Connect with us

Feature

Gema “Hari Kebudayaan Nasional” dari Titik Nol

Published

on

Jayakarta News – Sebuah gerakan kebudayaan datang dari Yogyakarta. Memperingati Hari Purbakala 14 Juni 2020, mencuat gagasan untuk mewujudkan “Hari Kebudayaan Nasional”.

Ritual peringatan Hari Purbakala 2020 di titik nol Yogyakarta kemarin (15/6/2020) menjadi kian bermakna dengan dilayangkannya surat permohonan kepada Presiden Joko Widodo di Jakarta. Sebuah surat permohonan agar Presiden menetapkan Hari Kebudayaan Nasional pada tanggal 5 September.

Tanggal 5 September adalah tanggal sakral bagi masyarakat Yogyakarta dan Indonesia. Karenanya, tanggal itu sekaligus menjadi pembakuan kesatuan pandangan bangsa yang berlatar belakang sejarah penting.

Yogyakarta yang mempunyai tali merah sejarah ke-Mataraman, memandatkan diri untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 5 September 1945. Momentum tersebut sebagai bagian dari perjuangan kebudayaan, menjadi penanda sejarah dalam berbangsa dan bernegara.

Surat yang ditandatangani Sigit Sugito itu juga menyebutkan, “Bersama ini kami masyarakat Yogyakarta, untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia, perkenankan untuk mengajukan permohonan ditetapkannya “Hari Kebudayaan Nasional” pada tanggal 5 September. Peristiwa bergabungnya Negari Ngayogyakarta Hadiningrat ke dalam NKRI kami yakini sebagai peristiwa yang menjadi momentum meleburnya nilai masa lalu dalam membangun peradaban berbangsa dan bernegara.”

Sigit yang mengatasnamakan Gerakan Kebudayaan Yogyakarta memohon dengan sepenuh hormat kepada Presiden Ir H Joko Widodo untuk mempertimbangkan permohonan ini. Surat yang ditandatangani 14 Juni 2020 itu juga mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Para pendukung dilahirkanya Hari Kebudayaan Nasional itu antara lain Dr Haryadi Baskoro (Museum Keistimewaan), Dr Amuluhur Surosa (Indonesia Rumah Kebhinekaan), Pamuji Raharjo MPA (Forum Kusuma Negara), Risang Yuwono (Ketoprak Tobong Bakti Budaya), Nur Khotimah (Sanka Heritage Klaten), Tim Aprianto (Dewan Pendidikan DIY), dan Ir Syahbenol Hasibuan (Dewan Koperasi Indonesia). Surat tadi juga ditembuskan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Mendikbud, dan Menteri Koperasi dan UMKM.

Ritual sastra mantra Bambang Nursinggih di Hari Purbakala.
Dari Titik Nol ujung jalan Malioboro menuju altar depan Kantor Pos Yogyakarta, membacakan sastra mantra mendukung terkabulnya permohonan kepada Presiden Joko Widodo agar tanggal 5 September ditetapkan menjadi Hari Kebudayaan Nasional. (ist)

Sastra Mantra

Dalam acara tersebut, pamerti budaya Jawa yang juga sastrawan Jawa, R Bambang Nursinggih, SSn bersama LKJ-Sekar Pangawikan yang dipimpinnya melantunkan sastra mantra, demi terkabulnya permohnan tersebut. Dalam kesempatan itu, Bambang Nursinggih yang juga naggota Teater Alam Yogyakarta, membacakan bait-bait sastra mantra dalam satu prosesi ritual yang khidmat.

Dalam iring-iringan langkah kaki dari Titik Nol ujung Jalan Malioboro menuju Kantor Pos, mereka melantunkan mantra: Kawula Ngayogjakarta/Bangkit golong gilig saeka kapti/Sung nawala mangka simbul/Usul myang suh negara/Mrih Hari Kepurbakalaan kasuwun/Ari libur Nasional/Dina prei kang sayekti.

Ingsun ngadeg sangareping wiwara uluk salam/murih tan kesaru siku dening kang kawogan, luput kehing tulah sarik/jalaran kanggep murang sarak, temah saniskara pangarsa, punggawa ngresepi karti kang edi.

Seiring surat yang dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo, Bambang Nursinggih, dkk pun melantunkan mantra: Nawala kang katur nenggih. Isi santi panyuwunan/Pangarsa mrih angabulke/Hari purbakala owah/Kabudayan Nasional/Ndayani negara kumbul/Drajat purbakala kangkat.

Semoga, Presiden Jokowi mengabulkan dan menetapkan 5 September menjadi Hari Kebudayaan Nasional. (roso daras)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *