Kabar

PT Citilink Indonesia Dinilai Melakukan Cara Murahan

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Tindakan pihak PT Citilink Indonesia dan kuasa hukum sangat tidak pantas. Sejumlah advokat dari Kantor Hukum Sanjaya Adhiprabowo dan Partners yang mengatasnamakan PT Citilink Indonesia, mengirim ‘undangan konfirmasi’. Undangan mendadak itu dikirim Kamis 30 Juni pukul 15.22 melalui WhatsApp.

“Undangan tertanggal 30 Juni 2022, minta ketemu Jumat 1 Juli 2022,” kata Advokat Albert Kuhon MS SH. “Kayak penguasa saja! Padahal isinya cuma meminta konfirmasi tentang somasi yang kami kirim.”

Kuhon menilai tindakan pihak PT Citilink Indonesia melalui kuasa hukumnya adalah cara-cara murahan.

Isi Somasi

Kuhon bersama advokat Guntur Manumpak Pangaribuan SH yang mendampingi Mulia Siregar, sudah dua kali mengirim somasi kepada Dewa Kadek Rai, Direktur Utama PT Citilink Indonesia. Mereka minta, PT Citilink Indonesia memenuhi kewajibannya kepada Drs Lidson Mulia Siregar sehubungan pemutusan perjanjian kerja sepihak.

“Sampai batas waktu yang ditentukan, pihak Citilink tidak membayar kewajibannya kepada klien,” kata Pangaribuan Jumat (1/7), “Isi somasi sudah jelas dan gamblang. Kami akan menempuh jalur hukum. Apa lagi yang perlu dikonfirmasi?”.

Sementara itu, setidaknya 18 orang pramugari Citilink juga dikabarkan belum dibayar gajinya selama beberapa  bulan. Selain gaji tidak dibayar, para pramugari tersebut dinonaktifkan sejak Maret 2022.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Nasdem, Rudi Hartono Bangun meminta PT Citilink Indonesia menyelesaikan tanggung jawabnya mengenai hak-hak pekerja yang diatur UU. Sikap Citilink melakukan PHK seenaknya mencoreng nama baik BUMN yang sedang dibenahi Menteri BUMN Erick Thohir.

Dewa Kadek Rai, Dirut PT Citilink Indonesia, dalam komentarnya mengungkapkan telah menyerahkan masalah para karyawan tersebut kepada VP Corporate Secretary and CSR PT Citilink Indonesia Diah Suryani Indriastuti. Tidak ada penjelasan sama sekali tentang penyelesaian.

Kasus Mulia

Kemelut di lingkungan PT Citilink Indonesia mulai mencuat ketika perusahaan itu  menghentikan kontrak kerja Mulia Siregar pertengahan April 2022. Sebelumnya, berkali-kali Siregar dikontrak oleh pihak Citilink sejak awal tahun 2018. Kontrak atau Perjanjian Jasa Advisory yang terakhir bertanggal 9 Desember 2021 dengan masa berlaku selama 1 (satu) tahun.

“Berlaku sampai dengan tanggal 9 Desember 2022,” ujar advokat Dr Ir Albert Kuhon MS SH mengutip isi Pasal 1 perjanjian antara PT Citilink Indonesia dengan Mulia Siregar.

Pihak PT Citilink Indonesia yang diwakili oleh Sumedi, melalui surat tertanggal 18 Maret 2022 melakukan “pengakhiran Perjanjian No CITILINK/JKTDHQG/Adv-003/XII/2021”. Disebutkan tanggal efektif pengakhiran perjanjian adalah 17 April 2022.

Menuntut hak

Siregar tidak berkeberatan kontrak tersebut diakhiri. Namun ia minta haknya dibayar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 81 (angka 16) Undang-undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang mengubah Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menegaskan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (Pasal 62 UU Ketenagakerjaan) dan pengusaha wajib memberikan uang kompensasi yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh pekerja (Pasal 17 PP 35/2021). 

Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 4/Yur/Pdt/2018, juga menyatakan pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk perbuatan melawan hukum. Karena pihak PT Citilink tidak memenuhi kewajibannya, Mulia Siregar minta bantuan advokat Albert Kuhon dan Guntur Pangaribuan.

Sejauh ini Dirut PT Citilink Indonesia, Dewa Kadek Rai melalui VP Bidang Human Capital Management, Sumedi, bersikukuh bahwa tindakan yang dilakukannya sudah benar. Padahal Mahkamah Agung dalam putusan nomor 1051 K/Pdt/2014 tanggal 12 November 2014 menegaskan pembatalan perjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam putusan Peninjauan Kembali No 580 PK/Pdt/2015, Mahkamah Agung menegaskan penghentian Perjanjian Kerjasama secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum, dan pelakunya harus membayar kerugian yang ditimbulkan. “Nah, apa lagi yang perlu dikonfirmasi?”.kata advokat Albert Kuhon, “Masak Direksi PT Citilink Indonesia dan kuasa hukumnya tidak mampu memahami isi somasi kami yang meminta Citilink memenuhi kewajiban kepada Drs Lidson Mulia Siregar!”.***/din

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version