Connect with us

Kabar

Nobar Film Doku Drama “SATOE” dan Sarasehan Lahirnya Pancasila

Published

on

YOGYAKARTA, JAYAKARTA NEWS – Memperingati hari lahir Pancasila, TVRI Yogyakarta menghadirkan film dokumenter ‘SATOE’ yang bekerjasama dengan DPRD DIY, TVRI Pusat dan ASITANTRA. Kegiatan dilaksanakan pada hari Kamis, 1 Juni 2023 bertempat di Studio 1 TVRI Yogyakarta.

Kepala Stasiun TVRI Yogyakarta, Johan Setiawan S.Sos menyampaikan terimakasih atas kehadiran para tamu dan  dukungan Ketua DPRD DIY, Ketua Komisi A, PSP UGM, Nara Sumber, Crew dan Pemain, sehingga proses pembuatan film SATOE dapat terselesaikan dengan baik dan membanggakan. Harapan ke depan akan terus berlanjut dengan karya film dokumenter berikutnya bersinergi dan kerjasama dengan DPRD DIY dan TVRI Pusat.

Kepala Stasiun TVRI Yogyakarta Johan Setiawan, didampingi Ketua DPRD DIY Nuryadi, Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto, Suharyoso SK, dan Moderator Sarasehan Bambang JP melaksanakan nonton bareng film dokumenter SATOE. Nuryadi merasa bersyukur dapat menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan bebas, tidak seperti pada masa dalam kisah film SATOE.

“Dimana kemerdekaan dan Pancasila telah diperjuangkan dengan tidak mudah oleh pemimpin bangsa ini, maka jangan biarkan ada yang menentang dan ingin menghilangkan nilai-nilai Pancasila,” ujarnya, Kamis (1/6/2023).

Bambang JP, moderator sarasehan yang juga Ketua Tim Kreatif produksi film doku drama “Satoe”.

Alat Edukasi

Selain itu, Nuryadi merasa terharu dan bangga dengan terselesaikannya film dokumenter ini. Dia meminta izin untuk bisa diputar di DPRD DIY dan ingin menjadikan film ini sebagai alat edukasi bagi masyarakat tentang nilai-nilai Pancasila.

“Masyarakat Indonesia terutama para generasi muda harus tahu bahwa perjuangan Bung Karno dan para tokoh bangsa dalam melahirkan Pancasila itu benar-benar ada. NKRI dan Pancasila mutlak harus ada menjadi pegangan bangsa Indonesia, karenanya nilai-nilai Pancasila harus terus digali. DPRD DIY membuka pintu untuk diundang dalam acara-acara seperti ini,” ungkapnya.

Moderator Bambang JP dalam prolog Sarasehan Sambung Rasa menyampaikan pengantarnya, film pada esensinya adalah karya kreatif yang bersifat subyektif. Oleh karenanya film kerap disebut sebagai karya yang berisi realitas subyektif. Betapapun sebuah film dokurama sebagaimana SATOE ini yang banyak mengolah fakta peristiwa masa lalu. Oleh karenanya Film SATOE ini berfungsi mengantarkan realitas subyektif tersebut kepada realitas obyektif atau realitas yang sebenarnya yang sedang berlangsung terjadi.

Demikian pada masa itu, kegentingan-kegentingan yang terjadi menyertai pelaksanaan siadang BPUPK sampai dengan Pidato Kelahiran Pancasila yang disampaikan Ir. Soekarno tidak terlepas dari tarik ulur konfrontasi antar tokoh dam kelompok golongan. Potret kegentingan itulah yang kemudian nampaknya mencoba dihadirkan kembali sebagai sebuah fakta aktual yang juga masih terjadi pada masa sekarang. Pancasila sampai hari ini masih berada dalam pusaran tarik ulur kepentingan.

Film “SATOE” ini merupakan produksi LPP. TVRI D.I. Yogyakarta bersama LPP. TVRI Nasional yang pelaksanaannya dipercayakan kepada Bambang JP selaku Ketua Tim Kreatif. Dalam proses selanjutnya Tim Kreatif bersama Sutradara: Andhang Wicaksono Penulis naskah: Akbar Nugroho, DOP: Alfian, Kameraman: Sukmono, Penata Suara: Reynaldo, Penata Musik: Seta dan Penata Cahaya: Agus Leo, Editor Wisnu Nugroho dan Tim Produksi: TVRI Jogja membesut penciptaan dari ide, gagasan kreatif sampai dengan pelaksanaan shooting.

Peserta sarasehan dan nobar film doku drama “Satoe” TVRI Yogyakarta.

Karya Istimewa

Menurut prespektif Bambang JP selaku Tim Kreatif, selayaknya Yogyakarta sebagai daerah yang sangatlah Istimewa, apalagi dengan adanya Dana Istimewa semoga akan menghasilkan Karya Istimewa pula, yang tidak saja mengembangkan spirit industri kreatifnya tetapi juga dapat melahirkan karya-karya film yang mampu merempresentasikan nilai-nilai kejuangan dan kebangsaan, sekaligus mengemas pesan pembangunan karakter manusia yang berkepribadian dalam berkebudayaan. Spiritnya adalah idealisme berkarya Cipta Rasa Karsa.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mengajak untuk menjadi “Guru Kebangunan”. “Karena kita harus belajar sejarah. Banyak para tokoh perjuangan bangsa ini yang lahir di Yogyakarta; dr. Radjiman Widyodiningrat, Ki Bagus Hadikusumo, Ki Hadjar Dewantara, Abdulkahar Muzakir, Sukaptinah dan lainnya. Tetapi mengapa Yogyakarta tidak membangun museum?” tuturnya.

“Dengan museum dapat menjadi destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan, karena selain rekreasi para wisatawan juga dapat belajar sejarah,” imbuhnya.

Menurut Eko Suwanto, film adalah media yang cocok untuk menyampaikan nilai-nilai sejarah bagi generasi muda masa kini, harus diperbanyak seri karya film dokumenter. Ceritera film “Janur Kuning” perlu diluruskan sesuai dengan realita sejarah.

“Untuk membuat karya film dokumenter syaratnya harus mengerti sejarah dan memahami konteks sejarah,” terangnya.

Pledoi Bung Karno yang berjudul “Indonesia Menggugat” yang menjadi inspirasi nilai-nilai Pancasila ditulis ketika dia ada di penjara dengan sumber buku yang dibawakan Ibu Inggit dengan diam-diam saat menjenguknya. Sri Sultan Hamengku Buwana IX pernah mengunjungi Bung Karno saat diasingkan di pulau Bangka, peristiwa ini menarik untuk diangkat dalam sebuah karya film dokumenter.

“Bung Karno juga pernah mendapatkan medali penghargaan tertinggi dari Vatikan sebanyak 3 kali dari Paus yang berbeda,” kata Eko Suwanto.

Dari kiri ke kanan: Eko Suwanto (Ketua Komisi A DPRD DIY), Nuryadi, SP (Ketua DPRD DIY), dan Johan Setiawan, S. Sos Kepala Stasiun TVRI Yogyakarta. Narasumber sarasehan Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.

Digali Bung Karno

Eko menyampaikan, memahami Pancasila tidak akan mungkin tanpa mengenal Bung Karno. Pancasila digali oleh Bung Karno dari Bumi Indonesia. Pancasila bisa ditemukan di angkringan, bakul gudeg atau warung sembako di kampung-kampung dan tokoh-tokoh masyarakat tradisional, mereka bertransaksi dengan pasrah kepada Tuhan, rasa saling percaya dan gotong royong yang menjadi inti dari nilai-nilai Pancasila.

“Bandingkan karakter angkringan dan bakul gudeg atau warung tradisional di kampung-kampung dengan kapitalis liberal. Bandingkan karakter tokoh masyarakat tradisional Indonesia dengan tokoh-tokoh masa kini. Karakter generasi muda sekarang enggan untuk membaca atau menikmati suatu tayangan yang panjang, maka perlu dibuat film berdurasi sangat pendek tentang Pancasila dan Wawasan Kebangsaan untuk mengobarkan gelora Pancasila kepada mereka,” jelas Eko.

Sedangkan, Supervisor Film SATOE Suharyoso SK menambahkan, mata pelajaran tentang sejarah dan Pancasila banyak dikurangi membuat generasi muda kurang memahami sejarah dan nilai-nilai Pancasila.

“Dengan film ini yang hanya menayangkan tentang peristiwa 1 Juni 1945, masih banyak lagi peristiwa yang bernilai sejarah dan wawasan kebangsaan yang harus disampaikan kepada masyarakat terutama generasi muda,” katanya.

Lebih lanjut dipaparkan bahwa Program aksi pengamalan pancasila, adalah suatu gerakan yang kontinu berkesinambungan ditujukan terutama kepada generasi muda agar tidak gagal paham, sekaligus merupakan tangkisan terhadap ideologi-ideologi asing transnasional di Indonesia. Kegiatan yang berbentuk ceramah dan indoktrinasi telah usai, untuk generasi milenial perlu dibuatkan pola-pola baru yang atraktif. Pada awalnyadisuguhkan stimulan/rangsangan yang berwujud: film dokumenter, dokudrama, fragmen, sandiwara pendek, sandiwara radio, pertunra, monolog, deklamasi, menyanyi tembang, kemudian baru diskusi interaktif tentang tema-tema pancasila dan wawasan kebangsaan.

Monopoli Tafsir

Pancasila sebagai way of life bangsa Indonesia jangan di monopoli dengan tafsir tunggal. Kekayaan warisan Nusantara memiliki khasanah budaya daerahdankearifan lokal, mereka harus diberi kesempatan yang terhormat untuk menafsirkan Pancasila sesuai dengan adat budayanya, sehingga Pancasila lestari di seluruh wilayah Nusantara.

Era reformasi taun 1998 telah berhasil menumbangkan resim Orde Baru Suharto sekaligus membubarkan (P4) Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, serta (BP7) Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (1999) Pancasila lenyap hilang ditelan euforia reformasi kebablasan. Diskursus tentang dasar negara RI nyaris tak terdengar.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan hilang dari Kurikulum Nasional sehingga melahirkan Loos Generation. Baru pada tahun 2017 muncul peraturan presiden(perpres) No: 54, tanggal 4 Juni 2017 tentang unit kerja presiden pembinaan ideologi pancasila (UKP-PIP). Kemudian berubah menjadi (BPIP) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tanggal 6 Maret 2018.

Program aksinya baru menyentuh kaum elite dan perguruan tinggi berupa sarasehan dan seminar ilmiah. Di Yogyakarta pada 22 Februari 2022 DPRD melahirkan peraturan daerah (Perda) No.1 tentang Pendidikan Pancasila dan wawasankebangsaan. Kita tunggu implementasinya di lapangan, khususnya kurikulum di sekolah dan karang taruna masyarakat remaja. Kiranya TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik adalah mitra yang tepat untuk bekerja sama dalamsosialisasi konten-konten yang bermuatan pancasila dan wawasan kebangsaan.

Kecuali itu alangkah idealnya apabila: komunikasi, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, partai politik berpartisipasi aktif dalam program ini. Pada Tahun 2016 pemerintah telah menerbitkan (Kepres) Keputusan PresidenRI No. 24 tentang hari lahirnya pancasila ditetapkan pada tanggal 1 Juni 1945 ada momentum rangkaian sejarah Pancasila yang tidak bisa dipisahkan: Pertama, tanggal 1 Juni 1945 (Lahirnya Pancasila). Kedua, tanggal 22 Juni 1945 (Piagam Jakarta) dan Ketiga, tanggal 18 Agustus 1945 (Preambule UUD 1945). (pr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *