Ekonomi & Bisnis
Geliat “Shaniqua Bamboo”
Mungkin, katanya, karena mengerjakan furniture bambu butuh ketelatenan dan kesabaran tinggi, yang menyebabkan pengusaha menjadi tidak tertarik. “Mengerjakan produk bambu itu memang banyak masalahnya, namun bukan berarti tidak terpecahkan. Asalkan kita mau bersusah-susah dan tekun mencari solusi, pasti bisa. Saya pun menggeluti usaha ini bukannya tanpa masalah, tapi saya konsisten tidak berpindah ke produk lain selain bambu,” katanya.
“Waktu booming, orderan yang datang melimpah, sampai-sampai kala itu saya punya karyawan 400 orang, hampir semuanya orang Rangkasbitung. Bagi saya ini sungguh membahagiakan karena selain produk saya digemari juga karena bisa memberi masyarakat setempat lapangan pekerjaan,” ungkap peraih penghargaan ‘Primaniyarta 2013’, penghargaan tertinggi yang diberikan pemerintah kepada eksportir yang dinilai paling berprestasi di bidang ekspor dan dapat menjadi teladan bagi eksportir lain.
Namun masa keemasan itu terhenti lantaran negara-negara di Uni Eropa terhantam krisis 2008 yang dipicu krisis perekonomian Yunani. “Saat itu banyak buyer saya menghilang. Hanya Jerman yang masih bertahan meski pesanan tidak sebanyak sebelumnya,” kata pemilik usaha ‘Shaniqua Bamboo’ ini.
Namun sekarang, dia merasa ada perbaikan di Eropa. Hal itu terlihat dari sejumlah buyer yang menghilang, kini muncul kembali. “Baru-baru ini buyer lama saya dari Italia datang dan berencana bisnis bambu kembali. Ia bilang kondisi di negaranya sudah membaik,” ungkap Khairul yang kini setiap bulan menangani ekspor ke Jerman dan Perancis. ***