Feature

“Kangen-kangenan Karo Bang Azwar AN”

Published

on

Azwar AN (duduk tengah mengenakan topi), Tertib Suratmo dan eksponen Teater Alam yang hadir dalam acara “Kangen-kangenan Karo Bang Azwar AN”, Minggu, 13 Mei 2018 di kediaman sekaligus sanggar Teater Alam, Wirokerten, Yogyakarta. Foto: Ronny AN

TENDA biru terpasang di dapan rumah seniman teater dan sineas serba bisa, Azwar AN di Jl. Sawo 1 nomor 6, Wirokerten Indah, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Hajat apa gerangan yang tengah digelar lelaki kelahiran Palembang, 6 Agustus 1937 itu?

Rupanya bukan Azwar yang punya nazar, tetapi para cantrik Teater Alam yang spontanitas menggalang hajat. Berawal dari pembuatan WAG (whatsapp group) oleh Jeng Anas, terlemparlah gagasan kumpul-kumpul. Gayung bersambut. Tanggal pertama, hanya terdaftar tak kurang dari 10 orang. Batal. Tanggal kedua pun ditetapkan. Lebih 10 orang menyatakan siap hadir.

Sadar tidak mungkin ada kesepakatan bulat tentang “Hari H”, maka diputuskanlah tanggal 13 Mei, harinya Minggu. Yang bisa hadir diminta hadir, yang berhalangan hadir dimaklumi semaklum-maklumnya. Cekak kalimat, srag-sreg, srag-sreg… urusan konsumsi selesai, cetak banner beres, cetak kaos rampung.

Begitulah. Minggu pagi, tak kurang dari 20 eksponen Teater Alam pun berkumpul. Bang Azwar, begitu ia biasa disapa, bahagia bukan kepalang. Dalam usia yang ke-81, secara fisik Azwar tampak  sehat. Hanya saja, daya ingatnya memang mulai menurun.

Ketika didaulat berbicara, terasa benar luapan emosinya. Rasa bahagia yang membuncah, ucapan banyak terima kasih dalam nada bergetar, dan nyaris menjatuhkan air mata. Beruntung, celetukan dari orang per orang, segera mencairkan suasana. “Saya harap, kalian melanjutkan Teater Alam. Sekali-kali, berkumpullah, bikin pementasan. Kumpulkan dan libatkan teman-teman yang kini tersebar di mana-mana,” harap ayah tiga orang anak itu.

Dua sekawan: Tertib Suratmo dan Azwar AN. Foto: Ronny AN

Tokoh senior lain yang hadir adalah Tertib Suratmo (78). Sahabat Azwar AN sejak di Bengkel Teater itu, begitu antusias menghadiri acara yang diberi tagline “Kangen-kangenan Karo Bang Azwar AN”. Udik Supriyanta, generasi bontot Teater Alam, yang ‘kedapuk’ menjemput Suratmo, mengisahkan dengan gaya jenakanya. “Waktu saya datang, beliau sedang nyungging wayang. Lalu saya ceritakan tentang pertemuan ini… wah… beliau langsung mengemasi wayang dan alat tatahnya, ganti baju, dan segera mengajak berangkat ke Wirokerten ini,” kata Udik, yang siang itu memandu jalannya acara.

Benar. Teater Alam sudah melahirkan banyak seniman teater, tidak sedikit juga yang kemudian merambah bidang lain. Hari itu, selain hadir anggota Teater Alam yang masih bergiat di dunia teater di Kota Gudeg, hadir juga murid-murid Azwar yang secara khusus datang dari luar kota Yogya.

Meritz Hindra dan Azwar AN. Foto: Ronny AN

Usai Bang Azwar dan Mas Ratmo meluapkan rasa bahagianya, Udik segera menggilir peserta temu kangen untuk berbicara. Meritz Hindra, pendiri sekaligus angkatan pertama Teater Alam, langsung antusias menyambut harapan Azwar untuk “pentas reuni Teater Alam”. Seniman berambut gondrong yang sudah malang-melintang di dunia teater, film, dan seni rupa itu, juga menyegarkan suasana dengan ungkapan kenangan masa lalu.

“Saya gak habis pikir sama anak-anak teater Alam. Datang didiamkan berhari-hari, berminggu-minggu, tapi balik lagi. Latihan salah dilempar sandal, balik lagi. Disuruh lari-lari di tengah hujan, balik lagi. Di-munyuk-munyuk-kan (munyuk = monyet), tetap saja balik lagi….,” ujar lelaki kelahiran Solo, 22 April 1949 itu, disambut gerrr yang hadirin.

Gege Hang Andhika, giliran bicara. Senior teater Alam yang juga adik ipar Azwar AN ini dikenal easy going dan jenaka. Lelaki berperawakan tinggi berkulit putih belum lagi habis bicara, ketika ada yang nyeletuk “klinthing….”. Klinthing adalah suara logam yang jatuh ke lantai. Apa pasal celetukan itu membuat semua hadirin tertawa?

Syahdan, ketika Gege memerankan Oidipus dalam lakon Oidupus Rex (Oidipus Sang Raja) karya Sophocles, ia lupa dialog dan terucap kata “klinthing”. Kata “klinthing” jelas tidak ada dalam naskah. Apa boleh buat, Gege memang lupa, dan “lupa dialog” sudah menjadi “nama tengah” Gege, alias biasa. Hebatnya, sebagai aktor kawakan, Gege bisa dengan mudah berimprovisasi, dan tidak merusak keseluruhan repertoar. “Itulah hebatnya anak-anak Teater Alam. Semua jago improvisasi,” kata Gege.

Gege Hang Andhika, sebagai Oidipus dalam Oidipus Rex karya Sophocles. Foto: Ist/Ronny AN

Jam menunjuk pukul 12.00 ketika acara kangen-kangenan baru setengah jalan. Anas dan Naning yang melihat wajah-wajah lapar, mencoba nge-break dan menawarkan makan siang, sebelum dilanjutkan. Seperti belum puas tergelak-gelak mendengar teman menceritakan pengalaman masa lalu yang kocak di Teater Alam, maka semua sepakat, acara dilanjut saja.

“Kangen-kangenan Karo Bang Azwar AN” pun berlanjut. Mereka yang datang dari luar Yogya, seperti dari Jakarta, Solo, dan lain-lain, juga berkesempatan menyampaikan rasa senangnya bisa bertemu kembali setelah lebih dari 30 tahun tidak bersua. Seperti dulu, setiap ada yang berbicara kurang jelas, atau kurang terdengar, spontan keluar teriakan, “Vokaaaal… vokaaaaalllll….” Menirukan teriakan Bang Azwar dulu kalau melihat pemainnya bicara kurang keras.

Ikut larut dalam keharuan membahagiakan yang disampaikan Azwar AN dan Tertib Soeratmo. Foto: Ronny AN

Makan siang tak tertolak, ketika perut makin lapar, dan sepertinya semua sudah bicara. Meski kebanyakan yang hadir awalnya bertekad, “Pokoknya gak mau ngomong program atau gagasan… maunya ger-geran saja….”, tak urung ngomong ide dan rencana juga. Meritz Hindra, Daru Maheldaswara dan yang aktif di Yogyakarta, seperti Puntung CM Pudjadi (yang kebetulan tidak hadir) diminta menyiapkan naskah dan memproduksi pentas reuni Teater Alam.

Sampai bubar acara ketika matahari sudah tergelincir ke barat, sekelompok kecil hadirin yang tersisa masih asyik membicarakan rencana itu. Meritz Hindra memandu jalannya diskusi ringan, membahas rencana produksi secara umum. “Segera setelah dapat naskah dari Daras, kita ketemuan untuk bedah naskah, adaptasi naskah dan rencana produksi lebih lanjut,” ujar Meritz menunjuk Roso Daras yang tinggal di Jakarta untuk men-copy dan mengirim naskah drama “Ketika Bumi tak Beredar” karya Frans Rahardjo ke markas Teater Alam. ***

Setelah Bang Azwar tanda tangan di banner acara, disusul Tertib Soeratmo, Metiz Hindra, Gege Hang Andhika, dan lain-lain. Foto: Ronny AN

Bang Azwar, Bambang Nursinggih, Udik Supriyanta, Anas, Gege di Kangen-Kangenan Karo Bang Azwar. Foto: Ronny AN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version