam yang mengalami pemenjaraan di sel tahanan sekolah, ada yang tidak diikat, namun ada 2 peserta didik yang dirantai di leher dan tangan.

Sepuluh foto menampakan gambar ada 4 anak di dalam ruangan tahanan yang sempit, beralaskan karpet berwarna biru dan ada 1 dipan dengan Kasur yang tidak diberi alas.

Anak-anak tampak bertelanjang dada karena ruangan sempit di lantai atas pastilah sangat panas. “Dari video yang kami terima, wajah keempat anak terlihat tertekan dan tak banyak bicara. Jika ditanya hanya menjawab singkat,” tambahnya. 

Rekaman video  tersebut terkait kejadian ketika anak-anak tersebut dibebaskan oleh pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau. Terdengar suara yang diduga pejabat Dinas pendidikan yang disebut sebagai pak Kabid (Kepala Bidang), yang tampak marah karena penahanan tersebut dianggap tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

“Ada 4 foto lagi yang belakangan kami terima. Foto yang terbilang sadis, menurut informasi yang kami terima, peristiwa dalam foto tersebut terjadi sekitar tahun 2020.  Dalam 2 foto tergambar 2 anak yang tangannya diborgol sebelah sehingga keduanya harus terus berdekatan karena diikat dengan satu borgol masing-masing tangannya kanan/kirinya. Lebih mengenaskan lagi, salah satu anak juga dirantai lehernya seperti binatang,” ungkap Retno.

KPAI, tegas Retno, mengecam segala bentuk kekerasan di satuan pendidikan. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik. Lembaga pendidikan seharusnya menyemai nilai-nilai demokrasi dan penghargaan atas hak asasi manusia. “Segala bentuk kekerasan atas nama mendisiplinkan seharusnya tidak boleh dilakukan,” pungkas Retno. (bnt)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *