Kabar
Minus PDIP, 8 Fraksi DPR Desak MK Putuskan Sistem Proporsional Terbuka
JAYAKARTA NEWS— Sebanyak 8 fraksi dari 9 fraksi DPR RI kecuali Fraksi PDI Perjuangan mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar hakim MK tetap menerapkan sistem pemilihan calon legislatif (caleg) dengan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu Legislatif 2024.
Kedelapan fraksi itu menggelar konferensi pers terkait permohonan judicial review UU Pemilu yang menginginkan penerapan kembali sistem pemilihan caleg daftar tertutup di Pemilu 2024.
Kedelapan fraksi itu adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, PKB, PPP, PAN, Partai Demokrat, NasDem, dan PKS. Hanya Fraksi PDI Perjuangan yang tidak hadir dalam penolakan tersebut.
“Sistem terbuka sangat cocok karena pasalnya mengatakan anggota DPR dipilih oleh rakyat. Kemudian partai politik sebagai peserta pemilu adalah berisi adalah orang-orang yang pasalnya menyatakan dipilih oleh rakyat. Jadi anggota DPR tidak dipilih oleh partai,” ujar
Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir dalam konferensi persnya di kompleks parlemen, Selasa (30/5/2023).
Adapun Partai Golkar diwakili oleh Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia dan Ketua Fraksi Kahar Muzakir. PAN diwakili oleh Wakil Ketua MPR Yandri Susanto dan Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay. Sementara Gerindra diwakili Wakil ketua Umum Habiburokhman.
PPP diwakili oleh Wakil Ketua Umum yang juga Ketua Fraksi PPPP Amir Uskara, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwani, Ketua Fraksi NasDem Robert Rouw, Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subchi, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Bsakoro Yudhoyono (Ibas) dan Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Saleh Partaonan Daulay meminta MK tidak ambigu dalam memutuskan persoalan ini. Sebab, ia mengingatkan MK sendiri telah memutuskan bahwa sistem pemilihan caleg adalah sistem pemilihan daftar terbuka
“Dulu MK sudah pernah memutus bahwa sistem kita terbuka tahun 2008.
Sudah pernah diputus terbuka. Nah, putusan MK itu final dan mengikat. Kalau kemudian misalnya diuji lagi lalu dibuat tertutup, maka ini akan menyalahi putusan MK sendiri yang sudah final dan mengikat tadi,” ingatnya.
Ketua Fraksi PPP, Amir Uskara mengingatkan apabila MK mengabulkan judicial review dari pemohon maka selain menganulir keputusannya sendiri yang dinyatakan dalam kontitusi bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, ada implikasi lain yang memiliki konsekwensi sangat besar.
Yaitu tahapan pemilu yang sudah berjalan dan dilaksanakan oleh KPU selaku penyelenggara pemilu dan partai politik sebagai peserta pemilu akan terganggu.
“Sekarang sudah berlangsung 11 bulan, sudah setengah menuju proses pemilu. Kalau misalnya terjadi perubahan sistem maka akan berpengaruh maka pemilu kemungkinan akan mundur,” sebut Amir Uskara.
Senada, Ketua Fraksi Partai NasDem Robert Rouw mengingatkan agar MK tidak menganulir apa yang pernah diputuskannya sendiri yaitu telah memutuskan bahwa sisitem pemilihan daftar caleg adalah sistem daftar caleg terbuka.
Oleh karena itu, apabila MK memutuskan sistem daftar caleg tertutup maka ia memastikan akan membuat kegaduhan luar biasa. “Pemilu tinggal beberapa bulan lagi. Kalau sampai ini dilakukan oleh MK maka saya tidak bisa membayangkan bagaimana kegaduhan itu akan terjadi,” ujarnya.
Untuk itu, ia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil sikap dan memberikan dukungan agar MK menolak judicial review dari pemohon dan tetap menerapkan sistem dengan daftar caleg terbuka.
“Presiden juga harus bisa mendukung apa yang menjadi harapan dari masyarakat. Ini bukan harapan kita, tapi harapan dari masyarakat untuk pemilu ini, bisa secara terbuka. Karena itu adalah hak rakyat maka kami minta presiden harus bersuara sebagai kepala negara,” tegas Robert Rouw.
Untuk diketahui, Pakar Hukum Tata Negara yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sebelumnya mengaku mendapat bocoran bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan penerapan sistem proporsional tertutup di pemilu.
Bocoran itu, kata Denny ia dapatkan dari sumber yang kredibel di MK. Ia pun mengaku nantinya enam hakim konstitusi akan mengabulkan, sementara tiga lainnya akan menyampaikan dissenting opinion.
MK sendiri baru mulai bersidang pada Rabu, 31 Mei 2023 dan masih akan melakukan serangkaian sidang lanjutan hingga membuat kesimpulan dan keputusan tentang persoalan ini.***/din