Feature

Azwar AN Terima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2020

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Tokoh teater Yogyakarta, Azwar AN mendapatkan Anugerah Kebudayaan Indonesia untuk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2020. Azwar mendapatkan anugerah pemerintah kategoro Pelopor, Pencipta, dan Pembaharu.

Selain Azwar AN ada dua lagi yang menerima anugerah serupa, masing-masing Sumisih Yuningsih atau yang akrab dipanggil Yu Beruk kategori Pelestari, dan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta.

Pemberian anugerah yang sedianya dilangsungkan di Kantor Kemendikbud Jakarta, diubah ke daerah masing-masing, Senin (7/12/2020).

Pemberian Anugerah Kebudayaan Indonesia dari DIY ini menjadi bagian dari tindaklanjut Pengusulan Nominasi Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia yang dilakukan Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan DIY pada bulan Mei 2020. Ada sekitar 25 orang yang diusulkan untuk mendapatkan Anugerah Kebudayaan ini.

Kegiatan pengusulan nominasi Anugerah Kebudayaan Indonesia ini merupakan upaya konsistensi Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebudayaan DIY memberikan apresiasi dan dukungan kepada para seniman dan Budayan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal itu terkait peningkatan peran serata seniman dan budayawan dalam hal pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka mewakili wajah Yogyakarta dalam memperkenalkan khasanah kebudayaan DIY kepada seluruh Indonesia.

Azwar AN (kedua dari kiri) berfoto bersama usai menerima Anugerah Kebudayaan Nasional 2020 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (foto: Teater Alam)

Azwar AN

Lelaki kelahiran Palembang 6 AGUSTUS 1937 ini adalah sulung dari enam bersaudara. Ayahnya bernama Anwar Glr. Radjo Mara (alm), adalah pedagang kecil lulusan HIS. Ibunya adalah Siti Aminah, masih aktif mengurus Asrama Putri Aisyiyah di Tanjung Karang, Lampung.

Sebagaimana biasa orang tua, pasti mengharapkan anak-anaknya untuk memiliki pendidikan yang tinggi. Demikian juga Azwar didorong untuk tetap sekolah, meskipun waktu itu sedang dalam keadaan perang kemerdekaan. Perjalanan pendidikan Azwar banyak dihambat oleh peristiwa peperangan, sehingga di Taman Kanak-Kanak ditempuhnya dalam waktu yang relatif panjang, melebihi tahun yang ditentukan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan Azwar dalam membantu ayahnya di medan pertempuran, dengan menjadi kurir surat. Setelah peperangan reda, barulah Azwar bisa melanjutkan sekolah dengan lancar, walaupun usianya sudah melebihi rekan-rekannya di kelas.

Di sekolah Rakyat VIII Tanjung Karang, gurunya pernah menganjurkan Azwar untuk melanjutkan sekolah ke Yogyakarta. Guru tersebut melihat Azwar lebih menyukai bidang seni, dibanding mata pelajaran lainnya. Hal ini disebabkan karena sejak kecil Azwar memang menyukai kesenian Tonil dan gambar hidup. Keluarganya pun juga mendukung kegemaran Azwar, dengan memberikan kebebasan keluar malam menonton pertunjukan seni.

Setelah lulus SMP Negeri I Tanjung Karang tahun 1962, Azwar mengikuti saran gurunya melanjutkan studi. Di Yogyakarta Azwar masuk SMA Muhammadiyah II, sambil belajar teater di Teater Muslim pimpinan M. Diponegoro. Selain belajar teater, Azwar mencoba membina Sanggar Sriwijaya yang didirikannya pada tahun 1964. Karena dirasa pengetahuannya tentang teater kurang, kemudian Azwar kuliah di Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI). Di lembaga pendidikan inilah Azwar menimba pengetahuan teater secara praktis dan teori.

Di Yogyakarta, Azwar tidak saja menemukan dunia seni yang didambakan sejak kecil, tetapi juga mendapat pendamping hidupnya, Di Yogya, Azwar bertemu dengan Titiek Suharti, gadis kelahiran Teluk Betung, tanggal 11 April 1947, yang kemudian dinikahinya pada tahun 1965. Dari pernikahannya itu, Azwar dikaruniai tiga orang anak: Azkamiyanto Ronny AN, SE, Ir. Erna Azmita AN, dan Erni Aznita AN.

Tak lama setelah menikah, Azwar bersama-sama dengan WS. Rendra mendirikan Bengkel Teater. Di kelompok inilah Azwar belajar teater secara total, sekaligus memupuk semangat berkeseniannya. Pagi sampai sore, bahkan terkadang sampai malam, Azwar di Bengkel Teater Rendra terus latihan teater.

Di Bengkel Teater, segala aktivitas dilakukan Azwar dengan tanpa beban, baik pentas keliling maupun latihan rutin. Pada tahun 1971, Azwar mengundurkan diri dari Bengkel Teater, oleh karena persoalan pribadi dengan Rendra. Setahun kemudian Azwar mendirikan Teater Alam sekaligus sebagai pelatihnya. Dengan Teater Alam yang didirikannya pada tahun 1972 inilah, Azwar menelorkan karya-karya teater. Ia juga melahirkan Arisan Teater Yogyakarta tahun 1074.

Karya pentas Teater antar lain: Di Atas Langit Ada Langit, Si Bachil, Ketika Bumi Tak Beredar, Obrok Owok Owok Ebrek Ewek Ewek, Enam Watak Mencari Pengarang, Bung Jendral, Machbet, Hamlet, Promethius, Oidipus Rex, Odipus Dicolonus, Langit Hitam, Qazidah Al Barzanji, Caligula, Dokter Kalera, Kresna Dutha, Dunia Azwar, Karya karya Minikata Rendra, Tahanan, Montserrat, Pusaran, dan lain-lain.

Karya film Azwar AN antara lain: Cintaku di Kampus Biru (Sutradara), Tiga Cewek Indian (sutradara), Gara Gara Janda Kaya (sutradara), Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibukota (sutradara), Koboi Sutra Ungu (Astrada), Sisa Geodal (Sutradara), Tante Sundari (sutradaa).

Ia juga main dalam sejumlah film layar lebar, antara lain: Susuk Nyo Roro Kidup (1993). Si Kabayan dan Anak Jin (1993), Djago (1990), Hidup Semakin Panas (1989), Sunan Kalijaga dan Syech Siti Djenar (1985), Tergoda Rayuan (1984), Kenikmatan (1984), Cinta Semalam (1983), Jaka Tingkiar (1983), Arya Penangsang (1983), Banteng Mataram (1983), Loro Jonggrang (1983), Bayang-bayang Kelabu (1979). Janur Kuning (1979), Koboi Cengeng (1974), Ateng Mata Keranjang (1975), dan lain-lain.

Sejumlah penghargan pernah diterima Azwar AN. Antara lain Penghargaan Seni Bidang Teater dari Pemerntah Yogyakarta 1986, Penghargan Man of Year dalam Bidang Pariwisata dari PWI Jawa Tengah (2003), Penghargaan Tokoh Teater dari Federasi Teater Indonesia (2016).

Kiprah lainnya, Pernah menjabat Ketua PARFI Yogyakarta (1980 -2005), Ketua Seni Pertunjukan dan Festival Kesenian Yogyakarta dari FKY I – FKY VI, Ketua I Pertunjukan dalam MTQ di Yogyakarta, Mengelola Pergelaran Tari Ramayana di Purawisata (1994 – 2000), Mengelola Taman Wisata Gabusan (2002 – 2007), mendirikan production house Binuang Sakti Film, dan lain-lain.

Sumisih Yuningsih alias Yu Beruk.

Sumisih Yuningsih (Yu Beruk)

Kehadiran Sumisih Yuningsih di panggung pertunjukan tradisional patut diperhitungkan. Kematangannya beraksi di atas panggung membuatnya memiliki karier yang panjang. Pengalaman pentas di tobong ketoprak berkeliling dari kota satu ke kota lainnya adalah sebuah “ sekolah” dan “ kawah candradimuka” baginya.

Kemampuan menejerial sebagai pemimpin ketoprak kelilingan juga menjadi kelebihan Yuningsih sebagai seorang seniwati tradisional. Kisah perkawinannya yang penuh liku-liku dan dramatis, menjadi episode kehidupan yang mendewasakannya. Keadaanlah yang menempa kepribadian Yuningsih menjadi wanita yang tegar, penuh daya juang, dan mampu menyelesaikan persoalan dengan arif.

Bermodalkan kemampuannya menari, nembang, melawak dan juga akting, membuat  Yuningsih tetap eksis hingga sekarang. Ia adalah seniwati tradisional yang mampu beradaptasi dengan kemajuan jaman. Jiwa kewanitaannya, keibuannya menjadi kekuatan luar biasa untuk mendorong dirinya tetap tegar dan perkasa mengarungi kehidupan, dan memecahkan rintangan yang menghalangi hidupnya.

Nama Yuningsih semakin dikenal masyarakat karena perannya dalam acara TVRI Yogyakarta yang tayang secara regular setiap Minggu sore , dan nama perannya dalam acara itu Yu Beruk atau Mbokdhe Beruk.  Karakter peran yang dibangun dalam acara yang bertajuk Obrolan Angkring, sosok Yu Beruk itu lugu, lucu, ceplas ceplos nan menggemaskan membuat penonton tergelak melihat aktingnya.

Akhirnya nama peran itu melekat pada dirinya, dan awam tidak mengetahui nama aslinya. Kemampuannya melebar dan semakin lengkap dengan ketrampilan rias pengantin, semakin mengukuhkan sosok Yuningsih adalah seniwati multitalen. Berbagai aktivitas seni dia jalani, dari bermain ketoprak, wayang orang, dagelan, lawakan , sandiwara, monolog, iklan layanan masyarakat, sinetron, sampai berperan dalam layar lebar.

Perempuan kelahiran tahun 1953 ini, putra dari Padmodiharjo  dan Aminem. Masyarakat mengenalnya melalui berbagai acara di televisi, baik lokal maupun nasional  antara lain ;Pasar Rakyat ( Program acara Televisi Pendidikan), Obrolan Angkring (TVRI Yogyakarta), Mbangun Desa (TVRI Yogyakarta), sinetron Panggung Sandiwara (SCTV), Sinetron Bunda (RCTI), sinetron Jomblo dll. Secara berkala sejak  lima tahun lalu tampil bersama beberapa artis , Komedian dan penyanyi di Jakarta dengan tajuk acara Indonesia Kita, acara itu diprakarsai oleh Butet Kertarejasa.

Kemampuannya beradaptasi di berbagai jenis seni pertunjukan menjadi kekuatannya, sehingga sampai hari ini masih tetap eksis. Berpikir positif dan  bersikap optimis membuat Yuningsih menjadi perempuan yang kuat perkasa dalam melalui aneka peristiwa dalam hidupnya, juga penyakit yang menimpanya atas izin Tuhan “ kabur” pergi menjauh darinya karena besar semangatnya untuk terus berkarya dan  menjadi survivor. Salam tegar kokoh Yu Beruk! (*/rr)

Video Anugerah Kebudayaan Nasional 2020:

https://youtu.be/l-Z_zUIIWgg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version